Jurnal Hukum Transaksi Perdagangan Via Elektronik (E- Commerce)( Jenis E- Commerce B2C dan C2C dalam Pandangan Islam)



Hukum Transaksi Perdagangan Via Elektronik (E- Commerce)( Jenis E- Commerce B2C dan C2C dalam Pandangan Islam)

Artika Dewi Silvia Ningrum
Institut Agama Islam Negeri Metro
Jl. Ki Hajar Dewantara 15a Iringmulyo, Kota Metro, Lampung, Indonesia, 34112

ABSTRAK
Perkembangan teknologi informasi saat ini tengah mengalami kemajuan yang sangat pesat.Perkembangan ini ternyata berdampak pada berbagai sektor kehidupan termasuk dalam dunia perdagangan.Salah satu bentuk dari penggunaan teknologi informasi yang sangat berkembang, paling berpengaruh dan paling luas cakupannya adalah e-commerce (Perdagangan Elektronik).Kemajuan di bidang perdagangan dengan hadirnya perdagangan e-commerce ini tentu perlu diikuti pula oleh perkembangan hukum yang mengatur mengenai masalah perdagangan melalui media internet.Perkembangan sarana teknologi dan informasi yang biasa disebut dengan dunia maya ini juga membawa pengaruh yang cukup besar terhadap pengaturan hukum nasional maupun internasional. Adapun yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah pengertian tentang Transaksi Perdagangan Via Elektronik (E- Commerce), mencari contoh kasus, perdagangan via elektronik dalam presepektif para ulama dan perspektif hukum Islam dan bagaiman pandangan kita dalam menanggapi Transaksi Perdagangan Via Elektronik (E- Commerce).  
E-commerce merupakan transaksi perdagangan barang dan jasa dengan menggunakan media elektronik yang memiliki keuntungan seperti keefektifan transaksi serta mampu melampaui perdagangan lintas batas negara.

Kata Kunci: Pengertian, Contoh Kasus, Dalam Perspektif Ulama, Dalam Perspektif Hukum Islam, Sikap Kita Dalam Menanggapi

ABSTRACT
The development of information technology is currently experiencing very rapid progress. This development turned out to have an impact on various sectors of life, including in the world of commerce. One form of the use of information technology that is highly developed, most influential and the most broad scope is e-commerce (Electronic Commerce) Progress in the field of trade with the presence of e-commerce trade certainly needs to be followed by the development of laws governing the issue of trade through internet media. The development of technological and information facilities commonly referred to as cyberspace also brings considerable influence on national legal arrangements. and international. As for the problem in this research is the understanding of Electronic Transactions (E-Commerce), looking for examples of cases, electronic commerce in the perspective of scholars and perspectives of Islamic law and how our views in responding to Electronic Via Transactions (E-Commerce) .
E-commerce is a trade in goods and services using electronic media that has advantages such as the effectiveness of transactions and is able to transcend cross-border trade.

Keywords: Understanding, Case Examples, In the Perspective of Ulama, In Perspective of Islamic Law, Our Attitude in Responding

A.           Pendahuluan
Manusia menurut Ilmuwan Islam Ibnu Khaldun, merupakan berkarakterdasar sebagai makhluk sosial dan berperadaban yang membutuhkan pergaulan sosial.  Sebagai makhluk sosial, manusia ikut serta menerima dan memberikan andil dalam kehidupan orang lain, saling berinteraksi untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mencapai kemajuan dalam hidupnya. Untuk mencapai kemajuan dan tujuan hidup, diperlukan kerjasama yang baik antar sesama manusia.  Di antara sekian banyak aspek kerjasama, adalah dalam aspek ekonomi, khususnya ekonomi Islam yang bersifat dinamik menurut dimensi ruang dan waktu. Islam memandang masalah ekonomi tidak dari sudut pandang kapitalis dan tidak juga dari sudut pandang sosialis, akan tetapi Islam membenarkan adanya hak individu tanpa merusak masyarakat. Konsep ekonomi Islam yaitu
meletakkan aspek moral maupun material kehidupan sebagai basis untuk membangun kekuatan ekonomi di atas nilai-nilai moral, yang tentunya membawa konsekuensi adanya transaksi muamalah serta pertukaran barang dan jasa.[1]
Salah satu wujud dari akibat Globalisasi perdagangan bebas adalah munculnya fenomena Electronic Commerce atau disingkat E-Commerce adalah kegiatan bisnis yang menyangkut konsumen (consumers), manufaktur (manufactures), service providers, dan pedagang perantara (Intermediaries) dengan mengunakan jaringan-jaringan komputer (computer networks), yaitu Internet. E-Commerce sudah meliputi seluruh spektrum kegiatan komersial.[2]
Salah satu fenomena mu'amalah dalam bidang ekonomi saat ini adalah transaksi jual beli yang menggunakan media elektronik. Aktivitas perdagangan melalui media internet ini populer disebut dengan electronic commerce (e-commerce). E-commerce tersebut terbagi atas dua segmen yaitu business to business ecommerce (perdagangan antar pelaku usaha) dan business to consumer ecommerce. (perdagangan antar pelaku usaha dengan konsumen). Salah seorang pakar internet Indonesia, Budi Raharjo, menilai bahwa Indonesia memiliki potensi dan prospek yang cukup menjanjikan untuk pengembangan e-commerce. Berbagai kendala yang dihadapi dalam pengembangan e-commerce ini seperti keterbatasan infrastruktur, ketiadaan undangundang, jaminan keamanan transaksi dan terutama sumber daya manusia bisa diupayakan sekaligus dengan upaya pengembangan pranata e-commerce itu. Bahkan saat ini, seiring dengan
bermunculannya beberapa situs jejaring sosial yang banyak diminati masyarakat seperti
facebook, twiter dan lain-lain, ternyata diikuti juga dengan menjamurnya transaksi barang melalui media tersebut. Dalam bidang hukum misalnya, hingga saat ini Indonesia belum memiliki perangkat hukum yang mengakomodasi perkembangan ecommerce. Padahal pranata hukum merupakan salah satu ornamen utama dalam bisnis. Sebagaimana dalam konsep perdagangan, e-commerce menimbulkan perikatan antara para pihak untuk memberikan suatu prestasi. Implikasi dari perikatan itu adalah timbulnya hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak yang terlibat. Di dalam hukum perikatan Indonesia dikenal apa yang disebut ketentuan hukum pelengkap. Ketentuan tersebut tersedia untuk dipergunakan oleh para pihak yang membuat perjanjian apabila ternyata perjanjian yang dibuat mengenai sesuatu hal ternyata kurang lengkap atau belum mengatur sesutu hal. Ketentuan hukum pelengkap itu terdiri dari ketentuan umum dan ketentuan khusus untuk jenis perjanjian tertentu. Sekarang bagaimana dengan pandangan Islam tentang hal ini. Jual-beli merupakan salah satu jenis mu'amalah yang diatur dalam Islam. Melihat bentuknya e-commerce pada dasarnya merupakan model transaksi jual-beli juga, Cuma dikategorikan sebagai jual beli modern karena mengimplikasikan inovasi teknologi. [3] Transaksi jual beli melalui media internet biasa dikenal dengan istilah e-commerce. Hal ini diatur dalam UU No.11 Tahun 2008. Sistem jual beli secara online dapat dilakukan dengan jarak berjauhan menggunakan media elektronik sebagai perantara. Sistem jual beli online seperti ini tentunya sangat memudahkan konsumen dalam melakukan transaksi jual beli. Secara umum perdagangan secara Islam menjelaskan
adanya transaksi yang bersifat fisik, dengan menghadirkan benda tersebut sewaktu transaksi, sedangkan e-commerce tidak seperti itu. Dan permasalahannya juga tidaklah sesederhana itu. E-commerce merupakan model perjanjian jual beli dengan karakteristik dan aksentuasi yang berbeda dengan model transaksi jual-beli biasa, apalagi dengan daya jangkau yang tidak hanya lokal tapi juga bersifat global. Adaptasi secar langsung ketentuan jual-beli biasa akan kurang tepat dan tidak sesuai dengan konteks ecommerce.[4]
Dengan penelitian ini perlu analisis apakah ketentuan hukum yang ada dalam hukum Islam sudah cukup relevan dan akomodatif dengan hakekat e-commerce atau perlu pemahaman khusus tentang hukum bertransaksi e-commerce. Diperlukan analisa khusus dengan metode istinbath hukum kontemporer untuk bisa menentukan jawaban atas masalah-masalah di atas. Sekilas transaski e-commerce sama dengan transaksi as-salâm, pada saat akad tanpa menghadirkan benda yang dipesan, tetapi dengan ketentuan harus dinyatakan sifat benda secara kongkret, dan diserahkan kemudian sampai batas waktu tertentu. Permasalahan utama yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana pandangan Islam tentang transaksi E- Commerce, apa contoh kasusnya, pandangan dari perspektif ulama dan perspektif hukum islam serta bagaiman seharusnya kita bersikap dalam menanggapi semakin maraknya transaksi atau jual beli dengan menggunakan E- Commerce.
Belanja online atau E-Commerce adalah sebuah proses transaksi yang dilakukan melalui media atau perantara yaitu berupa situs-situs jual beli online ataupun jejaring sosial yang menyediakan barang atau jasa yang diperjualbelikan. Kini belanja online telah menjadi sebuah kebiasaan bagi sebagian orang, dikarenakan kemudahan yang diberikan, orang-orang banyak beranggapan bahwa belanja online adalah salah satu sarana untuk mencari barang-barang yang diperlukan seperti kebutuhan sehari-hari, hobi, dan sebagainya. Belanja online juga dapat diartikan sebagai keinginan konsumen untuk membelanjakan uangnya untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan di toko online. Proses tersebut dapat dilakukan dengan cara memesan barang yang diinginkan melalui vendor atau produsen serta reseller dengan menggunakan internet. Selanjutnya melakukan pembayaran dengan cara mentransfer via bank, e-bank, ataupun COD (Cash on Delivery). Perilaku belanja online mengacu pada proses pembelian produk dan jasa melalui internet. Maka pembelian secara online telah menjadi alternatif pembelian barang ataupun jasa. Penjualan secara online berkembang baik dari segi pelayanan, efektifitas, keamanan, dan juga popularitas. Pada zaman sekarang berbelanja secara online bukanlah hal yang asing. Konsumen tidak perlu mengeluarkan banyak tenaga saat berbelanja online, cukup dengan melihat website bisa langsung melakukan transaksi pembelian. Situs e-commerce yang ada di Indonesia dapat dikategorikan berdasarkan model bisnisnya. Berikut adalah lima model bisnis yang diusung oleh pelaku bisnis e-commerce di Indonesia menurut id.techinasia.com yaitu :
1.             Classifieds/listing/iklan baris
Iklan baris adalah model bisnis e-commerce paling sederhana yang cocok digunakan di negara-negara berkembang. Dua kriteria yang biasa diusung model bisnis ini: Website yang bersangkutan tidak memfasilitasi kegiatan transaksi online dan penjual individual dapat menjual barang kapan saja, dimana saja secara gratis  Tiga situs iklan baris yang terkenal di Indonesia ialah OLX, Berniaga, dan Kaskus. Kaskus selaku forum online terbesar di Indonesia juga dapat dikatakan masih menggunakan model bisnis iklan baris di forum jual belinya. Ini dikarenakan Kaskus tidak mengharuskan penjualnya untuk menggunakan fasilitas rekening bersama atau escrow. Jadi transaksi masih dapat terjadi langsung antara penjual dan pembeli. Metode transaksi yang paling sering digunakan di situs iklan baris ialah metode cash on delivery atau COD. Cara model bisnis e-commerce ini meraup keuntungan adalah dengan pemberlakuan iklan premium. Situs iklan baris seperti ini cocok bagi penjual yang hanya ingin menjual sekali-kali saja, seperti barang bekas atau barang yang stoknya sedikit.
2.             Market place C2C (customer to customer)
Marketplace C2C adalah model bisnis dimana website yang bersangkutan tidak hanya membantu mempromosikan barang dagangan saja, tapi juga memfasilitasi transaksi uang secara online. Berikut ialah indikator utama bagi sebuah website marketplace: Seluruh transaksi online harus difasilitasi oleh website yang bersangkutan dan bisa digunakan oleh penjual individual.  Kegiatan jual beli di website marketplace harus menggunakan fasilitas transaksi online seperti layanan escrow atau rekening pihak ketiga untuk menjamin keamanan transaksi. Penjual hanya akan menerima uang pembayaran setelah barang diterima oleh pembeli. Selama barang belum sampai, uang akan disimpan di rekening pihak ketiga. Apabila transaksi gagal, maka uang akan dikembalikan ke tangan pembeli. Tiga situs marketplace di Indonesia yang memperbolehkan penjual langsung berjualan barang di website ialah Tokopedia, Bukalapak, dan Lamido. Ada juga situs marketplace lainnya yang mengharuskan penjual menyelesaikan proses verifikasi terlebih dahulu seperti Blanja dan Elevenia. Cara model bisnis e-commerce ini meraup keuntungan adalah dengan memberlakukan layanan penjual premium, iklan premium, dan komisi dari setiap transaksi. Situs marketplace seperti ini lebih cocok bagi penjual yang lebih serius dalam berjualan online. Biasanya penjual memiliki jumlah stok barang yang cukup besar dan mungkin sudah memiliki toko fisik.
3.              Shopping mall
Model bisnis ini mirip sekali dengan marketplace, tapi penjual yang bisa berjualan di sana haruslah penjual atau brand ternama karena proses verifikasi yang ketat. Satu-satunya situs online shopping mall yang beroperasi di Indonesia ialah Blibli. Cara model bisnis e-commerce ini meraup keuntungan adalah dengan adanya komisi dari penjual.
4.             Toko online B2C (business to consumer)
Model bisnis ini cukup sederhana, yakni sebuah toko online dengan alamat website (domain) sendiri dimana penjual memiliki stok produk dan menjualnya secara online kepada pembeli. Beberapa contohnya di Indonesia ialah Bhinneka, Lazada Indonesia, BerryBenka, dan Bilna 1. Tiket.com yang berfungsi sebagai platform jualan tiket secara online juga bisa dianggap sebagai toko online. Keuntungannya bagi pemilik toko online ialah ia memiliki kebebasan penuh disana. Pemilik dapat mengubah jenis tampilan sesuai dengan preferensinya dan dapat membuat blog untuk memperkuat SEO toko online nya. Model bisnis e- commerce ini mendapatkan profit dari penjualan produk. Model bisnis ini cocok bagi yang serius berjualan online dan siap mengalokasikan sumber daya yang dimiliki untuk mengelola situs sendiri.
5.             Toko online di media sosial
Banyak penjual di Indonesia yang menggunakan situs media sosial seperti Facebook dan Instagram untuk mempromosikan barang dagangan mereka. Uniknya lagi, sudah ada pemain-pemain lokal yang membantu penjual untuk berjualan di situs Facebook yakni Onigi dan LakuBgt. Ada juga startup yang mengumpulkan seluruh penjual di Instagram ke dalam satu website yakni Shopious. Membuat toko online di Facebook atau Instagram sangatlah mudah,
sederhana, dan gratis. Namun, penjual tidak dapat membuat template nya sendiri.[5]

Dari hasil-hasil penelitian sebelumnya perilaku belanja online di Indonesia sangat beragam. Perilaku setiap konsumen dalam memutuskan membeli suatu produk menjadi kajian khusus setiap perusahaan sebelum melepaskan produknya ke pasar. Perkembangan era digital semakin tak terhindarkan yang harus diikuti setiap perusahaan menyesuaikan strategi pemasarannya dengan memasuki sistem online untuk menjual produknya. Belanja online menjadi suatu kebiasaan bagi sebagian orang karena kemudahan yang diberikan, orang-orang banyak beranggapan bahwa belanja online adalah salah satu sarana untuk mencari barang-barang yang diperlukannya. Metode penelitian yang dipakai adalah membandingkan hasil-hasil penelitian dan jurnal yang meneliti tentang belanja online di Indonesia. Kemudian ditelaah dan dikaji teori-teori perilaku konsumen yang telah ada sehingga dapat disimpulkan pertimbangan konsumen berbelanja online di sebuah online shop. Hasil temuan dari penelitian sebelumnya menunjukkan banyak faktor yang mempengaruhinya. Hasil kajian dari beberapa penelitian sebelumnya, bisa menjadi acuan dan pertimbangan bagi online shop yang ada di Indonesia dalam menggaet dan mempertahankan pelanggannya agar tetap berbelanja di tokonya sehingga tokonya diminati dan disukai pembelinya.
Penelitian ini merupakan studi pustaka dengan pendekatan yuridis normatif. Mengenai aspek hukum perjanjian jual beli melalui E-Commerce dalam hukum jual beli islam adapun data yang diperlukan adalah primer dan sekunder yaitu Al-Qur’an dan Hadis serta refrensi lain seperti jurnal dan lain sebagainya yang mampu memperkuat isi penelitian ini. Selain itu juga dengan penelitian ini dapat mengetahui jenis E-Commerce yang ada di indonesia yang masih tergolong maju dengan pesat.
Customer-to-Customer (C2C): Badan usaha jenis ini memfasilitasi perdagangan langsung antarakonsumen dengan konsumen lainnya. Contoh badan usaha jenis ini adalah Ebay.com,classified 2000.com.

B.            Contoh Kasus
Berdasarkan sejarah tersebut, e-commerce didefinisikan menjadi transaksi elektronik seputar penjualan atau pembelian barang atau jasa antara rumah tangga, individu, pemerintah dan organisasi publik atau swasta lainnya, yang dilakukan melalui jaringan melalui komputer. Menurut Vaithianathan (2010), konsep e-commerce tidak terbatas hanya untuk menjual dan membeli, tetapi juga melibatkan berbagai faktor dari rantai nilai perusahaan, seperti promosi, faktur dan pembayaran sistem, layanan transaksi dan keamanan pelanggan. Oleh karena itu, e-commerce dapat dianggap sebagai payung yang mengintegrasikan fungsi yang berbeda ke bentuk digital.
Bentuk-Bentuk Interaksi di Dunia Bisnis
1.      B2B (Business to Business) Artinya Transaksi bisnis antara pelaku bisnis dengan pelaku bisnis lainnya. Dapat berupa kesepakatan spesifik yang mendukung kelancaran bisnis.
2.      B2C (Business to Consumer) artinya Aktivitas yang dilakukan produsen kepada konsumen secara langsung.
3.      C2C (Consumer to Consumer) artinya Aktivitas bisnis (penjualan) yang dilakukan oleh individu (konsumen) kepada individu (konsumen) lainnya.
4.      C2B (Consumer to Business) artinya C2B merupakan model bisnis di mana konsumen (individu) menciptakan dan membentuk nilai akan proses bisnis.
5.      B2G (Busines to Government) artinya Merupakan turunan dari B2B, perbedaannya proses ini terjadi antara pelaku bisnis dan instansi pemerintah
6.      G2C (Government to Consumer) artinya Merupakan hubungan atau interaksi antara pemerintah dengan masyarakat. Konsumen, dalam hal ini masyarakat, dapat dengan mudah menjangkau pemerintah sehingga memmperoleh kemudahan dalam pelayanan sehari-hari. [6]
Business-to -Customer (B2C): Badan usaha jenis ini biasanya berbentuk retailer atau pengecer dimana badan usaha menghasilkan pendapatannya dengan menjual langsung ke konsumen.[7]
 PT. Harapan Sentosa Nusantara merupakan perusahaan yang bergerak di bidang perhotelan dan ekspedisi pengiriman barang. Belum adanya sistem informasi yang mampu memasarkan jasa perhotelan, membantu pelanggan untuk menggunakan jasa penginapan dari luar kota, dan sering terjadi kekeliruan dalam pencatatan seperti kesalahan penulisan nota dan transaksi, sehingga sulitnya dibuat laporan. Dengan adanya permasalahan tersebut maka disusunlah satu rancang bangun sistem e-commerce B2C pada PT. Harapan Sentosa Nusantara. Sistem yang dibangun terdiri dari registrasi, pemesanan, pembayaran dan cetak bukti bayar untuk customer, sedangkan untuk internal perusahaan terdiri dari pengelolaan data user, data kamar, pemesanan, pembayaran, pemasukan dan pengeluaran. Metode penelitian yang digunakan terdiri dari metode pengumpulan data (observasi, wawancara dan studi pustaka) dan metode pengembangan sistem Rapid Application Development (RAD) yang bersifat Object Oriented dengan tools Unified Modelling Language (UML). Hasil penelitian yang diharapkan ialah terbentuknya sistem e-commerce yang dapat digunakan oleh PT. Harapan Sentosa Nusantara untuk mengelola administrasi perusahaan hingga menghasilkan laporan pendapatan dan pengeluaran. Dengan terbentuknya sistem e-commerce diharapkan perusahaan PT. Harapan Sentosa Nusantara dapat memasarkan bisnisnya secara lebih luas dan customer dapat melakukan pemesanan dan pembayaran tanpa harus datang ke lokasi secara langsung.[8]
Selain itu contoh lain yang menerapkan sistem Business-to -Customer (B2C) adalah Amazon.com. sistem dalam pembayaran menerapkan sistem badan usaha menghasilkan pendapatannya dengan menjual langsung ke konsumen. Toko online di media sosial. Toko Online. Model bisnis ini cukup sederhana, yakni sebuah toko online dengan alamat website (domain) sendiri dimana penjual memiliki stok produk dan menjualannya secara online kepada pembeli. Contohnya adalah lazada.com, bhineka .com dan GerobakOnline. Com.
Customer-to-Customer (C2C): Badan usaha jenis ini memfasilitasi perdagangan langsung antara konsumen dengan konsumen lainnya. Contoh badan usaha jenis ini adalah Ebay.com, classified 2000.com.[9]  Banyak penjual di Indonesia yang menggunakan situs media sosial seperti Facebook, Twitter dan Instagram untuk mempromosikan barang dagangan mereka. Semua penjual yang menggunakan media sosial termasuk dalam Customer-to-Customer
Target Customer segments. Perusahaan biasanya menciptakan nilai kepada segmen pelanggan tertentu. Interaksi bisnis pada model bisnis berbasis internet biasa disebut Business To Business (B2B), Business To Consumer (B2C), atau Customer To Customer (C2C). Osterwalder dan Pigneur (2009: 21) menyebutkan ada beberapa jenis customer segments, yaitu : 1) mass market; 2) niche market; 3) segmented; 4) diversified); dan 5) multi-sided platforms(multi-sided market). [10]

C.            Transaksi Perdagangan Via Elektronik (E- Commerce) Dalam Perspektif Ulama
Pada dasarnya, baik NU maupun Muhammadiyah memiliki pandangan yang sama terhadap pelaksanaan transaksi e-commerce. Hanya saja NU melalui Bahlsul Masa 7/nya membahas lebih detail dan rinci terhadap mekanisme jual beli seperti ecommerce, baik dari aspek komponen jual beli dalam hal ini barang, penjual dan akadjugadari aspek mekanismenya. Sementara Muhammadiyah, melalui Majlis Tarjihnya menetapkan persoalan ini pada Munas ke- 26 di Padang hanya pada wilayah etika normatifhy a saj a secara global tanpa ada penjelasan secara khusus yg mengarah pada pola transaksi tertentu seperti halnya e-commerce. Pelaku transaksi e-commerce idealnya adalah orang-orangyang mefatteknologi dan familiar dengan istilah-istilah yang sering dipergunakan dalam transaksi e-commerce serta berpengalaman dalam bertransaksi. Hal tersebut diperlukan guna menghindari berbagai kemungkinan yang bisa menyebabkan salah satu pelaku transaksi, customer ataupun seller, dirugikan. Berbagai kemungkinan yang bisa menyebabkan ada salah satu pihak yang dirugikan dalam transaksi e-commerce adalah:
1.      Barang tidak sesuai dengan yang tertera pada perjanj ian di situs online.
2.      Barang dalam kondisicacat dari penjualnya,
3.      Barang diterima dalam keadaan rusak akibat perjalanan pengiriman
4.      Barang tidak diterima oleh pembeli
5.      Penjual tidak menerima uang yang dikirimkan pembeli misalnya karena penggunaan kartu kredit yang kosong
6.      Pembelian cara yang batil salah satunya dengan menggunakan kartu kredit orang lain untuk melakukan transaksi e-commerce.
7.      Ketidak fahaman juga kekurangan hati-hatian salah satu pihak , customer dan seller, dengan bahasa dan istilah-istilah tertentu yang biasa dipergunakan dalam transaksi e-commerce ditambah dengan keengganan (gengsi) untuk bertanya atau mengadakan klarifikasi karena khawatir dianggap gaptek (gagap teknologi) atau tel-in (telat informasi), sangat berpotensi terhadap terjadinya mispersepsi terhadap spesifikasi barang yang dikehendaki. Information sharing sebagai proses awal sebelum bertransaksi tidak dimanfeatkan secara maksimal, terutama oleh pihak customer. Fasilitas product preview dan shopping cart guna melakukan items selecting sebelum check out tidak dilakukan secara cermat.
Selanjutnya pengelolaan dan pengamanan terhadap 4 aliran transaksij/ovf of goods, flow of informations, flow of money and flow of documents tidak disinkronkan teriebih dahulu sehingga menyebabkan inefHciens, ineffective bahkan bisa out of control. Ketujuh hal di alas, merupakan celah-celah yang lazim terjadi dalam transaksi e-commerce bila tidak disikapi dan diantisipasi dengan benar dan hati-hati. Berikut akan dianalisis sikap dan pandangan kedua organisasi kemasyarakatan, NU dan Muhammadiyah, yang menjadi objek penelitian (subject matter) dalam penelitian.

Muhammadiyah
   Secara kelembagaan, Muhammadiyah sudah memanfaatkan fasilitas ICT dalam menjalankan organisasi kelembagaannya. Hal ini terbukti dari pembelian domain dan hosting pada website resmi www.muhammadiyah.or.id. iuga pada beberapa lembaga yang berafiliasi pada Muhammadiyah seperti Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus, Rumah Sakit PKU, Universitas Muhammadiyah dan lainnya. Meski Muhammadiyah tidak mempunyai dokumen resmi yang mencatat adanya keputusan resmi lembaga Muhammadiyah dalam merespon dan mensikapi secara spesifik terhadap fenomena e-commerce yang tertuang dalam sebuah keputusan ataupun fatwa, tapi secara garis besar Muhammadiyah telah menuangkannya dalam bentuk batasan-batasan nilai normatif (etikaberbisnis). Hal ini sebenarnya secara kelembagaan bisa dinilai kurang responsif terhadap fenomena perkembangan teknologi yang sedang menggej ala di tengah masyarakat. Sebagai sebuah institusi keagamaan dan kemasyarakatan yang sudah mapan dengan jumlah anggota lebih dari satu juta orang, seharusnya Muhammadiyah tidak menganggap cukup dengan sekedar menghasilkan keputusan yang bersifat global dan normatif saja. Sebagai bentuk tanggungjawab moral keagamaan, kepedulian Muhammadiyah melalui sebuah keputusan khusus yang menetapkan status hukum transaksi e-commerce menjadi sesuatuyang seharusnya dan sepatutnyamendapat perhatian khusus dari pimpinan lembaga, utamanya dari Majelis Tarjih yang berkompeten untuk itu. Dokumen resmi ini penting bagi sebuah organisasi keagamaan yang menaungi sckian banyak anggota. Para anggota dengan sendirinya lebih mantap dan nyaman secara psikologis bila mengikuti dan berpedoman pada keputusan organisasinya sendiri dibanding mengikuti keputusan organisasi yang lain, semisal MUI, DepartemenAgamaataupunNahdlatul Ulama (NU).

Nahdlatul Ulama (NU)
     Berbeda dengan Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU) secara institusi kelembagaan terlihat lebih responsif dibanding Muhammadiyah dalam mensikapi adanya fenomena transaksi e-commerce di masyarakat jamaahnya. Kepedulian NU tidak saja ditunjukkan dengan pembelian domain dan hosting pada website resmi www.nu.or.id berikutjuga organisasi atau badan-badan lainnya semisal Lakspesdam, Pesantren Virtual, Pesantren Link, dan juga beberapa pesantrenyang memiliki website sendiri seperti PP. Lirboyo, Sidogiri, Situbondo, As-Shiddiqiyah, dan lain sebagainya. Melalui lembaga forum Bahtsul Masail Diniyah, NU membahas secara khusus fenomena e-commerce dalam perspektif hukum Islam. Hasilnya sebagaimana diketahui bahwaNU memperbolehkan transaksi melalui e-commerce tetapi tetap dengan menerapkan prinsip kehati-hatian. Prinsip kehati-hatian dimaksudkan bahwa hendaknya yang melakukan transaksi e-commerce itu adalah orang yang sudah cakap dan berpengalaman. Kalau tidak sebaiknya didampingi oleh orang yang berpengalaman serta dipercaya. Dokumen keputusan ini secara kelembagaan sangat strategis dan taktis, karena jutaan anggauta jamaah yang bemaung dalam organisasi ini merasa terlindungi dan mendapatkan pedoman dalam melakukan transaksi e-commerce dalam perspektif islam.
Islam mengatur seluk beluk aspek kehidupan manusia. Tidak terkecuali adalah perdagangan online melalui Internet (E-Commerce). Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia memiliki pandangan yang sama terhadap pelaksanaan transaksi e-commerce. Dalam aspek teknis dan mekanisme jual beli, baik dari segi komponen jual beli dalam hal barang Bathsul Masa'il membahas lebih terperinci. Sedangkan Muhammadiyah dalam hal ini diwakili oleh Majlis Tarjih lebih umum dalam menetapakan hukum. Sedangkan dalam hal transaksi e-commerce itu sendiri bahwa dasar hukumya termasuk Bai'as Salam yaitu pertukaran barang dengan uang yang penyerahan barangnya ditangguhkan sampai waktu yang telah disepakati. Walaupun fatwa dari Majlis Tarjih dan Bahtsul Masail belum rinci mengatur pelaksanaan e-commerce, namun warga Muhammadiyah maupun NU sudah melaksanakan e-commerce dalam arti luas yaitu penggunaan ATM, media komunikasi telepon, fax, email, transfer Bank dan penggunaan website. Dengan semakin tingginya penggunaan e-commerce oleh masyarakat muslim yang tentu saj a mengharapkan perlindungan dari segala resiko terjadinya kecurangan, maka perlu dibuat dan diberlakukan aturan yang lebih rinci tentang pelaksanaan bisnis e-commerce dari sudut pandang hukum Islam baik melalui Lembaga Majlis Tarjih maupun lembaga Bahtsul Masa'il sebagai representasi dua organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia. Diperlukan dukung dari pemerintah membentuk badan yang menangani keluhan dan sebagai penengah dalam mengurangi kecurangan dalam bisnis e-commerce.[11]

D.           Transaksi Perdagangan Via Elektronik (E- Commerce) Dalam Perspektif Hukum Islam
Dalam islam, setiap usaha harus dilakukan menurut ketentuan hukum yang berlaku agar tidak ada kelompok atau pihak yang dirugikan. Untuk itulah usaha atau kegiatan bisnis tidak boleh menyimang dari syariat islam maupun ketentuan umum yang berlaku dalam suatu negara. Setiap usaha yang merugikan seseorang atau melanggar undang-undang akan dikenakan sanksi, sedangkan dalam Islam transaksi dianggap batal (tidak sah). Dalam bidang muamalah, dikenal suatu asa hukum islam, yaitu asa kebolehan atau mubah. Asas ini menunjukkan kebolehan melakukan semua hubungan perdata (sebagaian dari hubungan muamalah) sepajang hubungan tersebut tidak dilarang oleh Al-Quran  dan sunnah. Ini berarti bahwa Islam memberi kesempatan luas kepada yang berkepentingan untuk mengembangkan bentuk dan macam-macam hubungan perdata (baru) sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan umat manusia. Berdasarkan asas kebolehan trsebut sekarang ini telah berkembang suatu cara dalammengembangkan suatu perdagangan atau perniagaan melalui media elektronik yang lebih dikenal dengan nama e- commerce.
Dalam literatur fiqih, para ulama menjelaskan bahwa kegiatan perdagangan melibatkan 2 kegiatan yaitu jual (al- bay) dan beli (asy-syira) yang masing-masing saling bekaitan satu sama lain, sehingga jual beli diartikan sebagai pertukaran harta dengan harta lainnya yang disertai dengan pemindahan hak milik. Sebagai suatu alat pertukaran, jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi sehingga jual beli tersebut dapat dikatakan sah menurut syarat. Menurut pendapat jumbur ulama, rukun jual beli ada tiga yaitu: 1) orang yang bertransaksi (penjual dan pembeli) 2) sighat (lafal ijab dan qobul) dan 3) objek transaksi (barang yang diperjual belikan dan nilai ukur/ pengganti barang).
Semua kontrak (akad) yang sah harus bebas dari ketidakpastian yang berlebihan (gharar) mengenai subjek atau pertimbangan harga yang ada dalam pertukaran. Untuk menghindari ketidakpastian, penjualan yang sah menuntut komoditas yang diperdagangkan harus ada pada waktu penjualan, penjual seharusnya sudah memperoleh kepemilikan atas komoditas. Salam dan istishana adalah dua pengecualian terhadap prinsip syariah dan pembebasannya atasnya diperbolehkan asalkan tercipta kondisi-kondisi keabsahan dimana gharar dihapuskan.
Para ulama telah sepakat bahwa akat itu sudah dianggap sah dengan adanya pengucapan lafal perjanjian tersebut namun mereka berbeda pendapat apakah perjanjian itu sah dengan sekedar adanya upah terima barang, yakni seorang penjual menyerahkan barang dan pembeli menyerahkan uang bayarannya tanpa adanya ucapan dari salah seorang diantara mereka berdua. Kenyataannya pada zaman modern ini, perangkat komputer bisa dijadikan etalase barang jualan dengan tertentu. Lalu datang pembeli dan memilih barang yang sudah ditentukan. Pendapat yang benar menurut mayoritas ulama adalah bahwa jual beli semacam ini sah berdasarkan hal-hal berkut :
a.               Hakikat dari jual beli yang disyariatkan adalah menukar harta dengan harta dengan dasar kerelaan hati dari keuda belah pihak tidak ada ketentuan syari tentang harusnya lafal tertantu sehingga semuanya kembali kepada adat kebiasaan
b.             Tidak terbukti adanya syarat ijab qobul secara lisan dalam nass syariat.
c.              Umat manusia telah terbiasa melakukan jual beli dipasar-pasar dengan melakukan serah terima barang saja (tanpa pengucapan lafal akad) diberbagai negeri dan tempat, sehingga itu sudah menjadi ijma.
Untuk mengetahui kesesuaian transaksi e-commerce dengan keabsahan akad pada hukum perikatan islam, maka ada beberapa hal yang perlu ditinjau lebih lanjut dalam hal ini. Dalam rukun akad dijelaskan bahwa suatu akad akan sah jika subjek, barang, dan shghat memenuhi beberapa ketentuan
1.      Syarat subjek yang melakukan transaksi
Dalam islam, terdapat da syarat bagi orang yang melakukan transaksi, yaitu:
a)      Orang tersebut adalah orang yang berakal dan mumayiz, sehingga orang yang gila dan anak kecil tidak sah melakukan akad.
b)      Orang yang melakukan transaksi melakukan sendri tanpa paksaan, maka tidak sah sebuah akad dengan perantara atau wakil pada kedua belah pihak, kecuali orang tua atau hakim.
Mengenai syarat dewasa, dalam e-commerce, sulit untuk menentukan apakah para pihka yang melukan transaksi telah mememnuhi ketentuan tersebut hal ini karena par pihak tidak bertemu secra fisik melaikan memalui internet sehingga para sihaqh tidak mengetahui bagaimana kondisi fisik pihak yang lain. Oleh karena itu, apabila pihak yang melakukan e-commerce telah dewas, mampu bertindak sendri maka transaksi diaggap sah. Disamping itu, permasalahan perwakilan pun menjadi masalah untuk diketahui, apakah orang yang menjual barang itu benar-benar orang yang berwenang menjual barang. Dalam transaksi e-commerce, walaupun pihak yang malakukan transaksi memiliki kemapuan untuk mengadakan transaksi namun tidak diketahui dengan pasti apakah iya memiliki hak penuh terhadap barang tersebut atau tidak.
2.      Syarat berkaitan dengan objek transaksi
Para ulama telah bersepatat bahwa ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh objek akad yaitu:
a.       Barang harus tersedia pada akad berlangsung,kecuali pada akad salam.
b.      Barang yang diperjual belikan adalah barang berharga
c.       Barang tersebut adalah hak milik perorangan, maka tidak sah jika barang yang diperjual belikan adalah barang umum seperti air sungai dan padang rumput.
d.       Barang tersebut adalah milik penuh penjual, atau penjual diizinkan oleh pemiliknya untuk menjual barang tersebut, seperti perwakilan atau perwalian.
e.       Barang harus diserah terimakan, maka jual beli barang yang tidak bisa diserah terimakan seperti barang ghashab dan gurung diudara diaggap tidak sah.
f.       Deskripsi yang jelas mengenai karakteristik barang tersebut kepada pihak pembeli baik melalu peyaksian langsung mapun dengan mendiskripsikan sifatnya dengan cara ter perinci
g.      Barang yang dipejual belikan bisa dimafaat kan secara syara
h.      Barang tersebut bujkan barang yang diharamkan.  
Persyaratan mengenai ijab qobul dalam e-commerce adalah: jalalul ma’na (jelas ijab qabul), Ittishal al-qabul bil jawah/ awafuq (kesesuaian antara ijab dan qabul), Jazmul Iradataini (menunjukan kehendak para pihak).[12]

E.            Sikap Kita Dalam Menanggapi Transaksi Perdagangan Via Elektronik (E- Commerce
Dalam kemajuan teknologi yang kian hari kian maju mau tidak mau kita harus mengikuti perkembangan tersebut. Pada zaman dahulu sebelum internet muncul dan bahkan berkembang untuk membeli sesuatu sangat mudah hanya dengan sistem barter hanya tukar menukar dengan barang maupun barang dengan uang. Pada era globalisasi sekarang cara seperti itu sudah tidak ada lagi jarang sekali ditemukan. Pada zaman sekarang lebih mudah lagi dengan menggunakan Transaksi Perdagangan Via Elektronik (E- Commerce). Via elektronik itu lebih memudahkan kita dalam membayar apapun yang kita inginkan mulai dari berbelanja kebutuhan sehari-hari dan bahkan tidak ada terbatas lokal saja bahkan sampai luar negeri pun bisa dijangkau oleh perdagangan via Elektronik (E- Commerce). E-commerce memiliki dampak yang sangat besar dalam dunia bisnis, terutama pada proses penyempurnaan marketing perusahaan demi mencapai tujuan perusahaan itu sendiri. E-commerce seperti memiliki daya tarik yang kuat sehingga banyak pribadi atau organisasi tertarik untuk menjalankan bisnis ini. E-commerce memiliki dampak yang sangat besar dalam dunia bisnis, terutama pada proses penyempurnaan marketing perusahaan demi mencapai tujuan perusahaan itu sendiri. E-commerce seperti memiliki daya tarik yang kuat sehingga banyak pribadi atau organisasi tertarik untuk menjalankan bisnis ini. Dalam menanggapi hal yang terjadi sekarang ini kemajuan dalam via elektronik khususnya E-commerce sendri mempunyai masalah tersendiri kebanyakan masyarakat adalah kurangnya pengetahuan mendalam tentang e- commerce. Adapun faktor penyebabnya antara lain Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang dunia internet terutama dalam bisnis e-commerce. Kurangnya komunikasi masayarakat dengan pihak yang sudah sukses dalam bidang e-commerce. Kebiasaan masyarakat sebagian masih banyak melakukan transaksi jual beli offline. Untuk itu agar semakin bertambah luas lagi pengetahuan tentang Transaksi Perdagangan Via Elektronik (E- Commerce) masyarakat diberikan pengetahuan tentang bagaimana cara menggunakan dan dipermudah dalam bertansaksi. Namun dengan meluasnya teknologi kita juga perlu kehati-hatian dalam menggunakannya. Semakin canggihnya ilmu pengetahuan semakin banyak kejahatan yang dapat terjadi tanpa kita sadari contohnya saja seperti penipuan. Permasalahan itu sangat sering sekari terjadi. Untuk menghindari dari bahaya itu semua sebaiknya kita lebih mengetahui informasi yang berkaitan dengan Transaksi Perdagangan Via Elektronik (E- Commerce).
Pada dasarnya, baik NU maupun Muhammadiyah memiliki pandangan yang sama terhadap pelaksanaan transaksi e-commerce. Hanya saja NU melalui Bahlsul Masa 7/nya membahas lebih detail dan rinci terhadap mekanisme jual beli seperti ecommerce, baik dari aspek komponen jual beli dalam hal ini barang, penjual dan akadjugadari aspek mekanismenya. Sementara Muhammadiyah, melalui Majlis Tarjihnya menetapkan persoalan ini pada Munas ke- 26 di Padang hanya pada wilayah etika normatifhy a saj a secara global tanpa ada penjelasan secara khusus yg mengarah pada pola transaksi tertentu seperti halnya e-commerce. Pelaku transaksi e-commerce idealnya adalah orang-orangyang mefatteknologi dan familiar dengan istilah-istilah yang sering dipergunakan dalam transaksi e-commerce serta berpengalaman dalam bertransaksi.

F.             Simpulan
Aktivitas perdagangan melalui media internet ini populer disebut dengan electronic commerce (e-commerce). E-commerce tersebut terbagi atas dua segmen yaitu business to business ecommerce (perdagangan antar pelaku usaha) dan business to consumer ecommerce. (perdagangan antar pelaku usaha dengan konsumen). Selain itu contoh lain yang menerapkan sistem Business-to -Customer (B2C) adalah Amazon.com. sistem dalam pembayaran menerapkan sistem badan usaha menghasilkan pendapatannya dengan menjual langsung ke konsumen. Toko online di media sosial. Toko Online. Model bisnis ini cukup sederhana, yakni sebuah toko online dengan alamat website (domain) sendiri dimana penjual memiliki stok produk dan menjualannya secara online kepada pembeli. Contohnya adalah lazada.com, bhineka .com dan GerobakOnline. Com.
Customer-to-Customer (C2C): Badan usaha jenis ini memfasilitasi perdagangan langsung antara konsumen dengan konsumen lainnya. Contoh badan usaha jenis ini adalah Ebay.com, classified2000.com. Setiap usaha yang merugikan seseorang atau melanggar undang-undang akan dikenakan sanksi, sedangkan dalam Islam transaksi dianggap batal (tidak sah). Dalam bidang muamalah, dikenal suatu asa hukum islam, yaitu asa kebolehan atau mubah. Asas ini menunjukkan kebolehan melakukan semua hubungan perdata (sebagaian dari hubungan muamalah) sepajang hubungan tersebut tidak dilarang oleh Al-Quran  dan sunnah. Persyaratan mengenai ijab qobul dalam e-commerce adalah: jalalul ma’na (jelas ijab qabul), Ittishal al-qabul bil jawah/ awafuq (kesesuaian antara ijab dan qabul), Jazmul Iradataini (menunjukan kehendak para pihak). Via elektronik itu lebih memudahkan kita dalam membayar apapun yang kita inginkan mulai dari berbelanja kebutuhan sehari-hari dan bahkan tidak ada terbatas lokal saja bahkan sampai luar negeri pun bisa dijangkau oleh perdagangan via Elektronik (E- Commerce). E-commerce memiliki dampak yang sangat besar dalam dunia bisnis, terutama pada proses penyempurnaan marketing perusahaan demi mencapai tujuan perusahaan itu sendiri. E-commerce seperti memiliki daya tarik yang kuat sehingga banyak pribadi atau organisasi tertarik untuk menjalankan bisnis ini. E-commerce memiliki dampak yang sangat besar dalam dunia bisnis, terutama pada proses penyempurnaan marketing perusahaan demi mencapai tujuan perusahaan itu sendiri.

G.           Refrensi
Azhar Muttaqin. “Transaksi E- Commerce Dalam Tinjauan Hukum Jual Beli.” Ulumuddin VI (2010): 459–60.
Dedy Ansari Harahap, dan Dita Amanah. “Perilaku Belanja Online Di Indonesia: Studi Kasus.” Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia 9 (2018): 196–208. https://doi.org/doi.org/10.21009/JRMSI.
Friska Muthi Wulandari. “Jual Beli Online yang Aman dan Syar’i (Studi Terhadap pandangan Pelaku Bisnis Online di Kalangan Mahasiswa dan Alumni Fakultas Syari’ah dan hukum UIN Sunan Kalijaga).” Az Zarqa 7 (2015): 202–3.
Lathifah Hanim. “Sebagai Akibat Dari Globalisasi Ekonomi.” Jurnal Pembaharuan Hukum 1 (2014).
Mahir Prdana. “Klasifikasi Bisnis E- Commerce di Indonesia.” MODUS 27 (2015): 165.
Marhamah, Sarip Hidayatuloh, dan Ari Irawan. “Sistem E- Commerce B2C pada PT. Harapan Sentosa Nusantara Jakarta Pusat.” Jurnal Sistem Informasi 9 (2016): 159.
Martini Dwi. “Perdagangan Elektronik (E-Commerce) dalam Persepektif Islam” 8 (2014).
Nefo Indra Nizar. “Analisis Model Bisnis dan Strategi Perusahaan Start Up E- Commerce (Studi Kasus Pada Gerobakoline. Com).” Jurnal Mandiri 1 (2017): 102–3.
Septi Andryana. “Collaborative Commerce pada Aplikasi Edi (Electronik Data Interchange).” Jurnal basis data, ICT Research Center UNAS 3 (2008): 134.
Shofiyullah Mz, dkk. “E- Commerce Dalam Hukum Islam (Studi atas pandangan Muhammadiyah dan NU).” Jurnal Penelitian Agama XVII (2008): 578–83.
Sugeng Santoso. “Sistem Transaksi E- Commerce dalam persepektif KUH Perdata dan Hukum Islam.” Ahkam 4 (2016): 217–18.



[1] Sugeng Santoso, “Sistem Transaksi E- Commerce dalam persepektif KUH Perdata dan Hukum Islam,” Ahkam 4 (2016): 217–18.
[2] Lathifah Hanim, “Sebagai Akibat Dari Globalisasi Ekonomi,” Jurnal Pembaharuan Hukum 1 (2014).
[3] Azhar Muttaqin, “Transaksi E- Commerce Dalam Tinjauan Hukum Jual Beli,” Ulumuddin VI (2010): 459–60.
[4] Friska Muthi Wulandari, “Jual Beli Online yang Aman dan Syar’i (Studi Terhadap pandangan Pelaku Bisnis Online di Kalangan Mahasiswa dan Alumni Fakultas Syari’ah dan hukum UIN Sunan Kalijaga),” Az Zarqa 7 (2015): 202–3.
[5] Dedy Ansari Harahap dan Dita Amanah, “Perilaku Belanja Online Di Indonesia: Studi Kasus,” Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia 9 (2018): 196–208, https://doi.org/doi.org/10.21009/JRMSI.
[6] Mahir Prdana, “Klasifikasi Bisnis E- Commerce di Indonesia,” MODUS 27 (2015): 165.
[7] Septi Andryana, “Collaborative Commerce pada Aplikasi Edi (Electronik Data Interchange),” Jurnal basis data, ICT Research Center UNAS 3 (2008): 134.
[8] Marhamah, Sarip Hidayatuloh, dan Ari Irawan, “Sistem E- Commerce B2C pada PT. Harapan Sentosa Nusantara Jakarta Pusat,” Jurnal Sistem Informasi 9 (2016): 159.
[9] Septi Andryana, “Collaborative Commerce pada Aplikasi Edi (Electronik Data Interchange).”
[10] Nefo Indra Nizar, “Analisis Model Bisnis dan Strategi Perusahaan Start Up E- Commerce (Studi Kasus Pada Gerobakoline. Com),” Jurnal Mandiri 1 (2017): 102–3.
[11] Shofiyullah Mz, dkk, “E- Commerce Dalam Hukum Islam (Studi atas pandangan Muhammadiyah dan NU),” Jurnal Penelitian Agama XVII (2008): 578–83.
[12] Martini Dwi, “Perdagangan Elektronik (E-Commerce) dalam Persepektif Islam” 8 (2014).

Comments

Popular posts from this blog

Jurnal Akidah Akhlak Adab Bergaul Dengan: Remaja, Teman Sebaya, Orang Yang Lebih Tua, Orang Yang Lebih Muda, Dan Lawan Jenis

MAKALAH DASAR-DASAR QUR’ANI DAN SEJARAH TIMBULNYA ILMU KALAM

MAKALAH PENGETIAN MAHABBAH DAN TOKOH YANG MENGEMBNGKAN MAHABBAH

JURNAL ADAB DALAM PERJALANAN/SAFAR DAN DALILNYA

Jurnal Akidah Akhlak Tentang Akhlak Murid Terhadap Guru Menurut Kitab Ta'lim Muta'llim

Jurnal Hukum Adab Bertetangga Dan Implementasinya

Journal Adab membesuk orang yang sedang sakit terbaru

Problematika Hukum dan Ideologi Jual Beli Islam [Studi Jual Beli Kredit Di Pasar Bandar Agung]