Jurnal Adab Dalam Berpakaian Dalil Dan Hikmah Berpakain Sopan
Disusun Oleh :
Despita Dwi Saputri
Despita Dwi Saputri
Institut Agama Islam Negeri Metro
Jl, Ki Hajar Dewantara 15a Iringmulyo, Kota
Metro, Lampung, Indonesia, 34112
A.
Pendahuluan
Pakaian merupakan penutup bagi manusia yang dimaksud penutup yaitu
penutup aurat yang telah disyari’atkan oleh agama. Selain itu
pakaian juga sebagai pelindung manusia dari teriknya matahari yang mana
dijelaskan dalam kitab fathul Qorib bahwa teriknya matahari bisa merusak
kulit atau menjadi kulit sakit. Untuk itu tubuh wanita perlu adanya
perlindungan.
Didalam agama Islam juga membahas mengenai adab-adab atau tata karma
berpakaian yaitu berpakain haruslah sopan, didalam kitab fiqih menjelaskan
tentang batasan aurat yaitu aurat laki-laki antara pusar sampai dengan kedua
lutut kaki sedangkan aurat perempuan adalah semua anggota badan kecuali muka
dan kedua telapak kaki.
Setiap daerah memiliki adat berpakaina masing-masing yang tentunya juga
sudah diatur oleh hukum adatnya masing-masing. Setiap daerah juga mengajarkan
cara berpakain yang sopan dan baik, karena begitu pentingnya menjagaa aurat
dalam berpakaian maka banyak dalil-dalil pula yang membahas mengenai adab
berpakaian. Akan tetapi ditengah-tengah masyarakat saat ini banyak sekali
model-model tentang baju, pada saat ini secara tidak sadar Indonesia telah
dijajah oleh luar negeri salah satunya dengan cara berpakaian yang meniru gaya
luar negeri banyak yang bernilai negative. Banyak masyarakat mengagumi pakaian-pakaian
ala kebarat-baratan padahal mereka tidak sadar bahwa sedang dijajah orang barat
dengan cara halus seperti itu.
Dengan mengikuti syari’at dengan benar maka akan di tunjukan jalan yang
berar pula oleh Allah SWT.
B.
Pengertian Akhlak Berpakaian
Menurut KBBI, pakaian berarti barang yang
biasa dipakai oleh seseorang, berupa jaket, celana, sarung, selendang,
kerudung, baju, serban dan lain sebagainya. Menurut istilah, pakaian adalah
segala sesuatu yang dipakai oleh seseorang dalam berbagai model, berupa
pakaian, celana, srarung dan lain sebagainya.
Yang dimaksud dengan etika dalam berpakaian
adalah kumpulan norma atau aturan yang didasarkan pada konteks budaya atau adat
yang berkembang pada masyarakat yang didasarkan pada nilai-nilai religius agama
Islam. Jadi ketika seorang yang religius haruslah menggunakan pakaian yang
sesuai dengan aturan agama dan sesuai dengan syariat.[1]
Sedangkan dalam agama, berpakaian lebih
condong kepada kewajiban seseorang dalam menutup auratnya yang sesuai dengan
syara’ dan ketentuan untuk beribadah. Aurat laki-laki yaitu dari pusar hingga
ke lutut. Sedangkan aurat perempuan adalah semua anggota badan kecuali telapak
tangan dan muka.[2]
Bentuk akhlak berpakaian dalam Islam terbagi menjadi dua, yaitu:
1.
Pakaian untuk menutupi aurat
Agama Islam menganjurkan kepada setiap
pemeluknya agar berpakaian yang sopan dan menutup aurat. Dalam konteksnya,
pakaian tidak harus mewah, asalkan sopan dan menutup aurat sudah memenuhi
persyaratan untuk digunakan dalam beribadah. Karena salah satu syarat sah solat
adalah menutup aurat. Pada dasarnya tidak perbedaan pendapat dikalangan ulama
mengenai kewajiban menutup aurat. Akan tetapi perbedaan pendapat tersebut
membahas mengenai batas-batas aurat laki-laki dan perempuan.
Kalangan ulama menyepakati bahwa anus dan
kemaluan adalah bagian dari aurat. Akan tetapi mereka bersepakat bahwa pusar bagi
laki-laki bukanlah bagian dari aurat. Golongan para ulama berbeda pendapat
mengenai aurat yang terletak antara pusar sampai lutut. Sebagian ulama Maliki,
berpendapat bahwa aurat laki-laki adalah qubul dan dubur. Selain itu bukanlah
menjadi aurat bagi laki-laki. Sedangkan sebagian jumhur ulama Syafi’iyah,
mayoritas Malikiyah dan Hambali bersepakat bahwa aurat laki-laki yaitu pusat sampai
dengan lutut.
Sedangkan aurat wanita, jumhur ulama
bersepakat bahwa ketika shalat aurat wanita wajib ditutup sumua kecuali telapak
tanga dan muka. Karena kedua anggota tersebut merpakan anggota tubuh yang boleh
terlihat.
Sedangkan Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa Abu
Hanifah membolehkan telapak kaki perempuan boleh tampak ketika shalat. Karena
dua telapak kaki bukanlah bagian dari punggung kaki, hal ini sesuai dengan
pertanyaan yang diajukan oleh Ummi Salmah tentang bolehnya melaksanakan shalat
hanya dengan baju dan kerudung.
Sedangkan batas aurat wanita ketika diluar
shalat harus dibedakan, antara dengan muhrim dan non muhrim. Ada perbedaan
pendapat dikalangan ulama mengenai hal ini. Syafi’iyah berpendapat bahwa batas
aurat perempuan dengan muhrimnya adalah antara pusar sampai lutut. Selain
bagian tubuh tersebut boleh dilihat oleh muhrimnya dan oleh sesama wanita. Ada
pendapat lain yang mengatakan bahwa semua bagian dari tubuh seorang wanita
adalah aurat. Baik bagi muhrimnya atau bagi semua orang.[3]
Sedangkan menurut Imam Syafi’i dalam kitab
Ingatanut Thalibin, aurat perempuan adalah:
a. Aurat wanita ketika melaksanakan shalat wajib ditutupi seluruh anggota tubuhnya, kecuali telapak
tangan dan muka.
b. Aurat wanita diluar shalat adalah yang menjadikan laki-laki ajnabi
memandang, maka seluruh tubuh termasuk wajah dan telapak tangan.
c. Konsep aurat wanita ketika diluar sholah adalah sama dengan aurat wanita
ketika melaksanakan shalat, yaitu seluruh tubuh kecuali telapak tangan dan muka.
d. Aurat wanita wajib ditutupi seluruhnya, baik dalam keadaan shalat maupun
tidak shalat.[4]
2.
Pakaian merupakan perhiasan
Dalam kaitannya sebagai perhiasan, manusia
diberikan kebebasan untuk mengekspresikan diri dalam berbagai model dan bentuk
pakaian, sesuai dengan fungsi dan momentumnya. Asalkan model yang digunakan
tidak bertentangan dengan syariat agama Islam.
Namun Allah swt. Memberikan batasan kepada
makhluknya dalam kebebasan berpakaian, ini terdapat dalam firmannya yang
artinya:
“Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya kami telah
menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasanmu. Tetapi
pakaian takwa, itu yang lebih baik. Demikianlah sebagai tanda-tanda kekuasaan
Allah, mudah-mudahan mereka ingat.” (QS. Al-A’raf: 26)
3.
Sebagai pelindung tubuh
Sejatinya fungsi pakaia adalah untuk melindugi
tubuh dari lingkungan lura, seperti panas, dingin, anin kencang dan sebagainya.[5]
Persoalan fashion atau busana umumnya
mengundang kontroversi dibebagai kalangan. Banyak sekali umat Islam pada zaman
sekarang yang menggunakan busana tetapi tidak mempertimbangkan dampak yang akan
terjadi. Mereka lebih mengutamakan trend sosial dibandingkan mengedepankan
fungsi pakaian dalam agama Islam. Banyak trend fashion yang jika dilihat
sepintas islami, berjilbab, tetapi pakaian yang mereka gunakan justru mengumbar
aurat. Seperti menggunakan pakaian yang sangat ketat sehingga membentuk lekuk
tubuh. Hal itu justru menimbulkan banyak sekali kemudhorotan.
Agama Islam sangat melarang pemeluknya untuk
mengumbar aurat. Secara logis jika seorang wanita memperlihatkan bagian
tubuhnya kepada orang lain saja dilarang, apalagi sampai mengumbar bagian
tubuhnya kepada khalayak. Ini adalah salah satu perbuatan yang dapat
mendekatkan kepada zina.
C.
Contoh Berpakaian
Pakaian adalah salah satu bahan sandang pokok
atau kebutuhan primer bagi semua orang selain makanan dan tempat tinggal. Dalam
adat, gaya pakaian seorang mencerminkan kedudukan atau peribadi seseorang. Oleh
karena itu, seseorang harus memperhatikan cara bepakaiannya agar tidak
dipandang sebelah mata dan merasa malu.
Akan tetapi, dalam Islam pakaian bukanlah
semata-mata sesuatu yang dipakai berkenaad dengan budaya atau mode. Dalam Islam
pakaian lebih cenderung kepada hakikat fungsinya, yaitu menutup aurat. Begitu hebatnya
pengaruh budaya dan perkembangan zaman terhadap cara berpakaian seseorang.
Sehingga mereka lupa hakikat dan fungsi pakaian yang sebenarnya.
Agama Islam mengatur gaya berpakaian seseorang
tidaklah harus mewah dan mahal. Pakaian dalam Islam mempunyai tiga fungsi,
yaitu:
1.
Sebagai penutup aurat.
2.
Sebagai perhiasan. Maksudnya yaitu pakaian
digunakan sebagai perhiasan untuk memperindah penampilan seseorang dihadapan
Allah dan orang lain.
3.
Sebagai pelindung tubuh dari bahaya lingkungan
disekitar kita.[6]
Dr. Muhammad Batlajiy mengemukakan etika
berpakaian bagi seorang perempuan yang sesuai dengan syariat adalah sebagai
berikut:
1.
Hendaknya pakaian seorang wanita itu tidak
mencolok dan tidak mengundang perhatian dan syahwat orang yang memandangnya,
terutama kaum laki-laki.
2.
Hendaknya pakaian yang digunanakan tidak
ketat, sehingga tidak membentuk lekuk tubuh.
Tujuan menggunakan pakaian yang longgar adalah
menghindari dari ketergodaan. Walaupun sempit tetapi pakaian terbuat dari bahan
tebal itu tetap saja dilarang oleh agama Islam. Karena tetap saja menampakkan
bentuk lekuk tubuh walaupun terbuat dari bahan yang tebal. Wanita juga dilarang
menggunakan pakaian sempit yang sama dengan warna kulitnya. Karena sama saja
hakikatnya, dapat menimbulkan kemudorotan karena dapat disamakan dengan
telanjang. Ini lebih parah dan mendapat dosa besar dibandingkan mengguanakan pakaian
mini lagi transparan.
3.
Hendaknya pakaian yang digunakan terbuat dari
bahan atau kain yang tebal, sehingga tidak tembus pandang.
4.
Ketika menggunakan parfum dianjurkan
secukupnya saja, sehingga tidak mengundang atau merangsang orang yang mencium
baunya.
Banyak sekali hadits yang melarang penggunaan
parfum bagi seorang waita. Hal ini bertujuan untuk menjaga dari hal yang dapat
menimbulkan kemudhorotan. Seorang yang pergi ke masjid dengan menggunakan
parfum sangat dilarang oleh agama, karena dapat menimbulak hilangnya niat
seorang dalm beribadah dan mengganggu kekhusyukan serta menimbulkan syahat bagi
lawan jenis. Apalagi wanita yang keluar rumah dengan pakaian yang tidak seduai
dengan syariat agama islam dan tidak menutup aurat, maka rawan sekali menjadi korban
pelecehan dan tindak kriminal dari orang-orang tetrtentu. Karena tidak kuat
menahan syahwat mereka melihat perempuan yang demikian rupa.
Mengenai hal ini, dikatakan dalam sebuah
hadits, “Telah mengabarkan kepada kami Ismail bin Ma’sud berkata menceritakan
kepada kami khalid menceritakan kepada kami Tsabit, dan dia Ibn ‘Imarah dari
Gunaim bin Qais dari al-Asy’ari bahwa Rasulullah bersabda: Seorang wanita,
siapapun dua, jika dia keluar dari rumah dengan memakai wangi-wangian, lalu
melewati kaum laki-laki agar mereka mencium bau wanginya, maka wanita itu
adalah seorang pezina.” (HR. An-Nasa’i)
5.
Hendaknya menggunakan pakaian yang sesuai
tuntunan agama, tanpa harus meniru pakaian yang digunakan orang non muslim.
Adapun contoh cara berpakaian bagi adat Lampung yakni
dengan sopan, sopan dalam segala hal sehari-hari maupun ketika menghadiri
acara-acara adat tertentu. Didalam adat Lampung ada sebuah istilah yang
dinamakan dengan pesegiri, pesegiri merupakan semua nilai-nilai hukum atau
aturan yang ada didalam adat lampung, bisa disebut juga dengan hukum adat
cepalo.
Dilarang juga wanita menggunakan pakaian seperi orang
wanita kafir atau serupa dengan pakaian pria. Ummu Salam menjelaskan mengenai
lima alasan diharamkannya menggunakan pakaian ini:
a.
Tasyabuh dengan orang kafir, karena pakaian
ini berasal dari mereka.
b.
Membuka aurat atau menampilkan aurat
seseorang.
c.
Wanita yang menggunakan pakaian jenis ini
adalah mayoritas wanita yang tidak punya malu dan fasik.
d.
Terlalu banyak menghamburkan uang dengan
membeli pakaian yang mewah, namun tidak sesuai dengan syariat agama Islam.
e.
Mayoritas pemakainya tergolong kedlam orang
yang sombong, karena bangga jika menggunakan pakaian dengan harga mahal, model
bagus dan mewah.
6.
Hendaknya pakaian yang digunakan sesuai qodrat
bagi perempuan, bukan pakaian yang menyerupai pakaian laki-laki.[7]
D.
Dalil Berpakaian
Banyak Tren atau model yang terbaru apabila
muncul didalam kehidupan sehari-hari mengenai pakaian tidaklah dilarang didalam
Islam, akan tetapi dari hal tersebut masih dibutuhkan suatu arahan yang baik.[8] Mengenai berbusana yang baik meski sudIslam secara khusus
memberikan rambu-rambu atau aturan dalam berpakaian. Beberapa rambu-rambu atau
aturan dalam berpakaian yang sesuai dengan agama Islam adalah sebagai berikut:
1.
Pakian wanita ketika diluar rumah.
a.
Wanita dilarang untuk tabarruj (menampakkan
segala sesuatu yang bisa megundang syahwat, termasuk berjalan dengan
berlengak-lenggok).
Allah swt. Berfirman : “Dan janganlah kamu berhias dan
bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu”. (QS. Al-Ahzab:
33).
Dan dalam sebuah hadits Rasulullah melarang setiap wanita
yang sudah baligh keluar ruman tanpa menutup auratnya. Karena aurat adalah
perhiasan wanita yang wajib mereka tutupi ketika sudah dewasa.
b.
Menampakkan semua atau sebagian tubuhnya.
Seperti wajah, kedua telapak tangan dan lengan. Termasuk menampakkan perhiasan
yang melekat pada diri wanita. Seperti gelang, kalung dan cincin. Karena
sejatinya semua bagian tubuh wanita adalah aurat, oleh karena itu kita dilarang
untuk menampakkan anggota tubuh kita terhadap lain jenis. Bahkan ada beberapa
bagian tubuh tertentu yang tidak boleh diperlihatkan kepada sesama wanita,
karena juga termasuk aurat.
c.
Berlenggak lenggok ketika berjalan.
Hal ini dilarang oleh agama Islam. Jika seorang wanita
berjalan dengan berlenggak secara tidak langsung menunjukkan lekuk tubuh dan
bentuk tubuhnya. Hal itu adalah salah satu bentuk tidakan mengumbar aurat,
walaupun tidak menampakkan tubuhnya. Hal tersebut akan menimbulkan banyak
sekali kemudhorotan karena mengundang syahwat bagi laki-laki yang melihatnya,
dan dapat menimbulkan fitnah.
d.
Wanita berpakaian mini.
Menggunakan pakaian yang membentuk lekuk tubuh jelas
sangat dilarang, apalagi seorang wanita berpakaian sampai memperlihatkan
auratnya. Ini adalah satu bentuk dosa besar dan perbuatan mendekatkan kepada
zina.
e.
Wanita berpakaian membentuk lekuk tubuh.
Inilah yang dikatakan sebagai seseorang berpakaian, namun
hakatnya adalah telanjang. Kerena menggunakan pakaian yaang sangat ketat
sehingga membentuk lekuk tubuh pemakainya. Seharusnya muslimah jika bepergian
keluar rumah menggunakan pakaian yang sopan dan menutup aurat. Karena yang
berhak melihat aurat perempuan hanyalah suaminya.
f.
Pakaian yang menjulur panjang sampai kebawah,
akan tetapi bahan yang digunakan sangat tipis sehingga bagian tubuh tertentu
seorang wanita terlihat. Hal ini uga dilarang oleh agama. Dalam sebuah hadits
riwayat Muslim dijelaskan bahwa wanita dalam golongan yang memakai busana
seperti ini adalah golongan yang masuk neraka. Bahkan tidak dapat mencium
baunya surga. Padahal baunya surga dapat tercium dari jarak yang sangat jauh.[9]
2.
Syarat pakaian wanita jika diluar rumah atau
dihadapan lelaki yang bukan mahramnya.
Dalam menggunakan pakaian, wanita dituntut
untuk dapat memenuhi kriteria persyaratan yang digunakan sesuai agama Islam.
Jika salah satu saja tidak dipenuhi dan tidak syar’i, maka termasuk tabarruj
dan mendapat dosa.
Al-Lajnah ad-Dainah pernah ditanya apakah
boleh perempua keluar rumah dengan menggunakan perhiasan, wewangian yang
belebih serta make up yang berlebihan. Maka dijawab olehnya, bahwa hal tersebut
tidak diperbolehkan dalam agama Islam.
Syaikh Abdun Aziz bin Baz pernah ditanya
mengenai perempuan yang keluar rumah menggunakan pakaian sejenis kerudung yang
menjulur dari kepala hingga kebawah menutupi kaki dengan penuh motif dan hiasan. Beliau
menjawab bahwasanya hal tersebut merupakan bentuk dari tabarruj. Dan seharusnya
tidak dilakukan oleh wanita muslimah.
Allah swt. Berfirman : “Dan janganlah
mereka menampakkan perhiasanya kecuali yang biasa nampak darinya. Hendaklah
mereka menutupkan kain kerudung kedadanya, dan janganlah menampakkan
perhiasannya kecual kepada suami atau ayah mereka”.
Yang perlu diingat disini bahwasanya pakaian
wanita selain yang berwarna putih dan hitam bukanlah termasuk ke dalam
perhiasan. karena sejatinya seorang muslimah boleh menggunakan pakaian yang
berwarna selain putih dan hitam, karena warna hitam bukanlah syarat pakaian
wanita muslimah, walaupun lebih afdal jika muslimah memakai pakaian dengan
warna hitam.
Al-Ghazali selalu menegaskan, bahwa agar anak
laki-laki diajarkan untuk menyukai oakaian berwarna putih saja. Bukan yang
berwarna lain atau yang terbuat dari sutera. Sebab, pakaian yang seperti itu
hanyalah untuk kaum perempuan, jika seorang laki-laki memakai kain seperti itu
diibaratkan seperti banci.[10]
Adapun dalil didalam Alquran menjelaskan
juga mengenai aurat dan baju yang seharusnya baik dilakukan yaitu didalam
Alquran, QS. An-Nur: Ayat 31.
Katakanlah kepada wanita yang beriman:
"Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah
mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan
perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami
mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau
saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka,
atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau
budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah,
Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”
ayat tersebut berisi tentang larangan tegas
kepada manusia untuk benar benar menjaga auratnya, menjaga pandangannya. Disitu
menjelaskan boleh memperlihatkan aurat hanya dengan muhrim dan saudara bukan
orang lain.
E.
Hikmah dari Berpakaian Sopan
Di zaman modern saat ini yang menjadi busana
kerja para wanita karir dan mahasiswa jauh sekali dari ketentuan syariat agama
Islam. Karena tuntutan pekerjaan mereka rela berbusana tidak sesuai dengan
syariat agama islam bahkan sampai mengumbar aurat mereka. Namun tidak semua
wanita karir berperilaku sedemikian rupa. Ada sebagian perusahaan mewajibkan para
pekerja wanita untuk menutup aurat, kebanyakan dari perusahaan yang menerapkan
peratura seperti ini adalah yang bergerak dalam bidang keagamaan.[11]
Rambut adalah salah satu aurat bagi permpuan
yang harus ditutupi. Banyak sekali model dan bentuk jilbab yang beredar di
sekitar kita. Namun hal yang sangat miris adalah model dan bentuk jilbab yang
tidak sesuai dengan syariat agama Islam. Banyak sekali wanita zaman sekarang
yang memakai jilbab bukan sebagai sarana dalam melaksanakan perintah agama,
namun justru mengedepankan trend dan model fashion. Akibatnya jilbab pada era sekarang kehilangan
makna religiusnya. Gaya hidup yang glamor serta masuknya banyak sekali pengaruh
budaya non mulim yang menjadi salah satu sebab pemicu terjadinya fenomena ini.
Di dalam agama Islam, ada beberapa ketentuan
dan syarat yang harus diperhatikan oleh perempuan. Terutama masalah pemakaian
jilba sebagai sarana penutup aurat.
1.
Jilbab yang dikenakan dijulurkan menutup dada
Banyak sekali kita melihat baik remaja ataupun
orang tua menggunakan jilbab tidak sesuai dengan anjuran agama. Karena pengaruh
trend busana dan gaya berpakaian mereka mengabaikan perintah ini. Banyak sekali
model dalam memakai jilbab yang berkembang, akan tetapi sangat sedikit yang
sesuai dengan syariat agama Islam.
Para ahli fikih menyepakati kewajiban menutup
aurat bagi seorang perempuan dari sisi yang berhadapan (depan, belakang, kiri,
dan sisi kanan). Namun dalam kalangan ulama terdapat perbedaan pendapat
mengenai kewajban menutup aurat dari sisi atas dan bawah. Ulama Malikyah,
Hambaliyah dan sebagian dari ulama madhab Syafi’iyah berpendapat bahwa aurat
wajib ditutup dari semus sisi (kanan, kini, atas, dan bawah). Yang kedua adalah
sebagian dari ulama madzhab Syafi’iyah dan Hanafiyah berpendapat bahwa
seseorang disyariatkan menutup auratdari semua sisi, akan tetapi tidak
diwajibkan menutup aurat dadi sisi bawah. Sebab menutup aurat dari sisi bawah
adalah suatu hal yang sulit. Oleh karena itu, mereka beranggapan bahwa menutup
aurat dari bawah ada rukhsah atau keringanan.
Seperti ketika seseorang shalat menggunakan
sarung, ketika sujud terlihat bata auratnya yaitu lutunya. Karena ini adalah
bentuk rukhsah atau keringanan maka shalat tersebut tetap sah, tanpa perlu
diulang lagi.
Yang ketiga adalah ulama Hanafiyah, menurut
pendapatnya dan Imam Malik dalam salah satu pendapatnya wajib menutup aurat
dari segala sisi, kecuali bagian atas dan bawah.[12]
2.
Terbuat dari bahan yang tidak tembus pandang
Banyak sekali bentuk jilbab yang beredar,
namun sayangnya terbuat dari bahan yang tipis. Sehingga bentuk dan warna rambut
seseorang terlihat. Padahal sejatinya fungsi jilbab sama dengan pakaian. Yaitu
untuk menutupi bagian tubuh tertentu.
3.
Tidak banyak menggunakan motif aksesoris yang
mewah
Dikhawatirkan jika penutup aurat kita terbuat
dari bahan yang glamor serta mahal akan menimbulkan sifat sombong dan riya’
dalam diri seseorang. Sehingga niat memakai jilbab bukanlah sebagai bentuk
ketaatan melaikan ajang pamer kepada orang lain.[13]
4.
Tidak membentuk punuk unta.
Dalam kajian hadis, makna rambut yang menyerupai punuk
unta adalah:
a.
Dalam pendapat an-Nawawi ra mengatakan, yag
dimaksud dengan punuk unta adalah membesarkan kepala dengan kain penutup atau
selendang atau jilbab dan selain yang bisa dilipat diatas kepala mereka
sehingga membentuk punuk unta.
b.
Dalam pendapat al-Maziri yang dimaksud dengan
punuk unta yaitu memandang kepada laki-laki tanpa menundukkan pandangannya.
c.
Dalam pendapat
al-Qadhi ‘Iyadh, yang dimaksud dengan punuk unta yaitu menggulung rambut
atau mengepang rambut dan mengikatnya keatas dan mengumpulkan kepangan rambut
ditengah kepala, maka bentuk ini menyerupai bentuk punuk yang ada pada unta.[14]
Hikmah berpakain yaitu diantaranya:
1.
Pakaian Sebagai Penutup Aurat
Kata aurat berarti onar, aib, tercela. Maksud
buruk disini bukanlah hal yang berasal dari diri seseorang, melainkan buruk
karena ada unsur lain yang mempengaruhi, seperti pakaian. Agama telah
menjelaska tentang batas-batas aurat bagi laki-laki dan perempuan.
2.
Pakaian Sebagai Perlindungan (Takwa)
Dalam konteks ini, pakaian adalah busana yang
melindungi kita. Melindungi dari pengaruh cuaca, atau hal yang lainnya. Namun
dalam konteks ketaqwaan, pakaian adalah busana yang menjadi penutup aurat kita.
Pakaian sebagai perwujudan ketaatan kita pada perintah agamauntuk menutup
aurat.
3.
Pakaian Sebagai Penunjuk Identitas
Seorang muslimdiharapkan mengenakan pakaian yang dapat
menunjukka identitasnya sebagai umat yang taat pada agama. Islam tidaklah menentukan model pakaian
tertentu. Akan tetapi islam menentukan syarat pakaian yang baik, yang dapat
digunakan untuk menutup aurat sesuai dengan syari’at.[15]
F.
Kesimpulan
Dari pembahasan yang ada diatas dapat di tarik
kesimpulan bahwa berpakaian sangat
penting dalam kehidupan selain sebagai penutup juga sebagai perlindungan dan
ajaran islam yang disyari’atkan. Sedangkan menurut Imam Syafi’i dalam kitab Ingatanut
Thalibin, aurat perempuan adalah:
e. Aurat wanita ketika melaksanakan shalat wajib ditutupi seluruh anggota tubuhnya, kecuali telapak
tangan dan muka.
f. Aurat wanita diluar shalat adalah yang menjadikan laki-laki ajnabi
memandang, maka seluruh tubuh termasuk wajah dan telapak tangan.
g. Konsep aurat wanita ketika diluar sholah adalah sama dengan aurat wanita
ketika melaksanakan shalat, yaitu seluruh tubuh kecuali telapak tangan dan muka.
h. Aurat wanita wajib ditutupi seluruhnya, baik dalam keadaan shalat maupun
tidak shalat.
Dengan berpakain ada beberapa hikmahnya diantaranya
yaitu:
4.
Pakaian Sebagai Penutup Aurat
Kata aurat berarti onar, aib, tercela. Maksud
buruk disini bukanlah hal yang berasal dari diri seseorang, melainkan buruk
karena ada unsur lain yang mempengaruhi, seperti pakaian. Agama telah
menjelaska tentang batas-batas aurat bagi laki-laki dan perempuan.
5.
Pakaian Sebagai Perlindungan (Takwa)
Dalam konteks ini, pakaian adalah busana yang
melindungi kita. Melindungi dari pengaruh cuaca, atau hal yang lainnya. Namun
dalam konteks ketaqwaan, pakaian adalah busana yang menjadi penutup aurat kita.
Pakaian sebagai perwujudan ketaatan kita pada perintah agamauntuk menutup
aurat.
6.
Pakaian Sebagai Penunjuk Identitas
Seorang muslimdiharapkan mengenakan pakaian yang dapat
menunjukka identitasnya sebagai umat yang taat pada agama. Islam tidaklah menentukan model pakaian
tertentu. Akan tetapi islam menentukan syarat pakaian yang baik, yang dapat
digunakan untuk menutup aurat sesuai dengan syari’at.
Dan dalil-dalil tentang berpakaian sopan juga dijelaskan di dalam
Alquran yaitu:
"Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah
mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan
perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami
mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau
saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka,
atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau
budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah,
Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”
G.
Referensi
Akbar, Eliyyil. “Kebijaksanaan Syari’at Islam Dalam
Berbusana Islami Sebagai Pemenuhan Hak-Hak Anak Perempuan,” Musawa, XIV, no. 02
(2015).
Alifuddin, Muhammad. “Etika Berbusana dalam
Perpektif Agama dan Budaya,” Jurnal Shautut Tarbiyah, I, no. 1 (2014).
Fauzi, Ahmad. “Pakaian Wanita Muslimah dalam
Perspektif Hukum Islam,” IQTISHODIA, I, no. 1 (2016).
Habibah, Syarifah. “Sopan Santun Berpakaian Dalam
Islam,” Jurnal Pesona Dasar, II, no. 3 (2014).
Hidayat, Nur. “Pendidikan Karakter dan Etika
Berbusana,” Jurnal Pendidikan Universitas Garut, IX, no. 01 (2015).
Ilyas Ismail. “Peran Budaya BerpakaianMasyarakat
Dalam Mendukung Syari’at Islam Aceh.” Lentera 10, no. 1 (2010).
Ilyas, Musyifikah. “Memaknai Fashion Dalam Hukum
Islam,” al-Daulah, V, no. 1 (2016).
Iman, Nurul, dan Syamsul Arifin. “Kewajiban
Berbusana dan Pembentukan Jiwa Keagamaan Peserta Didik,” MUADDIB, V, no. 02
(2015).
Jasmani. “Hijab dan Jilbab Menurut Hukum Fikih,”
al-’Adl, VI, no. 2 (2013).
Mujiburrahman. “Kontribusi Guru PAI Dalam Pembinaan
Etika Berpakaian Islami Siswa SMAN Kota Sabang,” Islam Futura, XIV, no. 02
(2015).
Mustami, Ahmad. “Pendidikan Islam Dalam Peradaban
Industri Fashion,” Hunafa, XII, no. 01 (2015).
Setiawan, Eko. “Konsep Pendidikan Akhlak Anak
Perspekif Imam Ghazali,” Jurnal Pendidikan, V, no. 01 (2017).
Sudirman Sesse, Muhammad. “Aurat Wanita dan Hukum
Menutupnya Menurut Hukum Islam,” al-Maiyyah, IX, no. 02 (2016).
Yusra, Nelly. “Pendidikan Adab Berpakaian Wanita
Muslimah: Telaah Hadits Nabi Tentang Berpakaian,” Marwah, XII, no. 01 (2011).
Zein, Achyar, Ardiansyah, dan Firmansyah. “Konsep
Tabarruj Dalam Hadits: Studi Tentang Kualitas dan Pemahaman Hadits Mengenai
Adab Berpakaian Bagi Wanita,” AT-TAHDIS, I, no. 02 (2017).
Ismail, Ilyas. “Peran Budaya Berpakaian
Masyarakat Dalam Mendukung Syariat Islam Aceh,” Lentera, 10, no. 1 (2010).
[1] Muhammad
Alifuddin, “Etika Berbusana dalam Perpektif Agama dan Budaya,” Jurnal Shautut
Tarbiyah, I, no. 1 (2014): 83–84.
[2] Nurul
Iman dan Syamsul Arifin, “Kewajiban Berbusana dan Pembentukan Jiwa Keagamaan
Peserta Didik,” MUADDIB, V, no. 02 (2015): 142.
[3]Muhammad
Sudirman Sesse, “Aurat Wanita dan Hukum Menutupnya Menurut Hukum Islam,”
al-Maiyyah, IX, no. 02 (2016): 318–20.
[4] Eliyyil
Akbar, “Kebijaksanaan Syari’at Islam Dalam Berbusana Islami Sebagai Pemenuhan
Hak-Hak Anak Perempuan,” Musawa, XIV, no. 02 (2015): 161.
[5] Syarifah
Habibah, “Sopan Santun Berpakaian Dalam Islam,” Jurnal Pesona Dasar, II, no. 3
(2014): 66–68.
[6] Ahmad
Fauzi, “Pakaian Wanita Muslimah dalam Perspektif Hukum Islam,” IQTISHODIA, I,
no. 1 (2016): 53–55.
[8] Ilyas Ismail, “Peran Budaya
BerpakaianMasyarakat Dalam Mendukung Syari’at Islam Aceh,” Lentera 10,
no. 1 (2010).
[9] Achyar
Zein, Ardiansyah, dan Firmansyah, “Konsep Tabarruj Dalam Hadits: Studi Tentang
Kualitas dan Pemahaman Hadits Mengenai Adab Berpakaian Bagi Wanita,” AT-TAHDIS,
I, no. 02 (2017): 69.
[10] Eko
Setiawan, “Konsep Pendidikan Akhlak Anak Perspekif Imam Ghazali,” Jurnal
Pendidikan, V, no. 01 (2017): 49.
[11] Nur
Hidayat, “Pendidikan Karakter dan Etika Berbusana,” Jurnal Pendidikan
Universitas Garut, IX, no. 01 (2015): 70.
[12] Mujiburrahman,
“Kontribusi Guru PAI Dalam Pembinaan Etika Berpakaian Islami Siswa SMAN Kota
Sabang,” Islam Futura, XIV, no. 02 (2015): 272.
[14] Nelly
Yusra, “Pendidikan Adab Berpakaian Wanita Muslimah: Telaah Hadits Nabi Tentang
Berpakaian,” Marwah, XII, no. 01 (2011): 73.
[15] Ahmad
Mustami, “Pendidikan Islam Dalam Peradaban Industri Fashion,” Hunafa, XII, no.
01 (2015): 176–78.
Comments
Post a Comment