Jurnal Akidah Akhlak Tentang Akhlak Murid Terhadap Guru Menurut Kitab Ta'lim Muta'llim
Akhlak Murid
Terhadap Guru
Andika
Institut Agama Islam Negeri Metro
Jl, Ki Hajar Dewantara 15a Iringmulyo, Kota Metro, Lampung, Indonesia,
34112
E-mail : Marifatulqolbi49@gmail.com
youtube : New Tawaf Music
Abstrak : Akhlak Murid
Terhadap Guru
Menurut perspektif islam, mendidik berarti
mengajarkan/menjadikan peserta didik lebih menjadi pribadi yang sesuai dengan
syariat islam dan ajaran islam. Supaya pendidikan islam diatas tercapai, maka
seorang pendidik harus memiliki etika dan perilaku yang bagus agar bisa
dicontoh para peserta didiknya. K.H
Muhammad Hasyim Asy’ari
Memberikan contoh atau pengetahuan untuk para peserta didik, agar
menjadi peserta didik yang memperoleh pengetahuan dan kemampuan. Didalam
pendidikan islam mengajarkan sebagai insan yang kamil dan menjadikan
kepribadian seorang muslim yang utuh, yaitu menjadi nilai nilai kepribadian
yang memiliki tanggung jawab yang sesuai dengan ajaran-ajaran islam. Dengan
demikian disebut dengan insan yang saleh, yaitu insan yang mendekati
kesempurnaan. Adapun ciri khasnya adalah berusaha menjalankan perintah
Allah, menjauhi segala larangan nya dan
selalu patuh terhadap peraturan yang sudah ditetapkan.
Kata Kunci : Akidah Akhlak,Etika Terhadap Guru
Pendahuluan
Ilmu merupakan sarana bagi setiap insan untuk
memperoleh kebagian kesejahteraan didunia dan akhirat, orang tanpa ilmu akan
sesat dan menyesatkan, maka dari itu hukum menuntut ilmu adalah wajib. Dengan
ilmu orang bisa menjadi mulya dan dimulyakan. Maka, sebagai manusi yang
sempurna hendaklah menuntut ilmu sampai kapan pun dan selalu memikir dirinya,
karena dengan ilmu manusia bisa membedakan mana yang terbaik untuknya dan mana
yang tidak baik untuk dirinya baik urusan dunia maupun akhirat. Untuk sebagai
manusia pandai-pandailah dalam menjalankan sesuatu yang dimana sesuatu itu
dapat menyelamatkan dirinya masing-masing.
Etika murid sampai saat ini masih saja menjadi perdebatan dan problem
didalam dunia pendidikan, dunia pendidikan dalam beberapa aspeknya tidak lepas
dari adanya proses belajar mengajar yang
meniscayakan adanya interaksi antara pendidik dan peserta didik. Murid yang
mempunyai etika mulia juga akan mampu mewujudkan nilai nilai seperti halnya
mampu berhasil dalam proses belajarnya. Dengan etika dan perilaku yang baik
seorang murid mampu mengetahui perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk.
Dalam zaman yang serba canggih ini banyak murid yang menyampingkan sifat etika
terhadap gurunya, dan akhirnya tidak sedikit seorang pelajar yang mempunyai skil
dan nilai yang baik dan akhirnya gagal dalam menuntut ilmu dan salah pergaulan.
A. Pengertia Akhlak Dan Etika
Etika adalah ilmu yang mengajarkan tata
cara berbuat baik terhadap sesama dan memanusiakan manusia, dan ilmu yang
mengajarkan tujuan yang harus dicapai oleh manusia itu sendiri, menunjukkan
jalan untuk melakukan apa yang seharusnya dihadapi. Lebih jelasnya, etika
adalah sesuatu yang bisa membedakan baik dan buruknya pribadi manusia baik segi
prilaku ucapan dan fikiran berdasarkan akal dan fikiran manusia, ataupu norma
norma hukum yang sudah ditetapkan.[1]
Kata khlak berasal dari bahasa arab jama yang mufrodatnya “ khuluqu “ yang
berarti budi pekerti, tingkah laku atau watak. Menurut istilah akhlak adalah
sesuatu perbuatan baik dan buruk seseorang, baik dari pergaulan manusia, dan
menentukan hasil dari perbuatan yang dilakukan manusia itu sendiri. Sejatinya
akhlak sudah tertanam pada diri seseorang, menyatu antara perilaku dan
perbuatan indivdu. Apabila perilaku seseorang itu baik, maka didalam diri
seseorang melekat akhlak yang baik, begitupun sebaliknya, jika akhlak seseorang
itu buruk, maka, didalam diri seseorang itu juga buruk.
Akhlak merupakan perilaku seseorang yang
tampak dengan sangat jelas, baik dengan
ucapan maupun perbuatan seseorang yang dimana ucapan dan perbuatan tersebut
bertujuan mendorong agar selalu taqwa terhadap Allah SWT. akhlak juga mempunyai
banyak aspek yang berkaitan dengan batin dan fikiran setiap manusia, contohnya
akhlak yang berhubungan dengan agama, akhlak terhadap Allah Swt, akhlah
terhadap sesame manusia ( orang tua / guru ) dan akhlak terhadap alam sekitar.
Firman Allah SWT dalam Q.S Al-Qalam ( 68 ) 4 yang artinya :
“ Dan sesungguhnya Engkau ( Nabi Muhammad )
Benar-benar budi pekerti yang Agung “.
Ayat diatas jelas bahwa allah SWT
menegaskan bahwa hanya nabi Muhammad satu-satunya nabi yang mempunyai budi
pekerti yang sangat mulia dan agung. Dengan demikian setiap orang bukan berarti
harus seperti nabi Muhammad, akan tetapi manusia harus lebih meningkatkan
akhlaknya dengan tujuan untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Selain itu Nabi Muhammad oleh Allah SWT juga dijadikan
sebagai uswatun hasanah ( suri tauladan yang baik ) supaya makhluk-makhluknya
menauladani akhlak tersebut.
Akhlak dibagi menjadi 2, yaitu : Akhlah
Terhadap Allah SWT dan akhlah terhadap sesame manusia, oleh karena itu sebagai
manusia yang kamil akhlak tidak hanya kepada sesesama manusia saja, akan tetapi
akhlak terhadap Allah juga harus dilakukan. Bisa disebut akar akhlak adalah
sebagai aqidahnya dan pohonya akhlak adalah syari’atnya, dan akhlak sebagai
buahnya. Jika akarnya busuk maka pohonnya akan rusak, jika pohonnya rusak, maka
buanya akan busuk ( tidak ada ), maka dari itu sebagai insan kamil jagalah
akhlak dengan sebaik-baiknya. Nabi Muhammad bersabda yang diceritakan oleh
Abdullah Bin ‘Amr Bin ‘Ashz yang artinya : “ sesungguhnya yang terbaik di
anatara kalian adalah yang paling baik akhlaknya “. ( H.R Al-Bukhari, 10/378
dan Muslim No 2321 ).[2]
B. Etika Murid ( Pesera Didik )
Menurut K.H Muhammad Hasyim Asy’ari etika
yang harus dimiliki oleh peserta didik ( murid ) ada 10 ( untuk
mencari/mendapat barokah dalam mencari ilmu ) :
Pertama, peserta didik agar memberrsihkan hati dari
setiap bujukan-bujukan, kotoran hati, sifat dengki, keyaqinan dan pandangan
yang buruk ( akhlak tercela ).
Dengan menerapkan etika yang diatas dan
menjadikan sebagai landasan untuk mencari ilmu dan pengetahuan, maka peserta
didik akan mudah untuk memproleh ilmu dan hatinya akan tertata dengan baik dan
bersih.
Kedua, peserta didik hendaknya meluruskan
niatnya dalam mencari ilmu, yakni hanya mencari ridho Allah dan menghilangkan
kebodohan.
Ketiga, hendaklah menjadi peserta didik yang selalu
semangat, antusias dan benar bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, baik
keaadan muda maupun tua. Dan tidak menunda-nunda dan bermalas-malasan.
Keempat: Sebagi peserta didik ( murid ) harus
mempunyai sifat qanaah ( menerima ), baik dalam segi hal pakaian makanan dan
minuman.
Kelima: peserta didik harus bisa mengatur waktu (
siang dan malam ), memanfaatkan waktu yang ada, karena menyia-nyiakan waktu
tidak ada harganya.
Keenam: peserta didik hendaknya mengurangi pola
makan dan minumnya. Karena sejatinya kenyang itu akan mencegah ibadah dan
memberatkan badan.
Ketujuh: peserta didik hendaknya menjaga diri dari
sifat wara’ ( menjauhi barang haram ) dan berhati-hati dalam menjaga sikap dan
perbuatan.
Kedelapan: peserta didik harus makanan-makanan yang
menyebabkan lemah pikiran dan lemah panca indra seperti apel yang masih asam,
kacang dan minum cuka.
Sembilan: peserta didik dianjurkan agar mengurangi
tidur selama tidak ada kepentingan. Dan tidak menambah tidur melebihi delapan
jam sehari semalam.
Sepuluh: peserta didik agar mengurngi pergaulan,
karena mengurangi pergaulan merupakan salah satu hal yang penting yang harus
dikerjakan oleh peserta didik, apalagi bergaul dengan lawan jenis lebih-lebih
bila hanya untuk bertujuan bercanda gurau dan akhirnya mengganggu proses
belajarnya.
C. Etika Murid Terhadap Guru ( Guru )
Didalam kitab adab al-Alim wa
al-Muta’allim, K.H Muhammad Hasyim Asy’ari menjelaskan etika peserta didik (
murid ) terhadap gurunya ( pendidik ) adapun etika yang harus dimiliki oelh
seorang murid antara lain :
1.
peseta didik harus pandai dalam memilih
siapa yang akan menjadi gurunya nanti, jika sudah mendapatka seorang guru, maka
hendaknya berakhlak dan beretika dengan sebaik-baiknya lebih lebih selalu
menghormati gurunya. Dalam artian, peserta didik harus benar benar mencari guru
yang dimana guru tersebut mempunyai pengetahuan dan keahlian, mempunyai jiwa
pendidik, dan mempunyai sifat wibawa, dan guru tersebut mempunyai cara mengajar
yang dimana ketika mengajar mudah untuk dipahami. Memilih guru harus satu agama
( satu aqidah ) satu tujuan.
2.
peserta didik harus bersunguh-sungguh dalam
mencari seorang yang akan dijadikan guru ( pendidik ), yang betul betul
menguasai ilmu syari’at dengan sempurna dan lebih lebih calon guru yang akan
dipilih tersebut sering bergaul dengan para ulama ulama dahulu.
3.
peserta didik berkeyakinan bahwa calon
pendidiknya benar benar orang yang menguasai ilmu dan professional, menghormati
dan menjaga nama baik, karena dengan ini lah peseta didik akan mendapatkan
manfaatnya ilmu.
4.
peserta didik harus mempunyai sifat sabra,
untuk menghadapi apapun yang dilakukan oleh gurunya. Dan jangan sekali-kali hal
itu mengendorkan keyakinan dan kesempurnaanya.
5.
hendaknya peserta didik selalu minta izin
kepada gurunya.
6.
peserta didik harus menjaga etika, bahasa, dan
tingkah laku, dan jangan mengatakan kenapa “ saya tidak dapat menerima, siapa
yang mengutip pendapat itu, dimana pengambilan masalah ini “, dan kata-kata
yang serupa.
7.
peseta didik harus memperhatikan dengan
serius ketika guru memberikan pengetahuan, baik berupa dalil, syair, meskipun
sudah hafal, hendaknya tetap memperhatikan apa yang sedang disampaikan oleh
pendidik.
8.
peseta didik harus mengalah ( tidak
mendahului sebelum diperintah ) ketika menjelaskan masalah ataupun mengajukan
pertanyaan, bahkan dalam keadaan mampu, dan berusahalah tidak mengerti dengan
materi yang diberikan walau aslinya sudah paham.
9.
peserta didik hendaknya menerima dengan
tangan ketika pendidik memberikan sesuatu kepadanya. Dan bila yang diberikan
guru berbentuk surat, maka bacalah kemudian haturkan dalam keadaan terbuka
kecuali kalau guru menghendaki dilipat. jangan sekali-kali seorang peserta
didik membuka surat tanpa ada perintah dari pendidiknya, karena guru juga
mengajarkan dengan perbuatan, bukan hanya mengajarkan materi.[3]
D. Konsep Pendidikan Akhlak Kiai Ahmad Sakhowi Amin Dalam Kitab Miftah
Al-Akhlaq
Dalam pandangan Ahmad Sakhowi Amin ( 1969: 26-27 )
bahwa akhlak seorang yang mencari ilmu meliputi :
1. Peserta didik mempunyai keyakinan bahwa kebaikan seorang guru lebih
besar dari kebaikan orang tuanya sendiri. Orang tua dan guru adalah orang yang
mulia, akan tetapi sebagai peserta didik lebih baik memulyakan gurunya dahulu
daripada orang tuanya, karena orang tua secara tidak langsung hanya mendidik
fisik, dan guru mendidik ruh yang dimana dengan dididiknya ruh seorang murid
akan selamat dari gelapnya kebodohan, dan guru yang mengajarkan kepada murid
muridnya tentang keutamaan dan kesempurnaan. Karena manusia tanpa adanya
seorang guru dan dibekali dengan ilmu tentu akan sesat dan sama seperti hewan.
Dan apabila murid tidak memuliakan seorang guru maka murid tidak akan mendapat
barokah dan mafaat dari ilmunya.
2. Patuh dan tunduk kepada guru. Patuh dan tunduk kepada orang yang
memberikan ilmu merupakan akhlak yang terpuji, karena patuh dan tunduknya
seorang murid merupakan salah satu bentuk rasa hormat dan menghargai terhadap
guru.
3. Duduk dan mendengarkan dengan baik ( Jatmiko ). Ketika dalam
pembelajaran seorang murid harus duduk dengan tenang dan mendengarkan materi
yang disampaikan oleh gurunya, lebih lebih menghormati lmu dan gurunya, ketika
dalam satu majelis atau ruangan/kelas hendaklah posisi duduk murid jangan
terlalu jauh dan tidak terlalu dekat dengan guru, dan disertai dengan penuh
keistiqomahan. Karena ketenangan dalam pembelajaran merupakan cara agar materi
dapat masuk dan dapat dipahami dengan mudah.
4. Serius dalam memahami materi ( tidak bercanda ). Dalam pembelajaran
hendaknya murid tidak melakukan hal yang sifatnya bercanda gurau, karena hal
itu dapat mengganggu proses belajar, hendaknya dalam proses belajarnya
mendengarkan materi yang sedang disampaikan oleh gurunya.
5. Tidak memuji kelebihan guru dihadapan orang lain. Dikhawatirkan perasaan
seorang guru akan tersinggung dan dan salah faham serta menganggap peserta
didiknya menyamakan guru satu dengan yang lainnya.
6. Selalu bertanya . salah satu adab murid adalah menjauhi sifat malu,
apalagi sampai malu bertanya maka sampai kapanpun murid tidak akan dengan
materi apa yang sudah dijelaskan. Apabila guru sudah selesai menjelaskan materi
dan murid tidak paham, maka hendaklah murid bertanya.[4]
E. Etika Murid Terhadap Guru Dalam Kitab Ta’lim Muta’allim
Didalam kitab ta’lim muta’allim sudah
dijelaskan bahwa setiap orang yang mencari ilmu ( murid ) harus mempunyai etika
yang baik kepada gurunya. Karena guru adalah orang yang mempunyai jiwa yang
mulia dan kedudukan guru diterapkan dibawah kedudukan Nabi, dengan tujuan
supaya murid memulyakan gurunya. ( Az-Zarnuji : 91 ). Sebagai murid hendaknya
mempuyai sikap war’ ( menjauhi barang haram/berlebihan/zuhud ) dalam beretika
kepada gurunya. Karena dengan sifat wara’ murid akan mendapat manfaat dan
barokah dari ilmu nya tersebut. Berikut sifat sifat wara’:
1. makan secukupnya dan jangan terlalu kenyang
2. tidur secukupnya dalam 24 jam
3. memanfaatkan waktu dan menjaga
diri supaya tidak berbicara yang tidak ada manfaatnya
4. Menghindari sifat ghibah ( membicarakan kejelekan orang lain )
5. Menjauhi perkumpulan yang dimana perkumpulan tersebut hanya bercanda
gurau, karena perkumpulan yang seperti itu hanya akan mencuri manfaatnya umur,
dan sangat menyia-nyiakan waktu
6. Menjauhkan diri dari orang-orang yang sering melakukan maksiat dan
berbuat fasad ( kerusakan ), baiknya seorang murid lebih baik mendekatkan diri
pada orang orang yang mempunyai pengetahuan yang diatasnya.
7. Lebih giat lagi dalam melaksanakan sunah nabi dan perbuatan yang
bersifat baik.
8. Jangan sampai meninggalkan kewajiban sebagai orang mukmin dengan cara
mejalankan sholat tepat waktu serta penuh dengan kekhusuyuk’an.
9. Usahakan membawa buku dan mempelajari apa yang sedang dihadapinya.
Adapun sikap dan adab seorang murid terhadap gurunya
adalah menunjukkan rasa hormat dan menghargai atas semua ilmu yang telah
disampaikan kepada gurunya, Az Zarnuji tidak menjadikan keduanya analistik,
sebagaimana ia juga tidak memisahkan antara intelektualitas pendidikan dan
spiritualnya. Karena murid tidak dibenarkan hanya menimba intelektualitas
seseorang, tetapi hak yang melekat padanya ditelantarkan. Didalam kitab ta’lim
muta’allim menyebutkan bahwa “ keberhasilan seseorang tergantung pada
penghormatannya, dan kegagalan seseorang karena meremehkan”. Sebagai murid yang
baik, hendaknya mempunyai sikap yang baik terhadap gurunya selalu mendengarkan
apa yang disampaikan oleh gurunya dan melaksanakan apa yang telah diperintahkan
oleh seorang guru. Murid harus mempunyai sikap rendah hati, terutama kepada
ilmu dan guru, murid harus mencari riha dari gurunya, dan menjauhi perkara yang
menimbulkan murkanya guru, dan selalu mematuhi apapun yang diperintahkan guru
asal tidak melanggar agama. Karena dengan demikian murid akan mendapat barokah
dan mendapat manfaat dari ilmunya.
Dan selanjutnya bagi seorang murid tidak patut apabila
memasuki ruangan guru tanpa ada izin dari gurunya, murid tidak memperoleh
manfaat dari ilmu jika tidak menghargai ilmu dan guru. Ada yang mengatakan
“menghormati itu lebih baik daripada menaati”.( Az-Zarnuji : 16 ).
Az Zarnuji mengatakan apabila seorang murid lebih menghormati gurunya,
maka sama dengan ia menaikkan tingkat ketaqwaannya kepada Allah SWT sangat
tinggi, ketinggian cara beretika kepada guruya, orang yang lebih tua darinya,
lebih lebih apabila murid menambah sifat ketaqwaannya kepada Allah maka allah
semakin mengangkat tinggi-tinggu derajat dan martabatnya.[5]
F. Etika Berinteraksi Dengan Pendidik ( Guru )
Pertama, Imam An-nawawi mengatakan bahwa sebaiknya
seorang peserta didik hendaknya selalu menghormati pendidiknya ( jangan
bermain-main ) maupun bercanda gurau dihadapan pendidiknya maupun dihadapan
teman-temannya, ketika pendidik memberikan materi jangan pernah memalingkan
muka, akan tetapi pandang dan simaklah pendidik dengan penuh keseriusan ketika
pendidik memerikan materi. Belajar yang bersungguh-sungguh sangatlah penting,
maka ketika pembelajaran dikelas sudah dimulai, alangkah baiknya seorang
peserta didik benar-benar fokus terhadapa materi yang sedang diberikan oleh
guru ataupun dosen. Karena dengan belajar yang sungguh-sungguh nantinya akan
mempermudah peserta didik untuk menjawab soal-soal ketika menghadapi ujian
maupun kuis. Dengan belajar yang sungguh-sungguh tentunya siswa/mahasiswa
ketika mendapatkan tugas tidak ada yang namanya kerja kebut semalam ( lembur ).
Karena belajar itu tidak hanya dikelas, diluar kelas pun juga termasuk belajar.
Kedua, seorang peserta didik hendaknya menunggu
instruksi dari pendidiknya, jika didalam pemebejaran mendapatkan suatu masalah
terkait mata pelajaran, jangan meminta guru untuk memintakan materi yang dimana
materi tersebut menyinggung hati seorang pendidik, jangan meminta pendidik
untuk menjelaskan materi, yang dimana materi tersebut seorang pendidik tidak
menyukainya ( tidak nyaman ), jangan memaksa pendidik untuk menjawab pertanyaan
yang diberikan oleh murudnya.
Ketiga, ketika bertanya, maka memakailah tutur kata
yang lemah lembut, sopan sehingga hati guru dapat menerima dengan baik, jangan
sampi peseta didik malu ketika didalam hatinya mendapat keganjalan terhadap
materi yang telah disampaikan, mintalah kepada pendidik pejelasan materi yang
diberikan dengan sejelas jelasnya, karena jika materi tersebut tidak faham dan siswa
tidak mau bertanya maka efeknya sangat besar, orang malu akan sesat dijalan,
sebagai peserta didik tampakkan sifat bodhmu dan kekuranganmu dihadapan guru
dan orang lain.
Keempat, apabila pembelajaran sudah selesai dan
pendidik bertanya terkait materi yang sudah disampaikan, hendaknya peserta
didik jangan menjawab dengan jawaban “ iya “ karena orang yang malu dan
membohngi diri nya sendiri tentu orang tersebut telah mendustai dirinya
sendiri. Oleh karena itu seorang peserta didik jangan pernah malu ketika
mengucapkan kata “ saya tidak paham “ karena ucapan ini cepat atau lambat akan
memberikan pemahaman kepada siswa, terbebas dari sifat kemunafikan dan dapat
memahami apa yang seharusnya peserta didik belum kuasai.
Kelima, peserta didik harus yakin terhadap gurunya,
materi yang disampaikannya, karena guru adalah orang yang ikhlas dalam
menyampaikan materi kepada murid-muridnya. Guru juga orang yang patut untuk
dituru, mulai dari cara berpakaian bahkan sampai tutur katanya. Iman Nawawi
mengutip pendapat ini dari Khalil Ibnu Ahmad yang mengatakan “ bahwasanya
kebodohan itu bukan karena watak, akan tetapi kebodohan itu karena malu dan
sombong”.
Keenam, seyogyanya apabila seorang guru
menceritakan sebuah kisah atau permasalahan seorang murid dalam keadaan sudah
hafal/faham, mendengarkan terlebih dahulu, dan apaila pendidik menyurug
menghafal maka peserta didik berusaha untuk menghafal. Karena mendengarkan
materi yang sedang disampaikan pendidik merupakan sumber informasi yang didapat
murid sebagai bahan refrensi. Peserta didik harus pandai mengatur panca
indranya, apabila pendidik meminta mendengarkan maka peserta didik jangan
sampai menulis bahkan menghafal, karena kebanyakan murid apabila penjelasan
yang sedang disampaikan oleh penddik tidak membuat tertarik, maka siswa
cenderung mengobrol sama teman-temannya bahkan melakukan aktifitas yang lain.
Ketujuh, sebagai peserta didik harus pandai dalam
mengartur waktu, ketika diberi tugas, hendaknya semaksimal mungkin untuk
mengerjakannya baik itu waktu pagi maupun malam hari. Musafir ataupun mukim,
jangan menyia-nyiakan waktu yang ada kecuali menggunakan waktu untuk kebutuhan
sehari-hari seperti makan, tidur. Dan itupun harus sesuai dengan ukurannya,
terlebih jangan sampai berlebihan. Istirahat sebentar agar badan dan fikiran
kembali fit lagi.
Kedelapanan, mempunyai sifat sabar dalam menghadapi
sikap pendidiknya, kalaupun pendidik tersebut ada etika yang tidak sesuai,
jangan sekali-kali berpaling belajar darinya meskipun pendidik mempunyai sikap
yang tidak sesuai, tetap yakinlah kesempurnaan ilmunya, selalu berprasangka
yang baik terhadap apapun yang telah dilakukan oleh seorang pendidik.
Kesembilan, salah satu etika seorang murid adalah
dengan beretika yang baik serta bersikap santun dan bercita-cita yang tinggi.
Jangan merasa puas terhadapa ilmu yang sudah didapat karena dengan belajar
lebih giat lagi akan mendapatkan lebih banyak lagi, jangan pernah menunda-nunda
tugas yang diberikan guru, jangan sampai meninggalkan hal yang bersifat
positif, dan manfaatkan waktu dengan
semaksimal mungkin walaupun dalam waktu satu jam. Karena menunda-nunda sesuatu
yang baik berarti kehilagan kesempatan yang baik juga karena kesempatan tidak
datang untuk yang kedua kalinya.
Kesepuluh, apabila seorang peserta didik sudah masuk
kelas dan gurunya belum datang, maka hendaklah menunggu samapi guru datang,
jangan sampai meninggalkan kelas sebelum guru menyuruh untuk meninggalkan
kelas, menggunakan waktu yang ada, dengan cara membaca buku yang terkait dengan
materi pada hari itu, diskusi dengan teman sekelasnya.[6]
G. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan diatas penulis menyimpulkan
etika murid terhadap guru menurut kitab Ta’lim Muta’allim Karya Syaikh Az-
Zarnuji dan K.H Muhammad Hasyim Asy’ari sebagai Berikut : petama, hendaknya seorang
menghormati ilmu dan guru, tidak masuk ruangan nya kecuali mendapat izin
darinya, menjaga waktu, hendaknya tidak berbicara dihadapan guru.
Kedua, etika lebih ditekankan yang menurutnya mutlak diperlukan sebagai komponen
yang menjadi salah satu indikator dan syarat untuk mendapatkan barokah dan
manfaatnya ilmu. Ketiga, Dengan etika dan perilaku yang baik seorang murid
mampu mengetahui perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk. Dalam zaman yang
serba canggih ini banyak murid yang menyampingkan sifat etika terhadap gurunya,
dan akhirnya tidak sedikit seorang pelajar yang mempunyai skil dan nilai yang
baik dan akhirnya gagal dalam menuntut ilmu dan salah pergaulan.
H. Referensi
A. Rifqy Hanif, Abdul Khobir. “Konsep
Akhlak Seorang Peserta Didik Dalam Mencari Ilmu Menurut Kiai Ahmad Sakhowi Amin
( Kajian Kitab Miftah Al-Akhlaq ).” Forum Tarbiyah 11, no. 1 (Juni 2013).
Anisa Nandya. “Etika Murid Terhadap Guru ( Analisis
Kitab Ta’lim Muta’allim Karangan Syaikh Az Zarnuji ).” Mudarrisa 2, no.
1 (Juni 2010).
Erik Suwandinata, Achyar. “Etika Peserta Didik Dan
Pendidik Menurut Muhammad Nawawi Al-Jawi ( 1230-1314 / 1813-1897 M ).” Hijri
Jurnal Manajemen Pendidikan Dan Keislaman 6, no. 2 (Desember 2017).
Salminawati. “Etika Pesrta Didik Perspektif Islam.” Jurnal
Tarbiyah 22, no. 1 (Juni 2015).
Sulhan, Mohammad Muchlis Solichin. “Etika Peserta
Didik Dalam Pembelajaran Perspektif K.H Hasyim Asy’ari.” Tadris 8, no. 2
(Desember 2013).
Syarifah Habibah. “Akhlak Dan Etika Dalam Islam.” Jurnal
Pesona Dasar 1, no. 4 (Oktober 2015).
[1] Achyar Erik Suwandinata, “Etika Peserta Didik Dan Pendidik Menurut
Muhammad Nawawi Al-Jawi ( 1230-1314 / 1813-1897 M ),” Hijri Jurnal Manajemen
Pendidikan Dan Keislaman 6, no. 2 (Desember 2017): 3.
[2] Syarifah Habibah, “Akhlak Dan Etika Dalam Islam,” Jurnal Pesona Dasar
1, no. 4 (Oktober 2015): 73.
[3] Mohammad Muchlis Solichin Sulhan, “Etika Peserta Didik Dalam
Pembelajaran Perspektif K.H Hasyim Asy’ari,” Tadris 8, no. 2 (Desember
2013): 186–95.
[4] Abdul Khobir A. Rifqy Hanif, “Konsep Akhlak Seorang Peserta Didik
Dalam Mencari Ilmu Menurut Kiai Ahmad Sakhowi Amin ( Kajian Kitab Miftah
Al-Akhlaq ),” Forum Tarbiyah 11, no. 1 (Juni 2013): 61.
[5] Anisa Nandya, “Etika Murid Terhadap Guru ( Analisis Kitab Ta’lim
Muta’allim Karangan Syaikh Az Zarnuji ),” Mudarrisa 2, no. 1 (Juni
2010): 177–80.
[6] Salminawati, “Etika Pesrta Didik Perspektif Islam,” Jurnal
Tarbiyah 22, no. 1 (Juni 2015): 12–14.
Semoga Bermanfaat, Terimakasih Sudah Mampir Kesini
ReplyDeleteMbah dika
ReplyDeleteUhuuii
ReplyDelete