Jurnal Hukum Adab Bertetangga Dan Implementasinya
Mai
Lusiana
Institut
Agama Islam Metro
Jl.
Ki Hajar Dewantara 15a Iringmulyo, Kota Metro, Lampung, Indonesia, 34112
E-mail:
mailusiana181@gmail.com
A.
Pendahuluan
Seorang
muslim dikatakan baik apabila menjalankan semua perintah Allah Swt dan menjauhi
semua larangan-Nya. Dengan bermodalkan keimanan dan ketakwaan merupan suatu
bentuk ketaatan seorang muslim kepada Tuhannya. Tidak hanya ibadah atau
hubungan baik dengan Tuhannya saja, seorang muslim juga memiliki tiga hubungan
baik, yaitu pertama bagaimana ia menjaga hubungan baiknya terhadap Tuhannya,
kedua bagaimana ia menjaga hubungan baiknya dengan sesama manusia, dan yang
ketiga bagaimana ia menjaga hubungan baiknya dengan lingkungannya.
Jika
seorang muslim sudah menjalankan dari ketiga hubungan baik tersebut, niscaya
kehidupannya akan berjalan dengan damai dan tertata. Salah satu faktor yang
mempengaruhi keberhasilan seorang muslim dalam mensejahterakan kehidupannya
baik di dunia maupun untuk mempersiapkan bekal untuk di akhirat yaitu bagaimana
ia menjaga agar ketiga hubungan tersebut berjalan dengan berdampingan tanpa
merugikan nilai-nilai ibadah lainnya. Salah hubungan yang dinilai penting
terutama dalam menjaga hubungan dengan sesama manusia yaitu bersikap baik
terhadap kerabat atau tetangga. Bersikap baik tidak hanya dilakukan pada saat
beribadah saja, namun dalam menjalin hubungan dengan sesama manusia pun
diperlukan tata cara atau bentuk sikap yang sering disebut dengan adab.
Mungkin
hal tersebut terdengar biasa-biasa saja, tetapi hal tersebut bisa menjadi
sebuah nilai yang begitu tinggi bagi kehidupan manusia ketika rusaknya tatanan
dalam stuktur masyarakat dan tata cara atau adab itulahyang akan menjadi sebuah obat untuk memperbaiki
kerusakan dalam perilaku di kehidupan bermasyarakat.
Sebegitu
pentingnya menjaga adab-adab dalam kehidupan ini. Salah satu adab yang perlu
dan harus diperhatikan dan diamalkan dengan nilai-nilai yang baik adalah
bagaimana kita menjaga adab dengan tetangga dan bagaimana cerminan yang baik
terhadap adab bertetangga tersebut. Seseorang yang memiliki adab ketika akan
atau sedang melakukan sesuatu pasti akan mempertimbangkan atau selalu mengambil
etika-etika yang baik dengan tujuan menjaga agar kelangsungan kehidupan dilingkungannya
berjalan dengan baik. Sebaliknya seseorang yang yang tidak menggunakan adab
justru akan bertindak semaunya sendiri, tanpa memfikirkan dampak yang
ditimbulkan dari perilakunya terhadap susunan kehidupan disekitarnya.
Dalam
konteks ini maka diperlukannya pendidikan akhlak terhadap penanaman kebiasaan
atau adab yang baik. Karena semakin lama perubahan dalam perilaku manusia
selalu dan terus berkembang. Dan nilai-nilai tersebut akan menjadi bekal dalam
menjalanai kehidupan di masyarakat yang memiliki nilai-nilai yang sangat
penting terutama dalam berinteraksi dengan sesama manusia
B.
Pengertian Adab Bertetangga
Manusia
adalah makhluk sosial yang dalam interaksi kehidupannya tidak bisa terlepas
dari campur tangan orang lain. Jadi dikatakan mustahil jika manusia itu bisa
hidup sendiri didunia ini. Seperti dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya sudah
pasti manusia membutuhkan bantuan dari orang lain. Dan tetangga adalah orang
terdekat dengan rumah kita.
Adab
bertetangga adalah suatu tindakan yang dilakukan ketika berinteraksi dengan
orang terdekat atau yang disebut dengan tetangga, baik itu dalam bentuk ucapan
lisan seperti menyapa atau mengucapkan salam maupun dalam bentuk perilaku atau
tindakan fisik. Adab tersebut sudah semestinya dilandasi dengan pendidikan atau
menanaman akhlak yang baik. Dalam agama islam kaitan akhlak dengan keimanan
seseorang tidak bisa terlepaskan antara keduanya. Hal tersebut sudah
terceminkan dalam diri rasul dalam pengarahan-pengarahannya terkait akhlak.[1]
Dalam
islam kata tarbiyah digunakan dalam istilah pendidikan. Dalam istilah tarbiyah
tersebut mengandung banyak arti seperti membentuk, mendedikasi, mengarahkan,
mengajarkan, memperbaiki, mengatur dan masih banyak lagi. Pendidikan pertama
diperoleh dari keluarga dan guru pertama adalah ibu.[2]
Nilai pendidikan yang perlu ditanamkan yaitu nilai akidah. Pelaksanaan
pendidikan islam bertujuan membentuk karakter yang religius sehingga dapat
mencerminkan kepribadian yang baik dan sesuai dengan nilai-nilai ajaran islam.[3]
Nilai tersebut mengajarkan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
senantiasa menjadikan manusia terawasi gerak geriknya oleh penciptanya. Seperti
dalam suatu hadis yang berarti,” orang mukmin yang paling sempurna imannya
adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. Abu Dauwud dan Tirmidzi).[4]
Menurut
imam al Ghazali, adab bertetangga yaitu mendahului berucap salam, tidak
berlama-lama berbicara, tidak banyak mengajukan pertanyaan, menjenguk tetangga
yang sedang sakit, berbela sungkawa ketika terdapat tetangga tertimpa musiabah,
ikut bergembira demi kegembiraan tetangga, berbicara yang baik terhadap
anak-anak dan pembantunya, memaafkan kesalahan tetangga, meminta dan memberikan
bantuan, menundukkan pandangan dengan maksud menghormati permintaan tetangga,
dan tidak terus-menerus memperhatikan fisik tetangga terutama terhadap tetangga
yang berlawan jenis.
Dalam
ajaran Islam setiap orang mempunyai hak tertentu dalam pemenuhannya. Salah
satunya yaitu hak mendapatkan rasa aman dan terlindungi. Begitupun dengan
tetangga yang kehadirannya dapat dikatakan setiap saat dekat dengan rumah kita.
Dari pemenuhan hak tersebut terdapat beberapa adab dalam bertetangga,
diantaranya yaitu mendahului atau membalas salam tetangga. Dengan memberikan
salam akan memperindah pendekatan terhadap tetangga kita. Tidak hanya itu
memberi salam juga merupakan suatu bentuk ibadah dan dapat menciptakan banyak
manfaat dalam nilai-nilai kehidupan.
Beberapa
ulama berpebdapat bahwa mengucapkan salam dan meminta izin disyariatakan dalam
al Quran dan as sunnah. Permintaan izin dan pengucapan salam merupakan sutu
bentuk adap dan menghargai keberadaan tetangga. Meskipun demikian, masih
terdapat selisih pendapat tentang perkara tersebut. Apakah yang didahulukan
salam kemudian meminta izin atau meminta izin kemusian memberi salam. Namun
masalah tersebut dapat terjawab dalam adab memberi salam terlebih dahulu
kemudian diikuti dengan permintaan izin.[5]
Kedua,
tidak berlama-lama ketika sedang berbicara. Berinteraksi langsung seperti
berbicara merupakan suatu kebutuhan pokok manusia dalam bermuamalah dan menjaga
adab terhadap tetangga, namun ketika porsinya terlalu berlebihan justru malah
akan menimbulkan hal-hal yang kurang baik. Misalnya, karena terlalu lama
berbicara bukannya merasa terpenuhi hak dari tetangga kita malah sebaliknya,
tetangga merasa bosan atau jenuh karena terlalu panjangnya pembicaraan sehingga
menyita waktu tetangga yang seharusnya ia pergunakan untuk kegiatan lain.
Selain itu seseorang yang terlalu lama dan terlalu asik dalam berbicara atau
mengobrol bisa melakukan hal yang dilarang oleh Allah seperti menceritakan
keburukan orang. Bukannya bernilai ibadah justru malah bernilai dosa.
Ketiga,
menjenguk tetangga yang sakit. Apabila terdapat kerabat atau tetangga yang
sakit, maka kita berkewajiban untuk menjenguknya. Pemenuhan atas hak tersebut
akan menjaga jalinan peraudaraan dan memberikan motivasi penyembuhan kepada
tetangga yang sakit. Bukankah manusia makhluk sosial, jadi dalam beraktifitas
tidak bisa terlepas dari campur tangan orang lain.
Keempat,
berbela sungkawa ketika tetangga mengalami musibah. Akhlak yang baik akan
mencerminkan perilaku yang baik pula. Jika orang-orang dilingkungan kita sedang
tertimpa musibah sebagai orang yang beriman sudah semestinya kita ikut
berbelasungkawa. Tidaklah pantas ketika tetangga kita sedang tertimpa musibah,
kita justru malah asik dan bersenang-senang sendiri dirumah kita.
Kelima,
berbicara yang baik. Ketika berbicara dengan tetangga pilihlah bahasa yang
halus dan baik. Hal tersebut merupakan adab karena lisan yang tidak dijaga
dengan kata-kata yang baik akan melontarkan kata-kata yang dapat melukai
perasaan lawan bicaranya, tidak hanya menyakiti perasaan tetangga saja, hal
tersebut juga bisa membawa kepada kebinasaan.
Dari
beberapa adab yang disebutkan diatas, masih banyak lagi adab-adab dalam
bertetangga yang perlu di jaga dan dijalankan dengan aturan norma agama dan
masyarakat yang ada. Apabila adab-adab tersebut penerapannya sudah terlaksana
sudah bisa ditebak pemenuhan hak tetangga sudah pasti terpenuhi.
C.
Implementasi Adab Bertetangga
Dalam
penerapannya perlunya diperlukan manajemet atau perencanaan. Hal tersebut
bertujuan terpenuhinya hak tetangga dan terciptanya kehidupan yang sesuai
dengan tujuan yang diinginkan. Selain perlunya perencanaan, penanaman
dasar-dasar pengetahuan perlu dilakukan. Penanaman nilai-nilai tersebut dapat
diperoleh dai kajian-kajian taklim dan forum pendidikan lainnya. Dengan begitu
kejelasan dalam melakukan adab bertetangga tidak akan salah dalam penempatannya
dan sesuai dengan porsinya masing-masing.[6]
Islam
sebagai ajaran yang sempurna mengajarkan nilai-nilai dedikasi dalam penerapan
segala aspek kehidupan. Dalam aspek bermasyarakat yaitu memberikan perilaku
baik terhadab tetangga atau sering disebut dengan adab bertetangga. Dalam adab
tersebut terdapat prinsip-prinsip yang tertanam didalamnya. Seperti, prinsip
persaudaraan, prinsip tolong menolong, dan prinsip melindungi.[7]
Penerapan
adab bertetangga tidak hanya dilihat dari segi agama saja, adab tersebut pun
banyak terdapat dalam interaksi adat dan budaya dalam kehidupan bermasyarakat.
Seperti dalam daerah bumi lampung, dalam ajaran-ajaran yang ditanamkan adat
lampung banyak terdapat kesamaan dengan adab bertetangga yang diajarkan oleh
agama islam. Penerapan adab tersebut dapat terealisasi dengan baik ketika
perpaduan antara adat dengan ajaran dan tuntunan islam dipadukan dengan baik
dan berjalan beriringan antara satu dengan lainnya. Hal tersebut menandakan
keberhasilan dalam menciptakan lingkungan yang beradab antar tetangga dan
menciptakan kerukunan serta kenyamanan dalam lingkungan tempat tinngal.
D.
Kesimpulan
Adab
bertetangga adalah suatu tindakan yang dilakukan ketika berinteraksi dengan
orang terdekat atau yang disebut dengan tetangga, baik itu dalam bentuk ucapan
lisan seperti menyapa atau mengucapkan salam maupun dalam bentuk perilaku atau
tindakan fisik. Adab tersebut sudah semestinya dilandasi dengan pendidikan atau
menanaman akhlak yang baik.
Menurut
imam al Ghazali, adab bertetangga yaitu mendahului berucap salam, tidak
berlama-lama berbicara, tidak banyak mengajukan pertanyaan, menjenguk tetangga
yang sedang sakit, berbela sungkawa ketika terdapat tetangga tertimpa musiabah,
ikut bergembira demi kegembiraan tetangga, berbicara yang baik terhadap
anak-anak dan pembantunya, memaafkan kesalahan tetangga, meminta dan memberikan
bantuan, menundukkan pandangan dengan maksud menghormati permintaan tetangga,
dan tidak terus-menerus memperhatikan fisik tetangga terutama terhadap tetangga
yang berlawan jenis.
Dari
uraian diatas dapat diambil simpulan bahwa pentingnya menjaga adab terutama
adab bertetangga. Karena kondisi jasmani dan rohani yang sehat tercipta dari
dedikasi akhlak dan penanaman nilai-nilai baik dalam diri seseorang tersebut.
E.
Referensi
Aih
Kemal Mustofa, Asep Muhyiddin, dan Nase. “Manajemen Majelis Taklim dalam
Mningkatkan Fungsi Masjid.” Tadbir Jurnal ManajemenDakwah 2, no. 1
(t.t.): 2017.
Ibrahim
Bafadhol. “Pendidikan Akhlak dalam Perspektif Islam.” Jurnal Edukasi Ialam
Islam 6, no. 12 (2017).
Muhamad
Husni. “Pendididkan Islam dalam Membangun Etika Peradaban sebuah Kajian
Diskurtif.” Edureligia 2, no. 1 (t.t.): 2018.
Nur
Setiawati. “Tantangan Dakwah dalam Perspektif Kerukunan Antar Umat Beragama.” Jurnal
Dakwah Tabligh 13, no. 2 (2012).
Rohmansyah.
“Pendidikan Akhlak Bermasyarakat dalam Perspektif Hadis Nabi.” Edukasi
5, no. 2 (2017).
Sulaiman.
“Penguatan Prophetic Parenting di Majlis Taklim Khairun Nisa Kelurahan
Tambakejo Kecamatan Gayamsari Semarang.” Dimas 14, no. 1 (2014).
[1] Ibrahim
Bafadhol, “Pendidikan Akhlak dalam Perspektif Islam,” Jurnal Edukasi Ialam
Islam 6, no. 12 (2017): 45.
[2] Sulaiman,
“Penguatan Prophetic Parenting di Majlis Taklim Khairun Nisa Kelurahan
Tambakejo Kecamatan Gayamsari Semarang,” Dimas 14, no. 1 (2014): 74.
[3] Muhamad
Husni, “Pendididkan Islam dalam Membangun Etika Peradaban sebuah Kajian
Diskurtif,” Edureligia 2, no. 1 (t.t.): 28.
[5] Rohmansyah,
“Pendidikan Akhlak Bermasyarakat dalam Perspektif Hadis Nabi,” Edukasi
5, no. 2 (2017): 32.
[6] Aih
Kemal Mustofa, Asep Muhyiddin, dan Nase, “Manajemen Majelis Taklim dalam
Mningkatkan Fungsi Masjid,” Tadbir Jurnal ManajemenDakwah 2, no. 1
(t.t.): 25.
[7] Nur
Setiawati, “Tantangan Dakwah dalam Perspektif Kerukunan Antar Umat Beragama,” Jurnal
Dakwah Tabligh 13, no. 2 (2012): 261.
Comments
Post a Comment