Jurnal Hukum Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri


Hukum Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri)
Muhammad Bayu
Institut Agama Islam Negeri Metro
Jl. Ki Hajar Dewantara 15a Iringmulyo, Kota Metro, Lampung, Indonesia, 34112

ABSTRAK
Di Era Globalisasi saat ini, telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdampak terhadap aktivitas manusia.Media berbasis teknologi digital yang menjadi salah satu bentuk implikasi dari kemajuan teknologi informasi mengenal adanya internet.  Sebagai suatu karya kreativitas, produk ekonomi kreatif (ekraf) merupakan kekayaan intelektual yang perlu mendapat penghargaan sebagai suatu karya intelektual yang memiliki nilai ekonomi dan memperoleh pelindungan hukum. Penelitian ini menganalisis mengenai regulasi yang dibentuk Pemerintah dalam memberikan pelindungan terhadap hak kekayaan intelektual (HKI) terhadap produk ekraf dan penerapan regulasi tersebut di Kota Surakarta, Jawa Tengah dan Kota Denpasar, Bali. Melalui metode penelitian yuridis normatif dan empiris, data sekunder dan primer diolah dan dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menyebutkan, kebijakan pelindungan HKI terhadap produk ekraf telah dilakukan oleh pemerintah melalui peraturan perundang-undangan bidang HKI dan kebijakan daerah terkait pelindungan HKI untuk produk ekraf mengacu pada kebijakan tingkat nasional. Pelindungan preventif diberikan melalui UU berupa manfaat ekonomi bagi pelaku ekraf yang mendaftarkan HKInya. Namun, tingkat kesadaran  masyarakat dan pemahaman masih sangat rendah. Untuk dari itu dengan adanya penelitian ini Hukum Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri)

Kata Kunci: Pengertian, Contoh Kasus, Dalam Perspektif Ulama, Dalam Perspektif Hukum Islam, Sikap Kita Dalam Menanggapi

ABSTRACT
In the current era of globalization, it has experienced very rapid development, especially in the fields of science and technology that has an impact on human activities. Digital technology-based media has become one of the implications of the progress of information technology in recognizing the existence of the internet. As a work of creativity, the product of creative economy (ecraf) is intellectual property that needs to be rewarded as an intellectual work that has economic value and obtains legal protection. This study analyzes the regulations established by the Government in providing protection of intellectual property rights (IPR) on the product of the draft and the application of these regulations in the City of Surakarta, Central Java and the City of Denpasar, Bali. Through normative and empirical juridical research methods, secondary and primary data are processed and analyzed qualitatively. The results of the study mentioned, the policy of IPR protection for ecstric products has been carried out by the government through legislation in the field of IPR and regional policies related to IPR protection for ecgraph products referring to national level policies. Preventive protection is provided through the law in the form of economic benefits for those who registered their IPR. However, the level of public awareness and understanding is still very low. For this reason, with the existence of this research, the Law on Violation of Intellectual Property Rights (Copyright and Industrial Property Rights)

Keywords: Understanding, Case Examples, In the Perspective of Ulama, In Perspective of Islamic Law, Our Attitude in Responding
 
A.           Pendahuluan
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah hak yang timbul atau lahir dari hasil kemampuan intelektual manusia di bidang seni, sastra dan teknologi yang dibedakan dari jenis hak kekayaan lain yang dapat dimiliki oleh manusia yang tidak tumbuh atau dihasilkan oleh intelektualitas manusia yaitu kekayaan yang diperoleh dari alam seperti tanah atau hak-hak kebendaan lain yang diturunkan. Karya-karya intelektual manusia tersebut apakah di bidang ilmu pengetahuan atau seni, sastra atau teknologi dilahirkan dengan pengorbanan tersebut menjadi karya yang bernilai, apalagi dengan manfaat ekonomi yang melekat pada HKI menumbuhkan konsep kekayaan (property) terhadap karya-karya intelektual bagi dunia usaha dan menjadi aset perusahaan. Hak Moral atau Moral Rights sebagaimanayang dapat kita lihat dalam Pasal 5 ayat (1) UUHC 2014, adalah, hak yang melekat secara abadi (tidak dapat hapus/hilang) pada diri Pencipta untuk tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian Ciptaannya untuk umum; menggunakan nama aliasnya atau samarannya; mengubah Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat; mengubah judul dan anak judul Ciptaan; dan mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi Ciptaan, mutilasi Ciptaan, modifikasi Ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya. Hak moral juga melekat pada pelaku pertunjukan yang tidak dapat dihilangkan atau tidak dapat dihapus dengan alasan apapun walaupun hak ekonominya telah dialihkan. Hak Moral adalah hak yang bersifat manunggal antara ciptaan dan diri pencipta, atau dapat juga dikatakan integritas dari si pencipta. Hak moral suatu hak cipta dapat mencakup hak untuk mencantumkan nama pencipta dalam ciptaannya dan hak untuk mengubah judul dan/atau isi ciptaan. Hak moral merupakan hak yang tidak dapat dialihkan, sehingga hak moral selalu terintegrasi dengan penciptanya. Dalam praktek, seringkali pihak lain diluar pencipta yang melakukan eksploitasi secara ekonomis, dan bukan penciptanya sendiri. Pihak lain tersebut melakukan pengumuman dan perbanyakan hak cipta, misalnya mengumumkan dan memperbanyak lagu milik seorang pencipta lagu, dimana sang pencipta lagu akan menerima keuntungan ekonomis berupa royalti.[1] HKI merupakan benda tidak berwujud hasil kegiatan intelektual (daya cipta) manusia yang diungkapkan ke dalam suatu bentuk ciptaan atau penemuan tertentu. Kegiatan intelektual (daya cipta) terdapat dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan teknologi. Dari segi hukum, perlu dipahami bahwa yang dilindungi oleh hukum adalah HKI, bukan benda material bentuk jelmaan HKI. Alasannya adalah HKI HKI secara umum dapat di golongkan ke dalam dua kategori utama, yaitu hak cipta dan hak kekayaan industri. Ruang lingkup hak cipta adalah karya cipta dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, sedangkan ruang lingkup hak kekayaan industri adalah dalam bidang teknologi. Dalam terminologi HKI dikenal istilah “pencipta” dan/atau “penemu”. Hak cipta terdiri atas hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral rights). Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk hak terkait. Hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apapun, walaupun Hak Cipta atau Hak Terkait telah dialihkan. Di era globalisasi saat ini dengan berbagai teknologi yang sudah semakin maju, setiap orang dapat memanfaatkan teknologi saat ini dengan mudah untuk melakukan usaha guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun kemajuan teknologi informasi yang sangat pesat ini juga memberikan dampak negatif dalam hal perlindungan hak cipta. Dan saat ini persaingan dalam berbagai hal nampak sangat jelas terjadi, berbagai cara dilakukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan baik melalui cara yang wajar maupun melalui cara yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.  Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari pencipta atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut. Jika suatu ciptaan dirancang oleh seseorang, tetapi diwujudkan dan dikerjakan oleh orang lain, tetapi masih di bawah pimpinan dan pengawasan perancangnya, maka yang dianggap sebagai penciptanya adalah orang yang merancang atas ciptaan itu. [2]
 Pemasyarakatan HaKI di kalangan pengusaha IKM dimaksudkan untuk menimbulkan kesadaran akan pentingnya daya kreasi dan inovasi intelektual sebagai kemampuan yang perlu diraih oleh para pengusaha industri yang ingin maju sebagai faktor pembentuk kemampuan dayasaing industri. Oleh karena itu karya temuan orang lain yang didaftarkan untuk dilindungi harus dihormati dan dihargai.
Di samping itu kesadaran dan wawasan mengenai HaKI diharapkan akan dapat menimbulkan motivasi dan dorongan agar pengusaha IKM terdorong untuk berkreasi dan ber-inovasi di bidang produk dan teknologi produksi, serta manajemen.
Pelatihan HaKI dimaksudkan untuk memberikan informasi serta pengetahuan kepada para pengusaha industri kecil dan menengah, LSM, Yayasan dan Asosiasi, sehingga mereka memperoleh gambaran yang jelas tentang Hak Cipta sebagai karya cipta manusia, Paten serta Merek maupun HaKI lainnya.
 Bentuk Bentuk Pelangaran Hak Ciptaa (Hak Moral)
1.      Infringment (pengunaan secara tidak Sah lewat Copy)
Pelanggaran Hak Cipta atau yang disebut juga sebagai infringement.10 Henry Campbell Black mendefinisikan Infringement of Copyright sebagai penggunaan secara tidak sah atas materi yang berada di bawah perlindungan Hak Cipta. 11 Adapun bentuk pelanggaran ]infringement) yang paling umum terjadi adalah copying atau melakukan reproduksi secara menyeluruh atau pada bagian-bagian substansial dari suatu ciptaan. Copying tidak lain adalah suatu tindakan melakukan reproduksi atau duplikasi langsung atas suatu ciptaan misalnya melalui mesin photocopy, alat perekam atau video perekam.
2.      Non Literal Coppping
Namun di samping itu terdapat juga pelanggaran Hak Cipta yang disebut sebagai "non literal copying" dari suatu ciptaan dengan cara menyusun kembali suatu ciptaan baru berdasarkan bahan-bahan yang berasal dari suatu ciptaan lain. Tindakan melakukan no literal copying inilah yang menjadi wacana penting dalam penerapan hukum Hak Cipta.Penerapan hukum Hak Cipta akan menggambarkan dan merumuskan tindakan non literal copying yang mana yang dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta dan yang mana yang tidak.Sudah menjadi doktrin dasar hukum Hak Cipta bahwa Hak Cipta hanya melindungi "ekspresi" dan tidak melindungi suatu "ide". Doktrin dasar inilah yang sering disebut sebagai idea and expression dichotomy. 13 Perlindungan Hak Cipta hanya diberikan kepada ciptaan yang telah diekspresikan.
3.      Plagiat (Peniruan)
Peniruan "ide" sering terjadi sehingga menimbulkan ciptaan yang mempunyai kemiripan dengan meniru "ide" dari ciptaan sendiri.
Pada saat ini Indonesia telah memiliki perangkat peraturan perundang-undangan di bidang hak kekayaan intelektual yang cukup memadai dan tidak bertentangan dengan ketentuan sebagaimana yang dipersyaratkan dalam Persetujuan TRIPS. Peraturan perundang-undangan dimaksud mencakup :
1. Undang-undang No. 12 Tahun 1997 tentang Perubahan Undang-undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 7 tahun 1987 (UU Hak Cipta); dalam waktu dekat, Undang-undang ini akan direvisi untuk mengakomodasikan perkembangan mutakhir dibidang hak cipta;
2. Undang-undang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman;
3. Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang;
4. Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri;
5. Undang-undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu;
6. Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten (UU Paten); dan
7. Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek
Masyarakat juga dapat memanfaatkan untuk mendapatkan karya cipta digital dengan mudah dengan adanya internet. Karya cipta produk digital ini tersedia di internet baik yang resmi maupun yang ilegal, sepeti tersedianya karya cipta lagu dan buku digital (e-book). Perkembangan jaman dan teknologi pada saat ini menjadikan produk digital semakin diminati masyarakat daripada produk fisik seperti kaset, compact disc, piringan hitam untuk media penyimpanan lagu dan buku konvensional untuk karya tulis. Produk rilisan fisik dianggap kurang efisien karena ditemukannya file mp3 untuk file lagu serta karya tulis berupa file pada e-book. Sebenarnya terdapat aplikasi-aplikasi yang menyediakan lagu digital yang legal seperti i-tunes, spotify dan joox untuk dapat menikmati lagur secara streaming maupun pengunduhan berbayar. Terdapat pula situs-situs penyedia lagu digital yang tanpa ijin dari pemegang hak cipta yang merupakan situs illegal yang menyediakan lagu-lagu digital bajakan. Demikian pula dengan buku digital (e-book) terdapat pula situs penyedia e-book illegal maupu lewat media sosial seperti instagram.

B.            Contoh Kasus
Salah satu isu yang menarik dan saat ini tengah berkembang dalam lingkup kajian HKI adalah perlindungan hukum terhadap kekayaan intelektual yang dihasilkan oleh masyarakat asli atau masyarakat tradisional. Kekayaan intelektual yang dihasilkan oleh masyarakat asli tradisional ini mencakup banyak hal mulai dari sistem pengetahuan tradisional (traditional knowledge), karya-karya seni, hingga apa yang dikenal sebagai indegenous science and technology. Dalam hal ini, masyarakat telah berfikir secara kreatif tentang tata cara menghasilkan sesuatu secara inovatif dan tetap mengangkat serta menonjolkan warisan budaya bangsa. Kekayaan intelektual yang dihasilkan oleh masyarakat asli tradisional ini menjadi menarik karena rezim ini masih belum terakomodasi oleh pengaturan mengenai hak kekayaan intelektual, khususnya dalam lingkup internasional. Maraknya pelanggaran HKI menunjukan negara belum memiliki format infrastruktur hukum yang jelas dalam mendukung keberadaan HKI, sehingga penegakan hukum juga masih belum konsisten. Fenomena tersebut menunjukan bahwa perlindungan hukum terhadap kekayaan intelektual yang dihasilkan masyarakat asli tradisional hingga saat ini relatif masih lemah. Sayangnya, hal ini justru terjadi disaat masyarakat dunia saat ini tengah bergerak menuju suatu trend yang dikenal dengan gerakan kembali ke alam (back to natur).
Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan. Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan, walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam Pasal 24–26 Undang-undang Hak Cipta. Kemajuan teknologi berupa ditemukannya file mp3 yang dapat memuat lagu seringkali disalahgunakan dengan memuat karya karya lagu bajakan yang diunggah dan diunduh oleh masyarakat. Walaupun sebenarnya tujuan dari penemuan mp3 bukan untuk tujuan mempermudah pembajakan yang telah jelas merugikan para pencipta lagu. Lagu yang ditawarkan oleh situs-situs illegal adalah lagu-lagu yang memiliki hak cipta yang seharusnya dalam pemanfaatannya melalui ijin terlebih dahulu. Masyarakat memilih mengunduh lagu melalui situs illegal karena pertimbangan kemudahan dan tentunya gratis tanpa membayar, karena hanya membutuhkan konektivitas internet saja. Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep "hak ekonomi" dan "hak moral". Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan. Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan, walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26 Undang-undang Hak Cipta.
Dalam kasus perlindungan hukum terhadap hak kekayaan intelektual masyarakat asli/ tradisional di kabupaten purbalingga ini yang pertama, berkaitan dengan impelentasi implementasi perlindungan hukum HKI masyarakat asli/ tradisional, pemerintah daerah kabupaten purbalingga, khususnya disperindangkop hanya mempunyai peran untuk mengadakan sosialisasi atau penyuluhan mengenai arti pentingnya hak kekayaan intelektual dan pemerintah konsultasi yang berkaitan dengan pengurusan merek. Yang kedua, faktor-faktor yang cenderung mengambat perlindungan hukum HKI masyarakat asli/ tradisional di Kabupaten Purbalingga dalam faktor petugas / penegak hukum sarana, fasilitas, mengingat sumber daya yang masih relatif belum memahami teknis penyusunan pendaftaran HKI. Selain itu, faktor yang masyarakat dan budaya turut menghambat perlindungan HKI. Dan tingkat pengetahuan dan penyuluhan dan permohonan pendaftaran untuk HKI sangatlah reatif kurang.[3]
Selain contoh diatas ada lagi masalah Perlindungan Hak cipta terhadap patung bali sebagai karya tradisional masyarakat bali. pelaksanaan UUHC No.19 Tahun 2002 berkaitan dengan perlindungan hukum terhadappatung Bali Sebagai Karya Tradisional Masyarakat Adat Baliyaitu, Masih lemahnya perlindungan hukum terhadap kekayaan intelektual masyarakat asli tradisional ini makaPelaksanaan ketentuan Undang-Undang Hak Cipta 2002 belum efektif untuk memberikan perlindungan hukum bagi pencipta berkaitan dengan Karya Cipta Seni patung Bali. Hal ini terlihat dari banyaknya penggunaan Karya Cipta seseorang yang dipertunjukkan dan di perbanyak secara komersill tanpa meminta izin terlebih dahulu dari PenciptaKarya tersebut. Hal inilah yang menyebabkan banyak terjadinya pelanggaran atas Hak Cipta yang kebanyakan terjadi justru adalah eksploitasi yang tidak sah oleh pihakasing, terhadap karya tradional masyarakat bali khususnya pelanggaran terhadap Karya seni Pahatdan Patung Bali. 2.Kendala Pelaksanaan UUHC No.19 Tahun 2002 TerhadapPatung Bali SebagaiKarya Tradisional Masyarakat Adat Bali yaitu,kurangnya tingkat pemahaman masyarakat mengenai pentingnya hak cipta karena kultur masyarakat di Bali masihbersifat tradisional dan menganggap suatu karya seni adalah untuk dinikmati orang lain serta lebih condong bersifat menerima terhadap eksploitasi hasil karyanya, sehingga suatu kesalahan jika dianggap seperti hal yang biasa terjadi. Padahal si pencipta harusnya meminta pihak pelaku pelanggaran untuk menghentikan karya ciptaanya, sebelum ada pembicaraan lebih lanjut kepada pencipta. Namun Perlindungan hak cipta atas patung tradisional di Baliyang pada perkembangannya sudah menjadi komoditas seni yang diperdagangkan secara komoditas masal, dan upaya-upaya yang harus dilakukan olehPemerintah. Kebanyakan pengrajin patung di Bali tidak mempermasalahkan karya cipta seperti patung hasil ciptaanya ditiru pihak lain dan tidak ada keinginan untuk menuntut secara hukum. Mereka memandang bahwa karya cipta tidak hanya semata-mata bernilai materi belaka, akan tetapi mempunyainilai sosial dan religius.[4]
Copyright (Hak Cipta/ HC) merupakan perlindungan hukum yang diberikan kepada pengarang, pekerja seni atau pencipta, atas ciptanya atau karya di bidang ilmu pengetahuan. Sastra dan seni. Pencipta dan ahli warisnya (pemegag HC) memiliki hak-hak pokok, yaitu hak eksklusif untuk menggunakan atau memberi izin pihak lain untuk menggunakan ciptana sesuai dengan yang diperjanjikan. [5] istilah yang dipergunakan untuk merujuk kepada seperangkat hak eksklusif yang masing-masing diberikan kepada seseorang yang telah menghasilkan karya dari olah pikirnya, yang memiliki wujud, sifat atau memenuhi kriteria tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Istilah Hak Kekayaan Intelektual biasa pula disingkat dengan HKI. Baik "Hak Kekayaan Intelektual" maupun "HKI" sebagai bentuk penyingkatannya merupakan padanan baku dan resmi dalam Bahasa Indonesia untuk istilah "Intellectual Property Rights" atau "IPR", sebagaimana dipergunakan dalam beragam aturan perundang-undangan serta penamaan untuk unit teknis negara yang diserahi tanggung-jawab untuk menyelenggarakan sistem pemberian dan pengelolaan HKI, yaitu Direktorat Jenderal
Hak Kekayaan Intelektual atau HKI tidak merujuk pada salah satu jenis hak eksklusif semata, melainkan sebuah "payung", umbrella term, untuk menaungi beragam jenis hak eksklusif yang masing-masing memiliki karakteristik, ruang lingkup dan sejarah perkembangannya sendiri-sendiri. Kekayaan Intelektual dibagi menjadi 2 yaitu hak cipta dan hak kekayaan industri. Didalam hak kekayaan industri  dibagi menjadi 6 yaitu ada hak paten, hak merek, hak desai industri, hak rahasia dagang, hak tata letak sirkuit terpadu dan hak varistas Tanaman.
implementasi atas hak kekayaan intelektual merupakan suatu proses untuk melakukan pendaftaran KI oleh masyarakat baik secara pribadi maupun kelompok agar dapat dilindungi oleh Pemerintah. Dalam hal ini, wewenang implementasi tersebut terdapat pada:
1.             Ditjen KI Kementerian Hukum dan HAM RI sebagai wakil dari Pemerintah Pusat yang yang diberi kewenangan untuk membantu memberikan implementasi kepada masyarakat tentang peran pentingnya KI dalam pertumbuhan ekonomi rakyat sehingga masyarakat. Dengan demikian, diharapkan masyarakat memiliki kesadaran untuk melakukan pendaftaran atas KI yang mereka miliki agar mendapat perlindungan hukum.
2.              Pemerintah Daerah seperti Dinas Perdagangan dan Perindustrian dan Dinas UMKM untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat daerah dalam melindungi KI-nya.
3.             Aparat Penegakan Hukum yang dalam hal ini pihak PPNS yang membawahi bidang KI dan Polri sebagai Korwasnya, perguruan tinggi dan lembaga-lembaga hukum yang bergerak dibidang KI untuk dapat menjalankan amanat undang-undang untuk melindungi KI dari pengambilan KI yang dilakukan pihak lain. Selaku negara hukum, disamping memiliki aturan tersendiri terkait dengan KI, Indonesia juga terikat pada perjanjian-perjanjian internasional terkait dengan KI, dimana Indonesia sebagai salah satu anggotanya seperti Marakesh Treaty maupun TRIPs Agreement.

Perlindungan atas KI dalam kaitannya dengan peran negara adalah bagaimana negara mewujudkan cita hukum, yang lebih lanjut dirumuskan dalam cita perlindungan dengan konsep tanggung jawab pemerintah untuk melindungi seluruh rakyatnya, hal ini telah diatur secara eksplisit dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang telah memberikan pengaturan yang bersifat perlindungan dan promosi terhadap kesejahteraan rakyat. Peran pemerintah dalam melaksanakan implementasi kepada masyarakat merupakan bentuk perlindungan yang diberikan negara untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat atas KInya.[6]
Secara bertahap dan berkesinambungan telah diupayakan sosialisasi mengenai peran hak kekayaan intelektual di berbagai aspek dalam kehidupan sehari-hari seperti : kegiatan perindustrian dan perdagangan, investasi, kegiatan penelitian dan pengembangan, dan sebagainya. Berbagai lapisan masyarakat pun telah dilibatkan dalam kegiatan ini.
Tumbuhnya berbagai sentra hak kekayaan intelektual, klinik hak kekayaan intelektual, dan pusat hak kekayaan intelektual lain, baik yang dimotori oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departemen Pendidikan Nasional, Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Perguruan-perguruan Tinggi dan cukup banyaknya permintaan dari masyarakat yang diajukan kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual menunjukan telah tumbuhnya kesadaran masyarakat di bidang hak kekayaan intelektual. Di samping itu, apresiasi yang positif dari anggota masyarakat juga terlihat dalam wujud pendaftran karya-karya intelektual mereka, seperti terekam dalam jumlah pendaftaran yang sudah disinggung di atas.
Yang termasuk kedalam hak cipta dan hak-hak yang terkait dengan hak cipta:
1.      Karya seni dan Sastra
2.      Gambar
3.      Film
4.      Puisi
5.      Novel
6.      Fotografi
7.      Ukiran
8.      Software komputer
9.      Data base
10.  Desai arsitektur
11.  Performers
12.  Broadcasting organaiszation
13.  Producets of Phonograms

C.            Hukum Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual Dalam perspektif Ulama
Di antara para pemikir Islam, DR. Wahbah Zuhayli merupakan salah satu tokoh Islam yang membahas masalah hak cipta. DR. Wahbah Zuhayli menyebut istilah HAKI dengan istilah haqqul Ibdā‘ atau haqqul Ibtikār. Maknanya adalah hak milik permulaan yang tidak berbentuk nyata dan memiliki nilai keunggulan, keaslian dan permulaan. Hak ini didapat berdasarkan pemikiran dan karya manusia. Misalnya adalah hak cipta karya tulis, hak merek dagang, dan lain sebagainya. Hak ini bersifat maknawi yang dapat dirasakan manfaatnya.
Secara eksplisit, Quran dan Sunnah sebagai dua sumber hukum utama dalam Islam memang tidak menjelaskan tentang hak cipta. Namun, ajaran yang terkandung dalam kedua sumber hukum tersebut tentu telah mengatur ketentuan mengenai hak cipta karena kita meyakini bahwa kedua sumber tersebut merupakan panduan solusioner pada semua zaman. Jika merujuk kembali pada definisi hak cipta menurut UUHC yakni hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak yang untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberi izin untuk tidak mengurangi pembatasan- pembatasan menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku, agaknya hal ini bisa dipersamakan dengan istilah haq-ul-ibtikar dalam khazanah ekonomi Islam modern. Haq-ul-Ibtikar merupakan sebuah rangkaian kata yang terdiri dari kata “Haq” dan “al-Ibtikar”. “Haq” dapat diartikan sebagai kekhususan yang dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang atau sesuatu karya cipta yang baru diciptakan (al-Ibtikar). Sementara Ibtikar mempunyai makna menciptakan. Dengan demikian Haqul-Ibtikar dapat diartikan sebagai hak istimewa atas suatu ciptaan yang pertama kali diciptakan.[7] Point penting dari fatwa tersebut sesuai dengan kesepakatan dari kalangan ulama kontemporer dalam keputusan akhir dari lembaga pengkajian fikih Islam yang lahir dari organisasi konferensi Islam pada pertengahan kelima di Kuwait tahun 1409 H/1988 M. Keputusan tersebut menerangkan bahwa hak-hak cipta harus dilindungi oleh hukum Islam. Dengan demikian, para pemilik hak cipta bebas memperlakukan hak cipta itu sekehendak mereka dan tidak seorang pun yang berhak melanggarnya. Namun, karena Islam selalu menganut kebebasan yang terbatas. Maka, kebebasan tersebut pun disertai dengan syarat, yakni karyakarya tersebut tidak melanggar syariat Islam Tampak bahwa Rasulullah s.a.w. tidak melakukan pembatasan informasi pengetahuan teknis pemanfaatan alam bagi kehidupan manusia. Beliau juga pernah mengutus sahabatnya untuk belajar pabrikasi senjata ke daerah Yaman. Beliau pun mengadopsi sistem stempel pada pengiriman setiap surat negara kepada raja-raja di Persia. Habsyah dan Romawi. Jikalau saja setiap teknis yang dipakai seseorang kemudian menjadi sebuah ‘komoditi perdagangan’ tentu Rasulullah s.a.w. tidak akan melakukan transfer ilmu pengetahuan pada para sahabat beliau.
Maka dalam hal ini posisi kesepakatan-kesepakatan di dalam memahami hak milik publik dan hak milik pribadi bahkan untuk tujuan komersil amatlah penting. Kesepakatan yang dalam bahasa Alquran disebut ‘musyawarah’ merupakan ketetapan Allah untuk menjamin berlangsungnya kehidupan yang seimbang. Nampaknya hak kekayaan intelektual tidak dapat dicegah untuk menjadi hak milik pribadi apalagi telah  didukung oleh mayoritas ulama dalam fatwa-fatwanya. Beberapa pandangan yang melihat Maka dalam hal ini posisi kesepakatan-kesepakatan di dalam memahami hak milik publik dan hak milik pribadi bahkan untuk tujuan komersil amatlah penting. Kesepakatan yang dalam bahasa Alquran disebut ‘musyawarah’ merupakan ketetapan Allah untuk menjamin berlangsungnya kehidupan yang seimbang. Nampaknya hak kekayaan intelektual tidak dapat dicegah untuk menjadi hak milik pribadi apalagi telah didukung oleh mayoritas ulama dalam fatwa-fatwanya.[8]
Hukum dalam bidang kekayaan intelektual ini meliputi hak komunal dan hak personal.
Perlindungan yang dilakukan pada kedua hak tersebut masih banyak mengalami kendala. Hal tersebut perlu adanya perhatian yang serius dari pemerintah beserta para pemangku kepentingan dan harus ada solusi nyata yang harus dilakukan untuk menyambut pasar bebas ASEAN ke depan. Perlu adanya terobosan dalam bidang hokum untuk dapat memproteksi perekonomian Indonesia yang salah satunya melalui
perlindungan kekayaan intelektual dan persaingan usaha yang sehat. Hukum dalam bidang kekayaan intelektual dengan hukum persaingan usaha ini merupakan komplementer, melengkapi atau saling mengisi. Perkembangan pasar bebas tanpa disadari secara langsung telah memberikan peluang dan kesempatan bagi seluruh anggota masyarakat di dalam maupun di luar negeri. Peluang itu adalah peluang untuk berlomba-lomba memperdagangkan barang dan jasa yang dihasilkan, melampaui batas wilayah suatu negara secara lebih cepat, lebih mudah, dan dengan harga yang sangat murah. Sehingga dapat menghasilkan aktivitas ekonomi dan social masyarakat secara signifikan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan banyaknya produk luar negeri yang membanjiri pasar dalam negeri.[9] Beberapa ahli fiqih juga menolak penetapan adanya hak cipta, seperti Imam Al-Qarafi seorang pakar fiqh Maliki yang berpendapat bahwa sekalipun haq al-ibtikar hak cipta) adalah milik pemikir (pencipta)nya, namun hak ini tidak bersifat harta, bahkan ia sama sekali tidak terikat sekali dengan harta, karena itu ia tidak boleh di transaksikan, alasannya bahwa yang menjadi sumber hak ini adalah akal dan hasil akal yang berbentuk pemikiran tidak bersifat material yang boleh diwariskan, diwasiatkan dan ditransaksikan.

D.           Hukum Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual Dalam Perspektif Hukum Islam
Apabila menelusuri dalil- dalil yang terkandung dalam al-Qur’an maupun al-Hadist, masalah hak cipta belum mempunyai dalil atau landasan nas yang eksplisit. Hal ini karena gagasan pengakuan atas hak cipta itu sendiri merupakan masalah baru yang belum dikenal sebelumnya. Hak Cipta ( Haq al- ibtikar) merupakan bagian dari macam- macam hak dalam Islam. Hak cipta juga bisa dipandang sebagai harta, karena itu perlu perlindungan hukum. Perlindungan ini diberikan, karena Islam sangat menghargai upaya seseorang dalam berkarya, seperti hasil karya tulis yang bermanfaat untuk kepentingan masyarakat dan agama. Atau penemuan- penemuan lain yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, dan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Hak cipta dan karya cipta merupakan haq al- syakhshi (hak pribadi), oleh karena itu Islam melarang seseorang melanggarnya. Islam dengan tegas melarang seseorang memakan harta orang lain dengan secara tidak benar dan aniaya, kecuali atas persetujuan pemiliknya, atau dengan cara yang halal, seperti yang dikemukakan dalam nas.[10] Dunia Islam mengalami kemandekan intelektual yang cukup parah saat dunia Eropa begitu pesatnya mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Akibatnya, selama 1 abad lebih dunia Islam dijajah oleh negeri-negeri Eropa. Meskipun kini dunia Islam telah terlepas dari penjajahan (politik), namun sisa-sisa penjajahan kapitalisme masih berakar kuat di dunia muslim. Akibat lemahnya ekonomi dunia Islam, sebagai akibat dari lemahnya IPTEK, akhirnya secara tidak langsung politikpun masih terjajah.
Manusia adalah khalifah bumi sebagaimana dalam surat al-Baqarah ayat 30-33 dan surat al-Anbiya ayat 107 yang menjelaskan bahwa manusia diciptakan Allah untuk menjadi khalifah karena memiliki kemampuan berpikir dan bandingkan dengan makhluk ciptaan Allah lainnya, misal malaikat. Manusia sebagai khalifah bumi tentunya harus mampu menghadapi segala permasalahan kebutuhan yang harus dipenuhinya. IPTEK adalah salah satu kebutuhan manusia yang harus menjadi perhatian bagi umat Islam. Penguasaan IPTEK bagi muslim adalah mutlak adanya. Negara Islam atau Negara dengan mayoritas muslim jangan hanya sebagai konsumen teknologi bagi Negara Barat (mayoritas non muslim), namun harus mampu bangkit bersaing dengan mereka dan tidak hanya mengurusi politik dan perbedaan-perbedaan keyakinan ritual seperti antara kelompok sunni dan syiah, hal ini akan mengakibatkan umat muslim terpuruk dan tidak menjadi pelopor peradaban dunia sebagaimana Islam pernah pada kejayaannya pada masa Abbasiyah. Adapun kemajuan yang dicapai umat Islam pada masa Dinasti Abbasiyah dalam bidang ilmu Pengetahuan, sains dan teknologi.[11]
Islam sebagai agama sekaligus sebagai wadah pedoman bagi pemeluknya tentu mempunyai ketentuan khusus dalam masalah hak cipta ini. Terutama yang berkaitan dengan ekonomi, karena didalam Islam ekonomi mempunyai peran besar dalam kesejahteraan pemeluk dan agama tersebut. Alasan tersebutlah yang membuat penulis menyajikan artikel yang berjudul “Hak Cipta dalam Ekonomi Islam” dengan tujuan untuk mengetahui hak cipta dari sudut pandang Islam serta pengaruh hak cipta dalam ekonomi Islam.
Hak cipta sebagai hasil cipta karsa yang lahir melalui olah pikir yang bersifat originality dan individuality. Hak cipta merupakan benda bergerak tidak berwujud, dengan demikian hak cipta dapat beralih atau dialihkan baik seluruh maupun sebagian. Peralihan hak cipta terjadi karena pewarisan, hibah, wakaf, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab lain yang dibenarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pihak lain selain pencipta melalui hubungan hukum pengalihan seluruhnya atau sebagian berkedudukan sebagai pemegang hak cipta. Dengan demikian pemegang hak cipta ikut berhak untuk mengatur penggunaan hasil karya atau hasil olah gagasan atau informasi tertentu sesuai dengan yang telah diterimanya. Hak cipta memungkinkan
pemegang hak, membatasi pemanfaatan dan mencegah pemanfaatan secara tidak sah. Hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain melakukan pemanfaatan kecuali dengan memperoleh izin. Hak ekonomi atas suatu ciptaan tetap berada di tangan pencipta atau pemegang hak cipta selama pencipta atau pemegang hak cipta tidak mengalihkan seluruh hak ekonomi kepada pihak lain. Hak ekslusif yang mengandung nilai ekonomi dibatasi untuk jangka waktu tertentu. Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 butir 4 UU Hak Cipta; “Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah.” Dengan demikian maka yang dapat mengambil manfaat ekonomi dengan mengkomersialkan hasil karya dari ciptaan adalah pencipta, pemegang hak cipta maupun pihak yang menerima pengalihan lebih lanjut yang menerima secara sah. Pada hakikatnya, penciptalah yang mempunyai hak untuk mengeksploitasi dengann berbagai cara atas karya cipta yang dihasilkan.[12]
Point penting dari fatwa tersebut sesuai dengan kesepakatan dari kalangan ulama kontemporer dalam keputusan akhir dari lembaga pengkajian fikih Islam yang lahir dari organisasi konferensi Islam pada pertengahan kelima di Kuwait tahun 1409 H/1988 M. Keputusan tersebut menerangkan bahwa hak-hak cipta harus dilindungi oleh hukum Islam. Dengan demikian, para pemilik hak cipta bebas memperlakukan hak cipta itu sekehendak
mereka dan tidak seorang pun yang berhak melanggarnya. Namun, karena Islam selalu menganut kebebasan yang terbatas. Maka, kebebasan tersebut pun disertai dengan syarat, yakni karya-karya tersebut tidak melanggar syariat Islam.

E.            Sikap Kita dalam menanggapi Hukum Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual

Hak Atas Kekayaan Intelektual atau yang kerap disingkat HAKI merupakan sebuah perlindungan hukum yang diberikan sebuah negara tertentu kepada seseorang atau sekelompok individu yang telah menuangkan gagasannya dalam wujud sebuah karya. Hukum ini bersifat teritorial kenegaraan. Artinya, sebuah karya hanya akan dilindungi hak-haknya di negara tempat karya tersebut didaftarkan untuk memperoleh HAKI. Sebagaimana yang tertuang di dalam Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, Hak Atas Kekayaan Intelektual adalah hak eksklusif yang diberikan suatu peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya. Adapun karya yang dilindungi adalah dalam bentuk benda tak berwujud seperti hak cipta, paten, dan merek dagang dan benda yang berwujud berupa informasi, teknologi, sastra, seni, keterampilan, ilmu pengetahuan, dan sebagainya. Hal ini sangat berkaitan dengan kehidupan dalam aspek sosial dan ekonomi. Pasalnya, seseorang yang menghasilkan sebuah karya boleh jadi berpotensi untuk menghasilkan pundi-pundi rupiah hingga triliunan. Hal ini tentu akan menjadi sebuah kerugian yang sangat disayangkan bilamana pihak lain yang tidak terlibat dalam proses kelahiran karya tersebut melakukan penjiplakan dan pembajakan sehingga menghalangi hak-hak ekonomi si pencipta (seseorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi—pasal 1 UU Hak Cipta). Hak Cipta Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Hak Cipta didefinisikan sebagai hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hak Cipta juga merupakan bagian dari kekayaan intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang mempunyai peranan strategis dalam mendukung pembangunan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Sikap kita dalam menanggapi Hukum Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual dengan lebih bijaksana lagi dalam menghadapi arus globalisasi. Khusunya dalam hal hak cipta dan hak kekayaan industri. Apabila kita sudah memiliki suatu produk yang kita hasilkan sendri sebaikan nya langsung di daftarkan untuk memilikiki hak cipta.  manfaat dari mendaftarkan hak cipta dan merek dagang ke DKJI adalah fungsi ekonomis. Bilamana ada pihak lain ingin menggunakan merek yang telah terdaftar hak cipta atau dagangnya untuk kepentingan  tertentu seperti pemasaran, maka pihak tesebut harus lebih dulu meminta izin kepada pencipta. Pencipta pun memiiki otoritas untuk menolak atau mengiyakan dengan kerja sama tertentu seperti adanya sejumlah uang yang harus dibayarkan atau sebagainya. Agar tidak terjadi kasus yang hak cipta kemilikan barang kita diambil atau salah digunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab.

F.             Simpulan
Berdasarkan pengamatan selama melakukan tahapan kegiatan pengabdian ini, maka tim pengabdian mengambil kesimpulan bahwa para peserta kegiatan menaruh perhatian yang cukup besar terhadap sosialisasi dan Pemahaman Ilegal Download Sebagai Bentuk Pelanggaran Hak Cipta Bagi SMK Ash Shodiqiyyah Kota Semarang. hal ini dapat dilihat dari antusias Siswar selama mengikuti sosialisasi. Selama berlangsungnya sosialisasi terdapat banyaknya pertanyaan mengenai pengetahuan Apabila menelusuri dalil- dalil yang terkandung dalam al-Qur’an maupun al-Hadist, masalah hak cipta belum mempunyai dalil atau landasan nas yang eksplisit. Hal ini karena gagasan pengakuan atas hak cipta itu sendiri merupakan masalah baru yang belum dikenal sebelumnya. Hak Cipta ( Haq al- ibtikar) merupakan bagian dari macam- macam hak dalam Islam. Hak cipta juga bisa dipandang sebagai harta, karena itu perlu perlindungan hukum. Perlindungan ini diberikan, karena Islam sangat menghargai upaya seseorang dalam berkarya, seperti hasil karya tulis yang bermanfaat untuk kepentingan masyarakat dan agama. Atau penemuan- penemuan lain yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, dan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Hak cipta dan karya cipta merupakan haq al- syakhshi (hak pribadi), oleh karena itu Islam melarang seseorang melanggarnya. Kebijakan pelindungan HKI terhadap produk ekraf telah dilakukan oleh pemerintah dengan membentuk berbagai peraturan perundang-undangan di bidang HKI berikut peraturan pelaksanaannya. Pada tingkat daerah, khususnya Kota Surakarta dan Denpasar sebagai daerah yang diteliti, semua kebijakan daerah terkait pelindungan HKI untuk produk ekraf mengacu pada kebijakan tingkat nasional, khususnya di bidang regulasi. Pelindungan yang bersifat preventif diberikan melalui undang-undang di bidang HKI khususnya berupa manfaat ekonomi bagi pelaku ekraf yang mendaftarkan HKInya. Pelindungan hukum terhadap merek pada dasarnya ditujukan untuk mencegah terjadinya unfair competition berupa mencegah atau melarang orang lain atau pihak lain untuk melakukan pelanggarang merek berupa pemanfaatan atau pemboncengan merek milik orang lain. Pelaku ekraf yang pada sebagian besar adalah UMKM memiliki berbagai kendala untuk mendaftarkan mereknya. UMKM termasuk pelaku usaha yang rawan mengalami tindakan unfair competition dari pelaku usaha lain yang memiliki kekuatan lebih, utamanya kekuatan finansial dan pemahaman tentang HKI.

G.           Referensi
Agus Mardiyanto, Weda Kupita, Noor Asyik, dan Rahadi Wai Bintoro. “Implementasi Perlindungan Hukum Terhadap Hak Kekayaan Intelektual Masyarakat Asli/ Tradisional di Kabupaten Purbalingga.” Jurnal Dinamika Hukum 13 (t.t.): 26.
Dina Widyaputri Kariodimerdjo. “Perlindungan Hak Cipta, Hak terkait, dan desain Industri.” Mimbar Hukum 22 (2010).
Fajar Alamsyah Akbar. “Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Menurut Pasal 12 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Di Indonesia.” JOM Fakultas Hukum III (2016): 2.
Ferol Mailangkay. “Kajian Hukum Tentang Hak Moral Pencipta dan Pengguna Menurut Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.” Lex Privatum V (2017): 138.
Khoirul Hidayah. “Perlindungan  Hak Paten Dalam Kajian Hukum Islam dan Peran Umat Islam Dalam Bidang IPTEK.” Jurnal Syariah dan Hukum 4 (2012): 85–86.
Maria Alfons. “Implementasi Hak Kekayaan Intelektual dalam Perspektif Negara Hukum.” Jurnal Legislasi Indonesia 14 (t.t.): 367–68.
Mujahid Quraisy. “Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) dalam Perspektif Hukum Islam.” Jurnal Muqtasid 2 (2011): 15–16.
Ni Wayan Indrawati. “Perlindungan Hak Cipta Terhadap Patung Bali sebagai Karya Tradisional Masyarakat Adat Bali.” Jurnal Ilmu Legal, Opinion 3 (2015).
Sigit Nugroho. “Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual  dalam upaya peningkatan Pembangunan Ekonomi  Di Era Pasar Bebas” 24 (2015): 4.
Sufiarina. “Shift of Criminal Acts of Copyrights to the Direction of Civil Dispute (Review of Article 95 Paragraph (4) of Law Number 28 Year 2014 on Copyright).” Jurnal Cita Hukum 5 (2017): 114.
Umi Cholifah. “Hak Cipta Dalam Ekonomi Islam.” Jurnal Studi Agama 4 (2016): 9–10.


[1] Ferol Mailangkay, “Kajian Hukum Tentang Hak Moral Pencipta dan Pengguna Menurut Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta,” Lex Privatum V (2017): 138.
[2] Fajar Alamsyah Akbar, “Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Menurut Pasal 12 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Di Indonesia,” JOM Fakultas Hukum III (2016): 2.
[3] Agus Mardiyanto dkk., “Implementasi Perlindungan Hukum Terhadap Hak Kekayaan Intelektual Masyarakat Asli/ Tradisional di Kabupaten Purbalingga,” Jurnal Dinamika Hukum 13 (t.t.): 26.
[4] Ni Wayan Indrawati, “Perlindungan Hak Cipta Terhadap Patung Bali sebagai Karya Tradisional Masyarakat Adat Bali,” Jurnal Ilmu Legal, Opinion 3 (2015).
[5] Dina Widyaputri Kariodimerdjo, “Perlindungan Hak Cipta, Hak terkait, dan desain Industri,” Mimbar Hukum 22 (2010).
[6] Maria Alfons, “Implementasi Hak Kekayaan Intelektual dalam Perspektif Negara Hukum,” Jurnal Legislasi Indonesia 14 (t.t.): 367–68.
[7] Umi Cholifah, “Hak Cipta Dalam Ekonomi Islam,” Jurnal Studi Agama 4 (2016): 9–10.
[8] Mujahid Quraisy, “Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) dalam Perspektif Hukum Islam,” Jurnal Muqtasid 2 (2011): 155–16.
[9] Sigit Nugroho, “Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual  dalam upaya peningkatan Pembangunan Ekonomi  Di Era Pasar Bebas” 24 (2015): 4.

[11] Khoirul Hidayah, “Perlindungan  Hak Paten Dalam Kajian Hukum Islam dan Peran Umat Islam Dalam Bidang IPTEK,” Jurnal Syariah dan Hukum 4 (2012): 85–86.
[12] Sufiarina, “Shift of Criminal Acts of Copyrights to the Direction of Civil Dispute (Review of Article 95 Paragraph (4) of Law Number 28 Year 2014 on Copyright),” Jurnal Cita Hukum 5 (2017): 114.

Comments

Popular posts from this blog

Jurnal Akidah Akhlak Adab Bergaul Dengan: Remaja, Teman Sebaya, Orang Yang Lebih Tua, Orang Yang Lebih Muda, Dan Lawan Jenis

MAKALAH DASAR-DASAR QUR’ANI DAN SEJARAH TIMBULNYA ILMU KALAM

MAKALAH PENGETIAN MAHABBAH DAN TOKOH YANG MENGEMBNGKAN MAHABBAH

JURNAL ADAB DALAM PERJALANAN/SAFAR DAN DALILNYA

Jurnal Akidah Akhlak Tentang Akhlak Murid Terhadap Guru Menurut Kitab Ta'lim Muta'llim

Jurnal Hukum Adab Bertetangga Dan Implementasinya

Journal Adab membesuk orang yang sedang sakit terbaru

Problematika Hukum dan Ideologi Jual Beli Islam [Studi Jual Beli Kredit Di Pasar Bandar Agung]