Jurnal Hukum Transaksi Perdagangan Via Elektronik (E- Commerce)( Jenis E- Commerce B2C dan C2C dalam Pandangan Islam)
Hukum Transaksi
Perdagangan Via Elektronik (E- Commerce)( Jenis E- Commerce B2C dan C2C
dalam Pandangan Islam)
Artika Dewi Silvia
Ningrum
Institut Agama Islam
Negeri Metro
Jl. Ki Hajar Dewantara
15a Iringmulyo, Kota Metro, Lampung, Indonesia, 34112
E-Mail: artikadewisn@gmail.com
ABSTRAK
Perkembangan
teknologi informasi saat ini tengah mengalami kemajuan yang sangat
pesat.Perkembangan ini ternyata berdampak pada berbagai sektor kehidupan
termasuk dalam dunia perdagangan.Salah satu bentuk dari penggunaan teknologi
informasi yang sangat berkembang, paling berpengaruh dan paling luas cakupannya
adalah e-commerce (Perdagangan Elektronik).Kemajuan di bidang perdagangan
dengan hadirnya perdagangan e-commerce ini tentu perlu diikuti pula oleh
perkembangan hukum yang mengatur mengenai masalah perdagangan melalui media
internet.Perkembangan sarana teknologi dan informasi yang biasa disebut dengan
dunia maya ini juga membawa pengaruh yang cukup besar terhadap pengaturan hukum
nasional maupun internasional. Adapun yang menjadi masalah dalam penelitian ini
adalah pengertian tentang Transaksi Perdagangan
Via Elektronik (E- Commerce), mencari contoh kasus, perdagangan via
elektronik dalam presepektif para ulama dan perspektif hukum Islam dan bagaiman
pandangan kita dalam menanggapi Transaksi Perdagangan Via Elektronik (E-
Commerce).
E-commerce merupakan transaksi perdagangan barang dan jasa dengan menggunakan media
elektronik yang memiliki keuntungan seperti keefektifan transaksi serta mampu
melampaui perdagangan lintas batas negara.
Kata Kunci: Pengertian, Contoh
Kasus, Dalam Perspektif Ulama, Dalam Perspektif Hukum Islam, Sikap Kita Dalam
Menanggapi
ABSTRACT
The development of information technology is currently experiencing very
rapid progress. This development turned out to have an impact on various
sectors of life, including in the world of commerce. One form of the use of
information technology that is highly developed, most influential and the most
broad scope is e-commerce (Electronic Commerce) Progress in the field of trade
with the presence of e-commerce trade certainly needs to be followed by the
development of laws governing the issue of trade through internet media. The
development of technological and information facilities commonly referred to as
cyberspace also brings considerable influence on national legal arrangements.
and international. As for the problem in this research is the understanding of
Electronic Transactions (E-Commerce), looking for examples of cases, electronic
commerce in the perspective of scholars and perspectives of Islamic law and how
our views in responding to Electronic Via Transactions (E-Commerce) .
E-commerce is a trade in goods and services using electronic media that has
advantages such as the effectiveness of transactions and is able to transcend
cross-border trade.
Keywords: Understanding, Case Examples, In the Perspective of Ulama, In Perspective of Islamic Law, Our Attitude in Responding
A.
Pendahuluan
Manusia menurut
Ilmuwan Islam Ibnu Khaldun, merupakan berkarakterdasar sebagai makhluk sosial
dan berperadaban yang membutuhkan pergaulan sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia ikut serta
menerima dan memberikan andil dalam kehidupan orang lain, saling berinteraksi
untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mencapai kemajuan dalam hidupnya. Untuk
mencapai kemajuan dan tujuan hidup, diperlukan kerjasama yang baik antar sesama
manusia. Di antara sekian banyak aspek
kerjasama, adalah dalam aspek ekonomi, khususnya ekonomi Islam yang bersifat dinamik
menurut dimensi ruang dan waktu. Islam memandang masalah ekonomi tidak dari
sudut pandang kapitalis dan tidak juga dari sudut pandang sosialis, akan tetapi
Islam membenarkan adanya hak individu tanpa merusak masyarakat. Konsep ekonomi
Islam yaitu
meletakkan aspek moral maupun material kehidupan
sebagai basis untuk membangun kekuatan ekonomi di atas nilai-nilai moral, yang
tentunya membawa konsekuensi adanya transaksi muamalah serta pertukaran barang
dan jasa.[1]
Salah satu wujud dari akibat Globalisasi perdagangan
bebas adalah munculnya fenomena Electronic Commerce atau
disingkat E-Commerce adalah kegiatan bisnis yang menyangkut konsumen (consumers),
manufaktur (manufactures), service providers, dan pedagang
perantara (Intermediaries) dengan mengunakan jaringan-jaringan komputer
(computer networks), yaitu Internet. E-Commerce sudah meliputi
seluruh spektrum kegiatan komersial.[2]
Salah satu
fenomena mu'amalah dalam bidang ekonomi saat ini adalah transaksi jual beli
yang menggunakan media elektronik. Aktivitas perdagangan melalui media internet
ini populer disebut dengan electronic commerce (e-commerce).
E-commerce tersebut terbagi atas dua segmen yaitu business to business
ecommerce (perdagangan antar pelaku usaha) dan business to consumer
ecommerce. (perdagangan antar pelaku usaha dengan konsumen). Salah seorang
pakar internet Indonesia, Budi Raharjo, menilai bahwa Indonesia memiliki
potensi dan prospek yang cukup menjanjikan untuk pengembangan e-commerce.
Berbagai kendala yang dihadapi dalam pengembangan e-commerce ini seperti
keterbatasan infrastruktur, ketiadaan undangundang, jaminan keamanan transaksi
dan terutama sumber daya manusia bisa diupayakan sekaligus dengan upaya
pengembangan pranata e-commerce itu. Bahkan saat ini, seiring dengan
bermunculannya beberapa situs jejaring sosial yang
banyak diminati masyarakat seperti
facebook, twiter dan lain-lain, ternyata diikuti juga
dengan menjamurnya transaksi barang melalui media tersebut. Dalam bidang hukum
misalnya, hingga saat ini Indonesia belum memiliki perangkat hukum yang
mengakomodasi perkembangan ecommerce. Padahal pranata hukum merupakan salah
satu ornamen utama dalam bisnis. Sebagaimana dalam konsep perdagangan, e-commerce
menimbulkan perikatan antara para pihak untuk memberikan suatu prestasi.
Implikasi dari perikatan itu adalah timbulnya hak dan kewajiban yang harus
dipenuhi oleh para pihak yang terlibat. Di dalam hukum perikatan Indonesia
dikenal apa yang disebut ketentuan hukum pelengkap. Ketentuan tersebut tersedia
untuk dipergunakan oleh para pihak yang membuat perjanjian apabila ternyata
perjanjian yang dibuat mengenai sesuatu hal ternyata kurang lengkap atau belum
mengatur sesutu hal. Ketentuan hukum pelengkap itu terdiri dari ketentuan umum
dan ketentuan khusus untuk jenis perjanjian tertentu. Sekarang bagaimana dengan
pandangan Islam tentang hal ini. Jual-beli merupakan salah satu jenis mu'amalah
yang diatur dalam Islam. Melihat bentuknya e-commerce pada dasarnya
merupakan model transaksi jual-beli juga, Cuma dikategorikan sebagai jual beli
modern karena mengimplikasikan inovasi teknologi. [3] Transaksi jual beli melalui media internet biasa
dikenal dengan istilah e-commerce. Hal ini diatur dalam UU No.11 Tahun
2008. Sistem jual beli secara online dapat dilakukan dengan jarak
berjauhan menggunakan media elektronik sebagai perantara. Sistem jual beli online
seperti ini tentunya sangat memudahkan konsumen dalam melakukan transaksi
jual beli. Secara umum perdagangan secara Islam menjelaskan
adanya transaksi yang bersifat fisik, dengan menghadirkan
benda tersebut sewaktu transaksi, sedangkan e-commerce tidak seperti
itu. Dan permasalahannya juga tidaklah sesederhana itu. E-commerce merupakan
model perjanjian jual beli dengan karakteristik dan aksentuasi yang berbeda
dengan model transaksi jual-beli biasa, apalagi dengan daya jangkau yang tidak
hanya lokal tapi juga bersifat global. Adaptasi secar langsung ketentuan
jual-beli biasa akan kurang tepat dan tidak sesuai dengan konteks ecommerce.[4]
Dengan
penelitian ini perlu analisis apakah ketentuan hukum yang ada dalam hukum Islam
sudah cukup relevan dan akomodatif dengan hakekat e-commerce atau perlu
pemahaman khusus tentang hukum bertransaksi e-commerce. Diperlukan
analisa khusus dengan metode istinbath hukum kontemporer untuk bisa
menentukan jawaban atas masalah-masalah di atas. Sekilas transaski e-commerce
sama dengan transaksi as-salâm, pada saat akad tanpa menghadirkan
benda yang dipesan, tetapi dengan ketentuan harus dinyatakan sifat benda secara
kongkret, dan diserahkan kemudian sampai batas waktu tertentu. Permasalahan
utama yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana pandangan Islam
tentang transaksi E- Commerce, apa contoh kasusnya, pandangan dari perspektif
ulama dan perspektif hukum islam serta bagaiman seharusnya kita bersikap dalam menanggapi
semakin maraknya transaksi atau jual beli dengan menggunakan E- Commerce.
Belanja online atau E-Commerce adalah sebuah proses
transaksi yang dilakukan melalui media atau perantara yaitu berupa situs-situs
jual beli online ataupun jejaring sosial yang menyediakan barang atau
jasa yang diperjualbelikan. Kini belanja online telah menjadi sebuah
kebiasaan bagi sebagian orang, dikarenakan kemudahan yang diberikan,
orang-orang banyak beranggapan bahwa belanja online adalah salah satu
sarana untuk mencari barang-barang yang diperlukan seperti kebutuhan
sehari-hari, hobi, dan sebagainya. Belanja online juga dapat diartikan
sebagai keinginan konsumen untuk membelanjakan uangnya untuk mendapatkan
sesuatu yang diinginkan di toko online. Proses tersebut dapat dilakukan
dengan cara memesan barang yang diinginkan melalui vendor atau produsen
serta reseller dengan menggunakan internet. Selanjutnya melakukan
pembayaran dengan cara mentransfer via bank, e-bank, ataupun COD (Cash
on Delivery). Perilaku belanja online
mengacu pada proses pembelian produk dan jasa melalui internet. Maka
pembelian secara online telah menjadi alternatif pembelian barang
ataupun jasa. Penjualan secara online berkembang baik dari segi pelayanan,
efektifitas, keamanan, dan juga popularitas. Pada zaman sekarang berbelanja
secara online bukanlah hal yang asing. Konsumen tidak perlu mengeluarkan
banyak tenaga saat berbelanja online, cukup dengan melihat website bisa
langsung melakukan transaksi pembelian. Situs e-commerce yang ada di
Indonesia dapat dikategorikan berdasarkan model bisnisnya. Berikut adalah lima
model bisnis yang diusung oleh pelaku bisnis e-commerce di Indonesia
menurut id.techinasia.com yaitu :
1.
Classifieds/listing/iklan
baris
Iklan baris adalah model bisnis e-commerce paling sederhana yang
cocok digunakan di negara-negara berkembang. Dua kriteria yang biasa diusung
model bisnis ini: Website yang bersangkutan tidak memfasilitasi kegiatan
transaksi online dan penjual individual dapat menjual barang kapan saja,
dimana saja secara gratis Tiga situs
iklan baris yang terkenal di Indonesia ialah OLX, Berniaga, dan Kaskus. Kaskus
selaku forum online terbesar di Indonesia juga dapat dikatakan masih
menggunakan model bisnis iklan baris di forum jual belinya. Ini dikarenakan
Kaskus tidak mengharuskan penjualnya untuk menggunakan fasilitas rekening
bersama atau escrow. Jadi transaksi masih dapat terjadi langsung antara penjual
dan pembeli. Metode transaksi yang paling sering digunakan di situs iklan baris
ialah metode cash on delivery atau COD. Cara model bisnis e-commerce ini
meraup keuntungan adalah dengan pemberlakuan iklan premium. Situs iklan baris
seperti ini cocok bagi penjual yang hanya ingin menjual sekali-kali saja,
seperti barang bekas atau barang yang stoknya sedikit.
2.
Market place
C2C (customer to customer)
Marketplace C2C adalah model bisnis dimana website yang
bersangkutan tidak hanya membantu mempromosikan barang dagangan saja, tapi juga
memfasilitasi transaksi uang secara online. Berikut ialah indikator utama bagi
sebuah website marketplace: Seluruh transaksi online harus difasilitasi
oleh website yang bersangkutan dan bisa digunakan oleh penjual
individual. Kegiatan jual beli di website
marketplace harus menggunakan fasilitas transaksi online seperti layanan
escrow atau rekening pihak ketiga untuk menjamin keamanan transaksi. Penjual
hanya akan menerima uang pembayaran setelah barang diterima oleh pembeli.
Selama barang belum sampai, uang akan disimpan di rekening pihak ketiga.
Apabila transaksi gagal, maka uang akan dikembalikan ke tangan pembeli. Tiga situs
marketplace di Indonesia yang memperbolehkan penjual langsung berjualan
barang di website ialah Tokopedia, Bukalapak, dan Lamido. Ada juga situs
marketplace lainnya yang mengharuskan penjual menyelesaikan proses
verifikasi terlebih dahulu seperti Blanja dan Elevenia. Cara model bisnis e-commerce
ini meraup keuntungan adalah dengan memberlakukan layanan penjual premium,
iklan premium, dan komisi dari setiap transaksi. Situs marketplace seperti
ini lebih cocok bagi penjual yang lebih serius dalam berjualan online. Biasanya
penjual memiliki jumlah stok barang yang cukup besar dan mungkin sudah memiliki
toko fisik.
3.
Shopping mall
Model bisnis ini mirip sekali dengan marketplace, tapi penjual
yang bisa berjualan di sana haruslah penjual atau brand ternama karena proses
verifikasi yang ketat. Satu-satunya situs online shopping mall yang
beroperasi di Indonesia ialah Blibli. Cara model bisnis e-commerce ini
meraup keuntungan adalah dengan adanya komisi dari penjual.
4.
Toko online
B2C (business to consumer)
Model bisnis ini cukup sederhana, yakni sebuah toko online dengan
alamat website (domain) sendiri dimana penjual memiliki stok produk dan
menjualnya secara online kepada pembeli. Beberapa contohnya di Indonesia ialah
Bhinneka, Lazada Indonesia, BerryBenka, dan Bilna 1. Tiket.com yang berfungsi
sebagai platform jualan tiket secara online juga bisa dianggap sebagai toko
online. Keuntungannya bagi pemilik toko online ialah ia memiliki kebebasan
penuh disana. Pemilik dapat mengubah jenis tampilan sesuai dengan preferensinya
dan dapat membuat blog untuk memperkuat SEO toko online nya. Model
bisnis e- commerce ini mendapatkan profit dari penjualan produk. Model
bisnis ini cocok bagi yang serius berjualan online dan siap mengalokasikan
sumber daya yang dimiliki untuk mengelola situs sendiri.
5.
Toko online
di media sosial
Banyak penjual di Indonesia yang menggunakan situs media sosial seperti
Facebook dan Instagram untuk mempromosikan barang dagangan
mereka. Uniknya lagi, sudah ada pemain-pemain lokal yang membantu penjual untuk
berjualan di situs Facebook yakni Onigi dan LakuBgt. Ada juga startup
yang mengumpulkan seluruh penjual di Instagram ke dalam satu website yakni
Shopious. Membuat toko online di Facebook atau Instagram sangatlah
mudah,
sederhana, dan gratis. Namun, penjual tidak dapat membuat template nya
sendiri.[5]
Dari hasil-hasil penelitian sebelumnya
perilaku belanja online di Indonesia sangat beragam. Perilaku setiap
konsumen dalam memutuskan membeli suatu produk menjadi kajian khusus setiap
perusahaan sebelum melepaskan produknya ke pasar. Perkembangan era digital
semakin tak terhindarkan yang harus diikuti setiap perusahaan menyesuaikan
strategi pemasarannya dengan memasuki sistem online untuk menjual
produknya. Belanja online menjadi suatu kebiasaan bagi sebagian orang
karena kemudahan yang diberikan, orang-orang banyak beranggapan bahwa belanja online
adalah salah satu sarana untuk mencari barang-barang yang diperlukannya.
Metode penelitian yang dipakai adalah membandingkan hasil-hasil penelitian dan
jurnal yang meneliti tentang belanja online di Indonesia. Kemudian
ditelaah dan dikaji teori-teori perilaku konsumen yang telah ada sehingga dapat
disimpulkan pertimbangan konsumen berbelanja online di sebuah online
shop. Hasil temuan dari penelitian sebelumnya menunjukkan banyak faktor
yang mempengaruhinya. Hasil kajian dari beberapa penelitian sebelumnya, bisa
menjadi acuan dan pertimbangan bagi online shop yang ada di Indonesia
dalam menggaet dan mempertahankan pelanggannya agar tetap berbelanja di tokonya
sehingga tokonya diminati dan disukai pembelinya.
Penelitian ini
merupakan studi pustaka dengan pendekatan yuridis normatif. Mengenai aspek
hukum perjanjian jual beli melalui E-Commerce dalam hukum jual beli islam
adapun data yang diperlukan adalah primer dan sekunder yaitu Al-Qur’an dan
Hadis serta refrensi lain seperti jurnal dan lain sebagainya yang mampu
memperkuat isi penelitian ini. Selain itu juga dengan penelitian ini dapat
mengetahui jenis E-Commerce yang ada di indonesia yang masih tergolong maju
dengan pesat.
Customer-to-Customer (C2C): Badan usaha jenis ini memfasilitasi perdagangan
langsung antarakonsumen dengan konsumen lainnya. Contoh badan usaha jenis ini
adalah Ebay.com,classified 2000.com.
B.
Contoh
Kasus
Berdasarkan sejarah tersebut, e-commerce didefinisikan menjadi
transaksi elektronik seputar penjualan atau pembelian barang atau jasa antara
rumah tangga, individu, pemerintah dan organisasi publik atau swasta lainnya,
yang dilakukan melalui jaringan melalui komputer. Menurut Vaithianathan (2010),
konsep e-commerce tidak terbatas hanya untuk menjual dan membeli, tetapi juga
melibatkan berbagai faktor dari rantai nilai perusahaan, seperti promosi,
faktur dan pembayaran sistem, layanan transaksi dan keamanan pelanggan. Oleh
karena itu, e-commerce dapat dianggap sebagai payung yang mengintegrasikan
fungsi yang berbeda ke bentuk digital.
Bentuk-Bentuk
Interaksi di Dunia Bisnis
1.
B2B
(Business to Business) Artinya Transaksi bisnis antara pelaku bisnis dengan
pelaku bisnis lainnya. Dapat berupa kesepakatan spesifik yang mendukung
kelancaran bisnis.
2.
B2C
(Business to Consumer) artinya Aktivitas yang dilakukan produsen kepada
konsumen secara langsung.
3.
C2C
(Consumer to Consumer) artinya Aktivitas bisnis (penjualan) yang dilakukan oleh
individu (konsumen) kepada individu (konsumen) lainnya.
4.
C2B
(Consumer to Business) artinya C2B merupakan model bisnis di mana konsumen
(individu) menciptakan dan membentuk nilai akan proses bisnis.
5.
B2G
(Busines to Government) artinya Merupakan turunan dari B2B, perbedaannya proses
ini terjadi antara pelaku bisnis dan instansi pemerintah
6. G2C (Government to Consumer)
artinya Merupakan hubungan atau interaksi antara pemerintah dengan masyarakat.
Konsumen, dalam hal ini masyarakat, dapat dengan mudah menjangkau pemerintah
sehingga memmperoleh kemudahan dalam pelayanan sehari-hari. [6]
Business-to -Customer (B2C): Badan usaha jenis ini biasanya berbentuk retailer
atau pengecer dimana badan usaha menghasilkan pendapatannya dengan menjual
langsung ke konsumen.[7]
PT. Harapan Sentosa Nusantara merupakan
perusahaan yang bergerak di bidang perhotelan dan ekspedisi pengiriman barang.
Belum adanya sistem informasi yang mampu memasarkan jasa perhotelan, membantu
pelanggan untuk menggunakan jasa penginapan dari luar kota, dan sering terjadi
kekeliruan dalam pencatatan seperti kesalahan penulisan nota dan transaksi,
sehingga sulitnya dibuat laporan. Dengan adanya permasalahan tersebut maka
disusunlah satu rancang bangun sistem e-commerce B2C pada PT. Harapan
Sentosa Nusantara. Sistem yang dibangun terdiri dari registrasi, pemesanan,
pembayaran dan cetak bukti bayar untuk customer, sedangkan untuk
internal perusahaan terdiri dari pengelolaan data user, data kamar, pemesanan,
pembayaran, pemasukan dan pengeluaran. Metode penelitian yang digunakan terdiri
dari metode pengumpulan data (observasi, wawancara dan studi pustaka) dan
metode pengembangan sistem Rapid Application Development (RAD) yang
bersifat Object Oriented dengan tools Unified Modelling Language (UML).
Hasil penelitian yang diharapkan ialah terbentuknya sistem e-commerce yang
dapat digunakan oleh PT. Harapan Sentosa Nusantara untuk mengelola administrasi
perusahaan hingga menghasilkan laporan pendapatan dan pengeluaran. Dengan
terbentuknya sistem e-commerce diharapkan perusahaan PT. Harapan Sentosa
Nusantara dapat memasarkan bisnisnya secara lebih luas dan customer dapat
melakukan pemesanan dan pembayaran tanpa harus datang ke lokasi secara
langsung.[8]
Selain
itu contoh lain yang menerapkan sistem Business-to -Customer (B2C) adalah Amazon.com. sistem dalam pembayaran
menerapkan sistem badan usaha menghasilkan pendapatannya dengan menjual
langsung ke konsumen. Toko online di media sosial. Toko Online. Model bisnis
ini cukup sederhana, yakni sebuah toko online dengan alamat website (domain)
sendiri dimana penjual memiliki stok produk dan menjualannya secara online
kepada pembeli. Contohnya adalah lazada.com, bhineka .com dan GerobakOnline.
Com.
Customer-to-Customer
(C2C): Badan usaha
jenis ini memfasilitasi perdagangan langsung antara konsumen dengan konsumen
lainnya. Contoh badan usaha jenis ini adalah Ebay.com, classified 2000.com.[9] Banyak penjual
di Indonesia yang menggunakan situs media sosial seperti Facebook, Twitter dan
Instagram untuk mempromosikan barang dagangan mereka. Semua penjual yang
menggunakan media sosial termasuk dalam Customer-to-Customer
Target Customer
segments. Perusahaan
biasanya menciptakan nilai kepada segmen pelanggan tertentu. Interaksi bisnis
pada model bisnis berbasis internet biasa disebut Business To Business (B2B),
Business To Consumer (B2C), atau Customer To Customer (C2C).
Osterwalder dan Pigneur (2009: 21) menyebutkan ada beberapa jenis customer
segments, yaitu : 1) mass market; 2) niche market; 3) segmented;
4) diversified); dan 5) multi-sided platforms(multi-sided market).
[10]
C.
Transaksi
Perdagangan Via Elektronik (E- Commerce) Dalam Perspektif Ulama
Pada dasarnya, baik NU maupun
Muhammadiyah memiliki pandangan yang sama terhadap pelaksanaan transaksi e-commerce.
Hanya saja NU melalui Bahlsul Masa 7/nya membahas lebih
detail dan rinci terhadap mekanisme jual beli seperti ecommerce, baik
dari aspek komponen jual beli dalam hal ini barang, penjual dan akadjugadari
aspek mekanismenya. Sementara Muhammadiyah, melalui Majlis Tarjihnya menetapkan
persoalan ini pada Munas ke- 26 di Padang hanya pada wilayah etika normatifhy a
saj a secara global tanpa ada penjelasan secara khusus yg mengarah pada pola
transaksi tertentu seperti halnya e-commerce. Pelaku transaksi e-commerce
idealnya adalah orang-orangyang mefatteknologi dan familiar dengan
istilah-istilah yang sering dipergunakan dalam transaksi e-commerce serta
berpengalaman dalam bertransaksi. Hal tersebut diperlukan guna menghindari
berbagai kemungkinan yang bisa menyebabkan salah satu pelaku transaksi, customer
ataupun seller, dirugikan. Berbagai kemungkinan yang bisa
menyebabkan ada salah satu pihak yang dirugikan dalam transaksi e-commerce
adalah:
1. Barang tidak sesuai dengan yang tertera
pada perjanj ian di situs online.
2. Barang dalam kondisicacat dari
penjualnya,
3. Barang diterima dalam keadaan rusak
akibat perjalanan pengiriman
4. Barang tidak diterima oleh pembeli
5. Penjual tidak menerima uang yang
dikirimkan pembeli misalnya karena penggunaan kartu kredit yang kosong
6. Pembelian cara yang batil salah satunya
dengan menggunakan kartu kredit orang lain untuk melakukan transaksi e-commerce.
7. Ketidak fahaman juga kekurangan
hati-hatian salah satu pihak , customer dan seller, dengan bahasa dan
istilah-istilah tertentu yang biasa dipergunakan dalam transaksi e-commerce ditambah
dengan keengganan (gengsi) untuk bertanya atau mengadakan klarifikasi karena
khawatir dianggap gaptek (gagap teknologi) atau tel-in (telat
informasi), sangat berpotensi terhadap terjadinya mispersepsi terhadap
spesifikasi barang yang dikehendaki. Information sharing sebagai proses
awal sebelum bertransaksi tidak dimanfeatkan secara maksimal, terutama oleh
pihak customer. Fasilitas product preview dan shopping cart guna
melakukan items selecting sebelum check out tidak dilakukan secara
cermat.
Selanjutnya pengelolaan dan
pengamanan terhadap 4 aliran transaksij/ovf of goods, flow of informations,
flow of money and flow of documents tidak disinkronkan teriebih dahulu
sehingga menyebabkan inefHciens, ineffective bahkan bisa out of control. Ketujuh
hal di alas, merupakan celah-celah yang lazim terjadi dalam transaksi e-commerce
bila tidak disikapi dan diantisipasi dengan benar dan hati-hati. Berikut
akan dianalisis sikap dan pandangan kedua organisasi kemasyarakatan, NU dan
Muhammadiyah, yang menjadi objek penelitian (subject matter) dalam
penelitian.
Muhammadiyah
Secara
kelembagaan, Muhammadiyah sudah memanfaatkan fasilitas ICT dalam menjalankan
organisasi kelembagaannya. Hal ini terbukti dari pembelian domain dan hosting
pada website resmi www.muhammadiyah.or.id. iuga pada beberapa lembaga yang
berafiliasi pada Muhammadiyah seperti Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus, Rumah
Sakit PKU, Universitas Muhammadiyah dan lainnya. Meski Muhammadiyah tidak
mempunyai dokumen resmi yang mencatat adanya keputusan resmi lembaga
Muhammadiyah dalam merespon dan mensikapi secara spesifik terhadap fenomena e-commerce
yang tertuang dalam sebuah keputusan ataupun fatwa, tapi secara garis besar
Muhammadiyah telah menuangkannya dalam bentuk batasan-batasan nilai normatif
(etikaberbisnis). Hal ini sebenarnya secara kelembagaan bisa dinilai kurang
responsif terhadap fenomena perkembangan teknologi yang sedang menggej ala di
tengah masyarakat. Sebagai sebuah institusi keagamaan dan kemasyarakatan yang
sudah mapan dengan jumlah anggota lebih dari satu juta orang, seharusnya
Muhammadiyah tidak menganggap cukup dengan sekedar menghasilkan keputusan yang
bersifat global dan normatif saja. Sebagai bentuk tanggungjawab moral
keagamaan, kepedulian Muhammadiyah melalui sebuah keputusan khusus yang
menetapkan status hukum transaksi e-commerce menjadi sesuatuyang
seharusnya dan sepatutnyamendapat perhatian khusus dari pimpinan lembaga,
utamanya dari Majelis Tarjih yang berkompeten untuk itu. Dokumen resmi ini
penting bagi sebuah organisasi keagamaan yang menaungi sckian banyak anggota.
Para anggota dengan sendirinya lebih mantap dan nyaman secara psikologis bila
mengikuti dan berpedoman pada keputusan organisasinya sendiri dibanding
mengikuti keputusan organisasi yang lain, semisal MUI,
DepartemenAgamaataupunNahdlatul Ulama (NU).
Nahdlatul
Ulama (NU)
Berbeda
dengan Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU) secara institusi kelembagaan terlihat
lebih responsif dibanding Muhammadiyah dalam mensikapi adanya fenomena
transaksi e-commerce di masyarakat jamaahnya. Kepedulian NU tidak saja
ditunjukkan dengan pembelian domain dan hosting pada website resmi www.nu.or.id
berikutjuga organisasi atau badan-badan lainnya semisal Lakspesdam, Pesantren
Virtual, Pesantren Link, dan juga beberapa pesantrenyang memiliki website
sendiri seperti PP. Lirboyo, Sidogiri, Situbondo, As-Shiddiqiyah, dan lain
sebagainya. Melalui lembaga forum Bahtsul Masail Diniyah, NU membahas secara
khusus fenomena e-commerce dalam perspektif hukum Islam. Hasilnya
sebagaimana diketahui bahwaNU memperbolehkan transaksi melalui e-commerce tetapi
tetap dengan menerapkan prinsip kehati-hatian. Prinsip kehati-hatian
dimaksudkan bahwa hendaknya yang melakukan transaksi e-commerce itu
adalah orang yang sudah cakap dan berpengalaman. Kalau tidak sebaiknya
didampingi oleh orang yang berpengalaman serta dipercaya. Dokumen keputusan ini
secara kelembagaan sangat strategis dan taktis, karena jutaan anggauta jamaah
yang bemaung dalam organisasi ini merasa terlindungi dan mendapatkan pedoman dalam
melakukan transaksi e-commerce dalam perspektif islam.
Islam mengatur seluk beluk aspek
kehidupan manusia. Tidak terkecuali adalah perdagangan online melalui Internet (E-Commerce).
Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia
memiliki pandangan yang sama terhadap pelaksanaan transaksi e-commerce. Dalam
aspek teknis dan mekanisme jual beli, baik dari segi komponen jual beli dalam
hal barang Bathsul Masa'il membahas lebih terperinci. Sedangkan Muhammadiyah
dalam hal ini diwakili oleh Majlis Tarjih lebih umum dalam menetapakan hukum.
Sedangkan dalam hal transaksi e-commerce itu sendiri bahwa dasar hukumya
termasuk Bai'as Salam yaitu pertukaran barang dengan uang yang penyerahan
barangnya ditangguhkan sampai waktu yang telah disepakati. Walaupun fatwa dari
Majlis Tarjih dan Bahtsul Masail belum rinci mengatur pelaksanaan e-commerce,
namun warga Muhammadiyah maupun NU sudah melaksanakan e-commerce dalam arti
luas yaitu penggunaan ATM, media komunikasi telepon, fax, email, transfer Bank
dan penggunaan website. Dengan semakin tingginya penggunaan e-commerce oleh
masyarakat muslim yang tentu saj a mengharapkan perlindungan dari segala resiko
terjadinya kecurangan, maka perlu dibuat dan diberlakukan aturan yang lebih
rinci tentang pelaksanaan bisnis e-commerce dari sudut pandang hukum Islam baik
melalui Lembaga Majlis Tarjih maupun lembaga Bahtsul Masa'il sebagai
representasi dua organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia. Diperlukan
dukung dari pemerintah membentuk badan yang menangani keluhan dan sebagai
penengah dalam mengurangi kecurangan dalam bisnis e-commerce.[11]
D.
Transaksi
Perdagangan Via Elektronik (E- Commerce) Dalam Perspektif Hukum Islam
Dalam
islam, setiap usaha harus dilakukan menurut ketentuan hukum yang berlaku agar
tidak ada kelompok atau pihak yang dirugikan. Untuk itulah usaha atau kegiatan
bisnis tidak boleh menyimang dari syariat islam maupun ketentuan umum yang
berlaku dalam suatu negara. Setiap usaha yang merugikan seseorang atau melanggar
undang-undang akan dikenakan sanksi, sedangkan dalam Islam transaksi dianggap
batal (tidak sah). Dalam bidang muamalah, dikenal suatu asa hukum islam, yaitu
asa kebolehan atau mubah. Asas ini menunjukkan kebolehan melakukan semua
hubungan perdata (sebagaian dari hubungan muamalah) sepajang hubungan tersebut
tidak dilarang oleh Al-Quran dan sunnah.
Ini berarti bahwa Islam memberi kesempatan luas kepada yang berkepentingan
untuk mengembangkan bentuk dan macam-macam hubungan perdata (baru) sesuai
dengan perkembangan zaman dan kebutuhan umat manusia. Berdasarkan asas
kebolehan trsebut sekarang ini telah berkembang suatu cara dalammengembangkan
suatu perdagangan atau perniagaan melalui media elektronik yang lebih dikenal
dengan nama e- commerce.
Dalam
literatur fiqih, para ulama menjelaskan bahwa kegiatan perdagangan melibatkan 2
kegiatan yaitu jual (al- bay) dan beli (asy-syira) yang
masing-masing saling bekaitan satu sama lain, sehingga jual beli diartikan
sebagai pertukaran harta dengan harta lainnya yang disertai dengan pemindahan
hak milik. Sebagai suatu alat pertukaran, jual beli mempunyai rukun dan syarat
yang harus dipenuhi sehingga jual beli tersebut dapat dikatakan sah menurut
syarat. Menurut pendapat jumbur ulama, rukun jual beli ada tiga yaitu: 1) orang
yang bertransaksi (penjual dan pembeli) 2) sighat (lafal ijab dan qobul) dan 3)
objek transaksi (barang yang diperjual belikan dan nilai ukur/ pengganti
barang).
Semua
kontrak (akad) yang sah harus bebas dari ketidakpastian yang berlebihan
(gharar) mengenai subjek atau pertimbangan harga yang ada dalam pertukaran.
Untuk menghindari ketidakpastian, penjualan yang sah menuntut komoditas yang
diperdagangkan harus ada pada waktu penjualan, penjual seharusnya sudah
memperoleh kepemilikan atas komoditas. Salam dan istishana adalah dua
pengecualian terhadap prinsip syariah dan pembebasannya atasnya diperbolehkan
asalkan tercipta kondisi-kondisi keabsahan dimana gharar dihapuskan.
Para
ulama telah sepakat bahwa akat itu sudah dianggap sah dengan adanya pengucapan
lafal perjanjian tersebut namun mereka berbeda pendapat apakah perjanjian itu
sah dengan sekedar adanya upah terima barang, yakni seorang penjual menyerahkan
barang dan pembeli menyerahkan uang bayarannya tanpa adanya ucapan dari salah
seorang diantara mereka berdua. Kenyataannya pada zaman modern ini, perangkat
komputer bisa dijadikan etalase barang jualan dengan tertentu. Lalu datang
pembeli dan memilih barang yang sudah ditentukan. Pendapat yang benar menurut
mayoritas ulama adalah bahwa jual beli semacam ini sah berdasarkan hal-hal
berkut :
a.
Hakikat dari jual beli yang disyariatkan
adalah menukar harta dengan harta dengan dasar kerelaan hati dari keuda belah
pihak tidak ada ketentuan syari tentang harusnya lafal tertantu sehingga
semuanya kembali kepada adat kebiasaan
b.
Tidak
terbukti adanya syarat ijab qobul secara lisan dalam nass syariat.
c.
Umat
manusia telah terbiasa melakukan jual beli dipasar-pasar dengan melakukan serah
terima barang saja (tanpa pengucapan lafal akad) diberbagai negeri dan tempat,
sehingga itu sudah menjadi ijma.
Untuk
mengetahui kesesuaian transaksi e-commerce dengan keabsahan akad pada hukum
perikatan islam, maka ada beberapa hal yang perlu ditinjau lebih lanjut dalam
hal ini. Dalam rukun akad dijelaskan bahwa suatu akad akan sah jika subjek, barang,
dan shghat memenuhi beberapa ketentuan
1. Syarat subjek yang melakukan transaksi
Dalam islam, terdapat
da syarat bagi orang yang melakukan transaksi, yaitu:
a) Orang tersebut adalah orang yang berakal
dan mumayiz, sehingga orang yang gila dan anak kecil tidak sah melakukan akad.
b) Orang yang melakukan transaksi melakukan
sendri tanpa paksaan, maka tidak sah sebuah akad dengan perantara atau wakil
pada kedua belah pihak, kecuali orang tua atau hakim.
Mengenai syarat dewasa,
dalam e-commerce, sulit untuk menentukan apakah para pihka yang melukan
transaksi telah mememnuhi ketentuan tersebut hal ini karena par pihak tidak
bertemu secra fisik melaikan memalui internet sehingga para sihaqh tidak
mengetahui bagaimana kondisi fisik pihak yang lain. Oleh karena itu, apabila
pihak yang melakukan e-commerce telah dewas, mampu bertindak sendri maka
transaksi diaggap sah. Disamping itu, permasalahan perwakilan pun menjadi
masalah untuk diketahui, apakah orang yang menjual barang itu benar-benar orang
yang berwenang menjual barang. Dalam transaksi e-commerce, walaupun pihak yang
malakukan transaksi memiliki kemapuan untuk mengadakan transaksi namun tidak
diketahui dengan pasti apakah iya memiliki hak penuh terhadap barang tersebut
atau tidak.
2. Syarat berkaitan dengan objek transaksi
Para ulama telah
bersepatat bahwa ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh objek akad yaitu:
a. Barang harus tersedia pada akad
berlangsung,kecuali pada akad salam.
b. Barang yang diperjual belikan adalah
barang berharga
c. Barang tersebut adalah hak milik
perorangan, maka tidak sah jika barang yang diperjual belikan adalah barang
umum seperti air sungai dan padang rumput.
d. Barang
tersebut adalah milik penuh penjual, atau penjual diizinkan oleh pemiliknya
untuk menjual barang tersebut, seperti perwakilan atau perwalian.
e. Barang harus diserah terimakan, maka
jual beli barang yang tidak bisa diserah terimakan seperti barang ghashab dan
gurung diudara diaggap tidak sah.
f. Deskripsi yang jelas mengenai
karakteristik barang tersebut kepada pihak pembeli baik melalu peyaksian
langsung mapun dengan mendiskripsikan sifatnya dengan cara ter perinci
g. Barang yang dipejual belikan bisa
dimafaat kan secara syara
h. Barang tersebut bujkan barang yang
diharamkan.
Persyaratan
mengenai ijab qobul dalam e-commerce adalah: jalalul ma’na (jelas ijab
qabul), Ittishal al-qabul bil jawah/ awafuq (kesesuaian antara ijab dan
qabul), Jazmul Iradataini (menunjukan kehendak para pihak).[12]
E.
Sikap
Kita Dalam Menanggapi Transaksi Perdagangan Via Elektronik (E- Commerce
Dalam kemajuan teknologi yang kian hari
kian maju mau tidak mau kita harus mengikuti perkembangan tersebut. Pada zaman
dahulu sebelum internet muncul dan bahkan berkembang untuk membeli sesuatu
sangat mudah hanya dengan sistem barter hanya tukar menukar dengan barang
maupun barang dengan uang. Pada era globalisasi sekarang cara seperti itu sudah
tidak ada lagi jarang sekali ditemukan. Pada zaman sekarang lebih mudah lagi
dengan menggunakan Transaksi Perdagangan Via Elektronik (E- Commerce).
Via elektronik itu lebih memudahkan kita dalam membayar apapun yang kita
inginkan mulai dari berbelanja kebutuhan sehari-hari dan bahkan tidak ada
terbatas lokal saja bahkan sampai luar negeri pun bisa dijangkau oleh
perdagangan via Elektronik (E- Commerce). E-commerce memiliki dampak yang sangat besar dalam dunia bisnis, terutama pada proses
penyempurnaan marketing perusahaan demi mencapai tujuan perusahaan itu sendiri.
E-commerce seperti memiliki daya tarik yang kuat sehingga banyak pribadi
atau organisasi tertarik untuk menjalankan bisnis ini. E-commerce memiliki
dampak yang sangat besar dalam dunia bisnis, terutama pada proses penyempurnaan
marketing perusahaan demi mencapai tujuan perusahaan itu sendiri. E-commerce
seperti memiliki daya tarik yang kuat sehingga banyak pribadi atau organisasi
tertarik untuk menjalankan bisnis ini. Dalam menanggapi hal yang terjadi
sekarang ini kemajuan dalam via elektronik khususnya E-commerce sendri
mempunyai masalah tersendiri kebanyakan masyarakat adalah kurangnya pengetahuan
mendalam tentang e- commerce. Adapun faktor penyebabnya antara lain
Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang dunia internet terutama dalam
bisnis e-commerce. Kurangnya komunikasi masayarakat dengan pihak yang
sudah sukses dalam bidang e-commerce. Kebiasaan masyarakat sebagian
masih banyak melakukan transaksi jual beli offline. Untuk itu agar
semakin bertambah luas lagi pengetahuan tentang Transaksi
Perdagangan Via Elektronik (E- Commerce) masyarakat diberikan
pengetahuan tentang bagaimana cara menggunakan dan dipermudah dalam bertansaksi.
Namun dengan meluasnya teknologi kita juga perlu kehati-hatian dalam
menggunakannya. Semakin canggihnya ilmu pengetahuan semakin banyak kejahatan
yang dapat terjadi tanpa kita sadari contohnya saja seperti penipuan.
Permasalahan itu sangat sering sekari terjadi. Untuk menghindari dari bahaya
itu semua sebaiknya kita lebih mengetahui informasi yang berkaitan dengan
Transaksi Perdagangan Via Elektronik (E- Commerce).
Pada dasarnya, baik NU maupun
Muhammadiyah memiliki pandangan yang sama terhadap pelaksanaan transaksi e-commerce.
Hanya saja NU melalui Bahlsul Masa 7/nya membahas lebih
detail dan rinci terhadap mekanisme jual beli seperti ecommerce, baik
dari aspek komponen jual beli dalam hal ini barang, penjual dan akadjugadari
aspek mekanismenya. Sementara Muhammadiyah, melalui Majlis Tarjihnya menetapkan
persoalan ini pada Munas ke- 26 di Padang hanya pada wilayah etika normatifhy a
saj a secara global tanpa ada penjelasan secara khusus yg mengarah pada pola
transaksi tertentu seperti halnya e-commerce. Pelaku transaksi e-commerce
idealnya adalah orang-orangyang mefatteknologi dan familiar dengan
istilah-istilah yang sering dipergunakan dalam transaksi e-commerce
serta berpengalaman dalam bertransaksi.
F.
Simpulan
Aktivitas perdagangan melalui media internet ini
populer disebut dengan electronic commerce (e-commerce). E-commerce tersebut
terbagi atas dua segmen yaitu business to business ecommerce
(perdagangan antar pelaku usaha) dan business to consumer ecommerce.
(perdagangan antar pelaku usaha dengan konsumen). Selain
itu contoh lain yang menerapkan sistem Business-to -Customer (B2C) adalah Amazon.com. sistem dalam pembayaran
menerapkan sistem badan usaha menghasilkan pendapatannya dengan menjual
langsung ke konsumen. Toko online di media sosial. Toko Online. Model bisnis
ini cukup sederhana, yakni sebuah toko online dengan alamat website (domain)
sendiri dimana penjual memiliki stok produk dan menjualannya secara online
kepada pembeli. Contohnya adalah lazada.com, bhineka .com dan GerobakOnline.
Com.
Customer-to-Customer (C2C): Badan usaha jenis ini memfasilitasi perdagangan
langsung antara konsumen dengan konsumen lainnya. Contoh badan usaha jenis ini
adalah Ebay.com, classified2000.com.
Setiap usaha yang merugikan seseorang atau melanggar undang-undang akan
dikenakan sanksi, sedangkan dalam Islam transaksi dianggap batal (tidak sah).
Dalam bidang muamalah, dikenal suatu asa hukum islam, yaitu asa kebolehan atau
mubah. Asas ini menunjukkan kebolehan melakukan semua hubungan perdata
(sebagaian dari hubungan muamalah) sepajang hubungan tersebut tidak dilarang
oleh Al-Quran dan sunnah. Persyaratan
mengenai ijab qobul dalam e-commerce adalah: jalalul ma’na (jelas ijab
qabul), Ittishal al-qabul bil jawah/ awafuq (kesesuaian antara ijab dan
qabul), Jazmul Iradataini (menunjukan kehendak para pihak). Via
elektronik itu lebih memudahkan kita dalam membayar apapun yang kita inginkan
mulai dari berbelanja kebutuhan sehari-hari dan bahkan tidak ada terbatas lokal
saja bahkan sampai luar negeri pun bisa dijangkau oleh perdagangan via
Elektronik (E- Commerce). E-commerce memiliki
dampak yang sangat besar dalam dunia bisnis, terutama pada proses penyempurnaan
marketing perusahaan demi mencapai tujuan perusahaan itu sendiri. E-commerce
seperti memiliki daya tarik yang kuat sehingga banyak pribadi atau organisasi
tertarik untuk menjalankan bisnis ini. E-commerce memiliki dampak yang
sangat besar dalam dunia bisnis, terutama pada proses penyempurnaan marketing
perusahaan demi mencapai tujuan perusahaan itu sendiri.
G.
Refrensi
Azhar
Muttaqin. “Transaksi E- Commerce Dalam Tinjauan Hukum Jual Beli.” Ulumuddin
VI (2010): 459–60.
Dedy
Ansari Harahap, dan Dita Amanah. “Perilaku Belanja Online Di Indonesia: Studi
Kasus.” Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia 9 (2018): 196–208.
https://doi.org/doi.org/10.21009/JRMSI.
Friska
Muthi Wulandari. “Jual Beli Online yang Aman dan Syar’i (Studi Terhadap
pandangan Pelaku Bisnis Online di Kalangan Mahasiswa dan Alumni Fakultas
Syari’ah dan hukum UIN Sunan Kalijaga).” Az Zarqa 7 (2015): 202–3.
Lathifah
Hanim. “Sebagai Akibat Dari Globalisasi Ekonomi.” Jurnal Pembaharuan Hukum
1 (2014).
Mahir
Prdana. “Klasifikasi Bisnis E- Commerce di Indonesia.” MODUS 27 (2015):
165.
Marhamah,
Sarip Hidayatuloh, dan Ari Irawan. “Sistem E- Commerce B2C pada PT. Harapan
Sentosa Nusantara Jakarta Pusat.” Jurnal Sistem Informasi 9 (2016): 159.
Martini
Dwi. “Perdagangan Elektronik (E-Commerce) dalam Persepektif Islam” 8 (2014).
Nefo
Indra Nizar. “Analisis Model Bisnis dan Strategi Perusahaan Start Up E-
Commerce (Studi Kasus Pada Gerobakoline. Com).” Jurnal Mandiri 1 (2017):
102–3.
Septi
Andryana. “Collaborative Commerce pada Aplikasi Edi (Electronik Data
Interchange).” Jurnal basis data, ICT Research Center UNAS 3 (2008):
134.
Shofiyullah
Mz, dkk. “E- Commerce Dalam Hukum Islam (Studi atas pandangan Muhammadiyah dan
NU).” Jurnal Penelitian Agama XVII (2008): 578–83.
Sugeng
Santoso. “Sistem Transaksi E- Commerce dalam persepektif KUH Perdata dan Hukum
Islam.” Ahkam 4 (2016): 217–18.
[1] Sugeng Santoso, “Sistem
Transaksi E- Commerce dalam persepektif KUH Perdata dan Hukum Islam,” Ahkam
4 (2016): 217–18.
[3] Azhar Muttaqin,
“Transaksi E- Commerce Dalam Tinjauan Hukum Jual Beli,” Ulumuddin VI
(2010): 459–60.
[4] Friska Muthi Wulandari,
“Jual Beli Online yang Aman dan Syar’i (Studi Terhadap pandangan Pelaku Bisnis
Online di Kalangan Mahasiswa dan Alumni Fakultas Syari’ah dan hukum UIN Sunan
Kalijaga),” Az Zarqa 7 (2015): 202–3.
[5] Dedy
Ansari Harahap dan Dita Amanah, “Perilaku Belanja Online Di Indonesia: Studi
Kasus,” Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia 9 (2018): 196–208,
https://doi.org/doi.org/10.21009/JRMSI.
[7] Septi
Andryana, “Collaborative Commerce pada Aplikasi Edi (Electronik Data
Interchange),” Jurnal basis data, ICT Research Center UNAS 3 (2008):
134.
[8] Marhamah,
Sarip Hidayatuloh, dan Ari Irawan, “Sistem E- Commerce B2C pada PT. Harapan
Sentosa Nusantara Jakarta Pusat,” Jurnal Sistem Informasi 9 (2016): 159.
[10] Nefo
Indra Nizar, “Analisis Model Bisnis dan Strategi Perusahaan Start Up E-
Commerce (Studi Kasus Pada Gerobakoline. Com),” Jurnal Mandiri 1 (2017):
102–3.
[11] Shofiyullah
Mz, dkk, “E- Commerce Dalam Hukum Islam (Studi atas pandangan Muhammadiyah dan
NU),” Jurnal Penelitian Agama XVII (2008): 578–83.
Comments
Post a Comment