Jurnal Hukum Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri
Hukum Pelanggaran Hak
Kekayaan Intelektual (Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri)
Muhammad Bayu
Institut Agama Islam
Negeri Metro
Jl. Ki Hajar Dewantara
15a Iringmulyo, Kota Metro, Lampung, Indonesia, 34112
E-Mail: Muhammadbayu271@gmail.com
ABSTRAK
Di Era Globalisasi saat ini, telah mengalami perkembangan yang sangat
pesat terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdampak
terhadap aktivitas manusia.Media berbasis teknologi digital yang menjadi salah
satu bentuk implikasi dari kemajuan teknologi informasi mengenal adanya
internet. Sebagai suatu karya
kreativitas, produk ekonomi kreatif (ekraf) merupakan kekayaan intelektual yang
perlu mendapat penghargaan sebagai suatu karya intelektual yang memiliki nilai
ekonomi dan memperoleh pelindungan hukum. Penelitian ini menganalisis mengenai
regulasi yang dibentuk Pemerintah dalam memberikan pelindungan terhadap hak
kekayaan intelektual (HKI) terhadap produk ekraf dan penerapan regulasi
tersebut di Kota Surakarta, Jawa Tengah dan Kota Denpasar, Bali. Melalui metode
penelitian yuridis normatif dan empiris, data sekunder dan primer diolah dan
dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menyebutkan, kebijakan
pelindungan HKI terhadap produk ekraf telah dilakukan oleh pemerintah melalui
peraturan perundang-undangan bidang HKI dan kebijakan daerah terkait
pelindungan HKI untuk produk ekraf mengacu pada kebijakan tingkat nasional.
Pelindungan preventif diberikan melalui UU berupa manfaat ekonomi bagi pelaku
ekraf yang mendaftarkan HKInya. Namun, tingkat kesadaran masyarakat dan pemahaman masih sangat rendah.
Untuk dari itu dengan adanya penelitian ini Hukum Pelanggaran Hak Kekayaan
Intelektual (Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri)
Kata Kunci: Pengertian, Contoh
Kasus, Dalam Perspektif Ulama, Dalam Perspektif Hukum Islam, Sikap Kita Dalam
Menanggapi
ABSTRACT
In the
current era of globalization, it has experienced very rapid development,
especially in the fields of science and technology that has an impact on human
activities. Digital technology-based media has become one of the implications
of the progress of information technology in recognizing the existence of the
internet. As a work of creativity, the product of creative economy (ecraf) is
intellectual property that needs to be rewarded as an intellectual work that
has economic value and obtains legal protection. This study analyzes the
regulations established by the Government in providing protection of
intellectual property rights (IPR) on the product of the draft and the
application of these regulations in the City of Surakarta, Central Java and the
City of Denpasar, Bali. Through normative and empirical juridical research
methods, secondary and primary data are processed and analyzed qualitatively. The
results of the study mentioned, the policy of IPR protection for ecstric
products has been carried out by the government through legislation in the
field of IPR and regional policies related to IPR protection for ecgraph
products referring to national level policies. Preventive protection is
provided through the law in the form of economic benefits for those who
registered their IPR. However, the level of public awareness and understanding
is still very low. For this reason, with the existence of this research, the
Law on Violation of Intellectual Property Rights (Copyright and Industrial
Property Rights)
Keywords: Understanding, Case Examples, In the Perspective of Ulama, In Perspective of Islamic Law, Our Attitude in Responding
A.
Pendahuluan
Hak Kekayaan
Intelektual (HKI) adalah hak yang timbul atau lahir dari hasil kemampuan
intelektual manusia di bidang seni, sastra dan teknologi yang dibedakan dari
jenis hak kekayaan lain yang dapat dimiliki oleh manusia yang tidak tumbuh atau
dihasilkan oleh intelektualitas manusia yaitu kekayaan yang diperoleh dari alam
seperti tanah atau hak-hak kebendaan lain yang diturunkan. Karya-karya
intelektual manusia tersebut apakah di bidang ilmu pengetahuan atau seni,
sastra atau teknologi dilahirkan dengan pengorbanan tersebut menjadi karya yang
bernilai, apalagi dengan manfaat ekonomi yang melekat pada HKI menumbuhkan
konsep kekayaan (property) terhadap karya-karya intelektual bagi dunia usaha
dan menjadi aset perusahaan. Hak Moral atau Moral Rights sebagaimanayang dapat
kita lihat dalam Pasal 5 ayat (1) UUHC 2014, adalah, hak yang melekat secara abadi
(tidak dapat hapus/hilang) pada diri Pencipta untuk tetap mencantumkan atau
tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian Ciptaannya untuk
umum; menggunakan nama aliasnya atau samarannya; mengubah Ciptaannya sesuai dengan
kepatutan dalam masyarakat; mengubah judul dan anak judul Ciptaan; dan mempertahankan
haknya dalam hal terjadi distorsi Ciptaan, mutilasi Ciptaan, modifikasi Ciptaan,
atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya. Hak moral juga
melekat pada pelaku pertunjukan yang tidak dapat dihilangkan atau tidak dapat dihapus
dengan alasan apapun walaupun hak ekonominya telah dialihkan. Hak Moral adalah hak
yang bersifat manunggal antara ciptaan dan diri pencipta, atau dapat juga
dikatakan integritas dari si pencipta. Hak moral suatu hak cipta dapat mencakup
hak untuk mencantumkan nama pencipta dalam ciptaannya dan hak untuk mengubah
judul dan/atau isi ciptaan. Hak moral merupakan hak yang tidak dapat dialihkan,
sehingga hak moral selalu terintegrasi dengan penciptanya. Dalam praktek,
seringkali pihak lain diluar pencipta yang melakukan eksploitasi secara ekonomis,
dan bukan penciptanya sendiri. Pihak lain tersebut melakukan pengumuman dan perbanyakan
hak cipta, misalnya mengumumkan dan memperbanyak lagu milik seorang pencipta
lagu, dimana sang pencipta lagu akan menerima keuntungan ekonomis berupa
royalti.[1]
HKI
merupakan benda tidak berwujud hasil kegiatan intelektual (daya cipta) manusia
yang diungkapkan ke dalam suatu bentuk ciptaan atau penemuan tertentu. Kegiatan
intelektual (daya cipta) terdapat dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan
teknologi. Dari segi hukum, perlu dipahami bahwa yang dilindungi oleh hukum
adalah HKI, bukan benda material bentuk jelmaan HKI. Alasannya adalah HKI HKI secara umum dapat
di golongkan ke dalam dua kategori utama, yaitu hak cipta dan hak kekayaan
industri. Ruang lingkup hak cipta adalah karya cipta dalam bidang ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra, sedangkan ruang lingkup hak kekayaan industri
adalah dalam bidang teknologi. Dalam terminologi HKI dikenal istilah “pencipta”
dan/atau “penemu”. Hak cipta terdiri atas hak ekonomi (economic rights)
dan hak moral (moral rights). Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan
manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk hak terkait. Hak moral adalah hak
yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau
dihapus tanpa alasan apapun, walaupun Hak Cipta atau Hak Terkait telah
dialihkan. Di era globalisasi saat ini dengan berbagai teknologi yang sudah
semakin maju, setiap orang dapat memanfaatkan teknologi saat ini dengan mudah
untuk melakukan usaha guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun kemajuan
teknologi informasi yang sangat pesat ini juga memberikan dampak negatif dalam
hal perlindungan hak cipta. Dan saat ini persaingan dalam berbagai hal nampak
sangat jelas terjadi, berbagai cara dilakukan oleh pihak-pihak yang
berkepentingan baik melalui cara yang wajar maupun melalui cara yang tidak sesuai
dengan peraturan yang berlaku. Pemegang
hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau pihak yang menerima
hak tersebut dari pencipta atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari
pihak yang menerima hak tersebut. Jika suatu ciptaan dirancang oleh seseorang,
tetapi diwujudkan dan dikerjakan oleh orang lain, tetapi masih di bawah
pimpinan dan pengawasan perancangnya, maka yang dianggap sebagai penciptanya
adalah orang yang merancang atas ciptaan itu. [2]
Pemasyarakatan
HaKI di kalangan pengusaha IKM dimaksudkan untuk menimbulkan kesadaran akan
pentingnya daya kreasi dan inovasi intelektual sebagai kemampuan yang perlu
diraih oleh para pengusaha industri yang ingin maju sebagai faktor pembentuk
kemampuan dayasaing industri. Oleh karena itu karya temuan orang lain yang
didaftarkan untuk dilindungi harus dihormati dan dihargai.
Di
samping itu kesadaran dan wawasan mengenai HaKI diharapkan akan dapat
menimbulkan motivasi dan dorongan agar pengusaha IKM terdorong untuk berkreasi
dan ber-inovasi di bidang produk dan teknologi produksi, serta manajemen.
Pelatihan
HaKI dimaksudkan untuk memberikan informasi serta pengetahuan kepada para
pengusaha industri kecil dan menengah, LSM, Yayasan dan Asosiasi, sehingga
mereka memperoleh gambaran yang jelas tentang Hak Cipta sebagai karya cipta
manusia, Paten serta Merek maupun HaKI lainnya.
Bentuk Bentuk Pelangaran Hak Ciptaa (Hak
Moral)
1. Infringment (pengunaan
secara tidak Sah lewat Copy)
Pelanggaran
Hak Cipta atau yang disebut juga sebagai infringement.10 Henry Campbell
Black mendefinisikan Infringement of Copyright sebagai penggunaan secara
tidak sah atas materi yang berada di bawah perlindungan Hak Cipta. 11 Adapun
bentuk pelanggaran ]infringement) yang paling umum terjadi adalah copying
atau melakukan reproduksi secara menyeluruh atau pada bagian-bagian
substansial dari suatu ciptaan. Copying tidak lain adalah suatu tindakan
melakukan reproduksi atau duplikasi langsung atas suatu ciptaan misalnya
melalui mesin photocopy, alat perekam atau video perekam.
2. Non Literal Coppping
Namun
di samping itu terdapat juga pelanggaran Hak Cipta yang disebut sebagai "non
literal copying" dari suatu ciptaan dengan cara menyusun kembali suatu
ciptaan baru berdasarkan bahan-bahan yang berasal dari suatu ciptaan lain.
Tindakan melakukan no literal copying inilah yang menjadi wacana penting
dalam penerapan hukum Hak Cipta.Penerapan hukum Hak Cipta akan menggambarkan
dan merumuskan tindakan non literal copying yang mana yang dianggap
sebagai pelanggaran Hak Cipta dan yang mana yang tidak.Sudah menjadi doktrin
dasar hukum Hak Cipta bahwa Hak Cipta hanya melindungi "ekspresi" dan
tidak melindungi suatu "ide". Doktrin dasar inilah yang sering
disebut sebagai idea and expression dichotomy. 13 Perlindungan Hak Cipta
hanya diberikan kepada ciptaan yang telah diekspresikan.
3. Plagiat (Peniruan)
Peniruan "ide" sering
terjadi sehingga menimbulkan ciptaan yang mempunyai kemiripan dengan meniru
"ide" dari ciptaan sendiri.
Pada saat ini Indonesia telah memiliki
perangkat peraturan perundang-undangan di bidang hak kekayaan intelektual yang
cukup memadai dan tidak bertentangan dengan ketentuan sebagaimana yang
dipersyaratkan dalam Persetujuan TRIPS. Peraturan perundang-undangan dimaksud
mencakup :
1. Undang-undang No. 12 Tahun 1997 tentang
Perubahan Undang-undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang No. 7 tahun 1987 (UU Hak Cipta); dalam waktu dekat,
Undang-undang ini akan direvisi untuk mengakomodasikan perkembangan mutakhir
dibidang hak cipta;
2. Undang-undang No. 29 Tahun 2000 tentang
Perlindungan Varietas Tanaman;
3. Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang
Rahasia Dagang;
4. Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang
Desain Industri;
5. Undang-undang No. 32 Tahun 2000 tentang
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu;
6. Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang
Paten (UU Paten); dan
7. Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang
Merek
Masyarakat juga
dapat memanfaatkan untuk mendapatkan karya cipta digital dengan mudah dengan
adanya internet. Karya cipta produk digital ini tersedia di internet baik yang
resmi maupun yang ilegal, sepeti tersedianya karya cipta lagu dan buku digital
(e-book). Perkembangan jaman dan teknologi pada saat ini menjadikan
produk digital semakin diminati masyarakat daripada produk fisik seperti kaset,
compact disc, piringan hitam untuk media penyimpanan lagu dan buku
konvensional untuk karya tulis. Produk rilisan fisik dianggap kurang efisien
karena ditemukannya file mp3 untuk file lagu serta karya tulis berupa file pada
e-book. Sebenarnya terdapat aplikasi-aplikasi yang menyediakan lagu
digital yang legal seperti i-tunes, spotify dan joox untuk dapat menikmati
lagur secara streaming maupun pengunduhan berbayar. Terdapat pula
situs-situs penyedia lagu digital yang tanpa ijin dari pemegang hak cipta yang
merupakan situs illegal yang menyediakan lagu-lagu digital bajakan. Demikian
pula dengan buku digital (e-book) terdapat pula situs penyedia e-book
illegal maupu lewat media sosial seperti instagram.
B.
Contoh
Kasus
Salah
satu isu yang menarik dan saat ini tengah berkembang dalam lingkup kajian HKI
adalah perlindungan hukum terhadap kekayaan intelektual yang dihasilkan oleh
masyarakat asli atau masyarakat tradisional. Kekayaan intelektual yang
dihasilkan oleh masyarakat asli tradisional ini mencakup banyak hal mulai dari
sistem pengetahuan tradisional (traditional knowledge), karya-karya seni,
hingga apa yang dikenal sebagai indegenous science and technology. Dalam hal
ini, masyarakat telah berfikir secara kreatif tentang tata cara menghasilkan
sesuatu secara inovatif dan tetap mengangkat serta menonjolkan warisan budaya
bangsa. Kekayaan intelektual yang dihasilkan oleh masyarakat asli tradisional
ini menjadi menarik karena rezim ini masih belum terakomodasi oleh pengaturan
mengenai hak kekayaan intelektual, khususnya dalam lingkup internasional.
Maraknya pelanggaran HKI menunjukan negara belum memiliki format infrastruktur
hukum yang jelas dalam mendukung keberadaan HKI, sehingga penegakan hukum juga
masih belum konsisten. Fenomena tersebut menunjukan bahwa perlindungan hukum
terhadap kekayaan intelektual yang dihasilkan masyarakat asli tradisional
hingga saat ini relatif masih lemah. Sayangnya, hal ini justru terjadi disaat
masyarakat dunia saat ini tengah bergerak menuju suatu trend yang dikenal
dengan gerakan kembali ke alam (back to natur).
Hak
ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan
hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni,
rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun
hak cipta atau hak terkait telah dialihkan. Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama
pencipta pada ciptaan, walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah
dijual untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam Pasal 24–26
Undang-undang Hak Cipta. Kemajuan teknologi berupa ditemukannya file mp3 yang
dapat memuat lagu seringkali disalahgunakan dengan memuat karya karya lagu
bajakan yang diunggah dan diunduh oleh masyarakat. Walaupun sebenarnya tujuan
dari penemuan mp3 bukan untuk tujuan mempermudah pembajakan yang telah jelas
merugikan para pencipta lagu. Lagu yang ditawarkan oleh situs-situs illegal
adalah lagu-lagu yang memiliki hak cipta yang seharusnya dalam pemanfaatannya
melalui ijin terlebih dahulu. Masyarakat memilih mengunduh lagu melalui situs
illegal karena pertimbangan kemudahan dan tentunya gratis tanpa membayar,
karena hanya membutuhkan konektivitas internet saja. Hak cipta di Indonesia
juga mengenal konsep "hak ekonomi" dan "hak moral". Hak ekonomi
adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral
adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran)
yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak
terkait telah dialihkan. Contoh
pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan, walaupun
misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak
lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26 Undang-undang Hak Cipta.
Dalam
kasus perlindungan hukum terhadap hak kekayaan intelektual masyarakat asli/
tradisional di kabupaten purbalingga ini yang pertama, berkaitan dengan
impelentasi implementasi perlindungan hukum HKI masyarakat asli/ tradisional,
pemerintah daerah kabupaten purbalingga, khususnya disperindangkop hanya
mempunyai peran untuk mengadakan sosialisasi atau penyuluhan mengenai arti
pentingnya hak kekayaan intelektual dan pemerintah konsultasi yang berkaitan
dengan pengurusan merek. Yang kedua, faktor-faktor yang cenderung mengambat
perlindungan hukum HKI masyarakat asli/ tradisional di Kabupaten Purbalingga
dalam faktor petugas / penegak hukum sarana, fasilitas, mengingat sumber daya
yang masih relatif belum memahami teknis penyusunan pendaftaran HKI. Selain
itu, faktor yang masyarakat dan budaya turut menghambat perlindungan HKI. Dan
tingkat pengetahuan dan penyuluhan dan permohonan pendaftaran untuk HKI
sangatlah reatif kurang.[3]
Selain
contoh diatas ada lagi masalah Perlindungan Hak cipta terhadap patung bali
sebagai karya tradisional masyarakat bali. pelaksanaan UUHC No.19 Tahun 2002
berkaitan dengan perlindungan hukum terhadappatung Bali Sebagai Karya
Tradisional Masyarakat Adat Baliyaitu, Masih lemahnya perlindungan hukum
terhadap kekayaan intelektual masyarakat asli tradisional ini makaPelaksanaan
ketentuan Undang-Undang Hak Cipta 2002 belum efektif untuk memberikan
perlindungan hukum bagi pencipta berkaitan dengan Karya Cipta Seni patung Bali.
Hal ini terlihat dari banyaknya penggunaan Karya Cipta seseorang yang dipertunjukkan
dan di perbanyak secara komersill tanpa meminta izin terlebih dahulu dari
PenciptaKarya tersebut. Hal inilah yang menyebabkan banyak terjadinya
pelanggaran atas Hak Cipta yang kebanyakan terjadi justru adalah eksploitasi
yang tidak sah oleh pihakasing, terhadap karya tradional masyarakat bali
khususnya pelanggaran terhadap Karya seni Pahatdan Patung Bali. 2.Kendala
Pelaksanaan UUHC No.19 Tahun 2002 TerhadapPatung Bali SebagaiKarya Tradisional
Masyarakat Adat Bali yaitu,kurangnya tingkat pemahaman masyarakat mengenai
pentingnya hak cipta karena kultur masyarakat di Bali masihbersifat tradisional
dan menganggap suatu karya seni adalah untuk dinikmati orang lain serta lebih
condong bersifat menerima terhadap eksploitasi hasil karyanya, sehingga suatu
kesalahan jika dianggap seperti hal yang biasa terjadi. Padahal si pencipta
harusnya meminta pihak pelaku pelanggaran untuk menghentikan karya ciptaanya,
sebelum ada pembicaraan lebih lanjut kepada pencipta. Namun Perlindungan hak
cipta atas patung tradisional di Baliyang pada perkembangannya sudah menjadi
komoditas seni yang diperdagangkan secara komoditas masal, dan upaya-upaya yang
harus dilakukan olehPemerintah. Kebanyakan pengrajin patung di Bali tidak
mempermasalahkan karya cipta seperti patung hasil ciptaanya ditiru pihak lain
dan tidak ada keinginan untuk menuntut secara hukum. Mereka memandang bahwa
karya cipta tidak hanya semata-mata bernilai materi belaka, akan tetapi
mempunyainilai sosial dan religius.[4]
Copyright
(Hak Cipta/ HC) merupakan perlindungan hukum yang diberikan kepada pengarang,
pekerja seni atau pencipta, atas ciptanya atau karya di bidang ilmu
pengetahuan. Sastra dan seni. Pencipta dan ahli warisnya (pemegag HC) memiliki
hak-hak pokok, yaitu hak eksklusif untuk menggunakan atau memberi izin pihak
lain untuk menggunakan ciptana sesuai dengan yang diperjanjikan. [5]
istilah yang dipergunakan untuk merujuk kepada seperangkat hak eksklusif yang
masing-masing diberikan kepada seseorang yang telah menghasilkan karya dari
olah pikirnya, yang memiliki wujud, sifat atau memenuhi kriteria tertentu
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Istilah Hak Kekayaan
Intelektual biasa pula disingkat dengan HKI. Baik
"Hak Kekayaan Intelektual" maupun "HKI" sebagai bentuk
penyingkatannya merupakan padanan baku dan resmi dalam Bahasa Indonesia untuk
istilah "Intellectual Property Rights" atau "IPR",
sebagaimana dipergunakan dalam beragam aturan perundang-undangan serta penamaan
untuk unit teknis negara yang diserahi tanggung-jawab untuk menyelenggarakan
sistem pemberian dan pengelolaan HKI, yaitu Direktorat Jenderal
Hak Kekayaan Intelektual atau HKI tidak merujuk pada salah satu jenis hak eksklusif semata, melainkan sebuah "payung", umbrella term, untuk menaungi beragam jenis hak eksklusif yang masing-masing memiliki karakteristik, ruang lingkup dan sejarah perkembangannya sendiri-sendiri. Kekayaan Intelektual dibagi menjadi 2 yaitu hak cipta dan hak kekayaan industri. Didalam hak kekayaan industri dibagi menjadi 6 yaitu ada hak paten, hak merek, hak desai industri, hak rahasia dagang, hak tata letak sirkuit terpadu dan hak varistas Tanaman. implementasi atas hak kekayaan intelektual merupakan suatu proses untuk melakukan pendaftaran KI oleh masyarakat baik secara pribadi maupun kelompok agar dapat dilindungi oleh Pemerintah. Dalam hal ini, wewenang implementasi tersebut terdapat pada:
Hak Kekayaan Intelektual atau HKI tidak merujuk pada salah satu jenis hak eksklusif semata, melainkan sebuah "payung", umbrella term, untuk menaungi beragam jenis hak eksklusif yang masing-masing memiliki karakteristik, ruang lingkup dan sejarah perkembangannya sendiri-sendiri. Kekayaan Intelektual dibagi menjadi 2 yaitu hak cipta dan hak kekayaan industri. Didalam hak kekayaan industri dibagi menjadi 6 yaitu ada hak paten, hak merek, hak desai industri, hak rahasia dagang, hak tata letak sirkuit terpadu dan hak varistas Tanaman. implementasi atas hak kekayaan intelektual merupakan suatu proses untuk melakukan pendaftaran KI oleh masyarakat baik secara pribadi maupun kelompok agar dapat dilindungi oleh Pemerintah. Dalam hal ini, wewenang implementasi tersebut terdapat pada:
1.
Ditjen KI Kementerian
Hukum dan HAM RI sebagai wakil dari Pemerintah Pusat yang yang diberi
kewenangan untuk membantu memberikan implementasi kepada masyarakat tentang peran
pentingnya KI dalam pertumbuhan ekonomi rakyat sehingga masyarakat. Dengan
demikian, diharapkan masyarakat memiliki kesadaran untuk melakukan pendaftaran
atas KI yang mereka miliki agar mendapat perlindungan hukum.
2.
Pemerintah Daerah seperti Dinas Perdagangan
dan Perindustrian dan Dinas UMKM untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat daerah
dalam melindungi KI-nya.
3.
Aparat Penegakan
Hukum yang dalam hal ini pihak PPNS yang membawahi bidang KI dan Polri sebagai
Korwasnya, perguruan tinggi dan lembaga-lembaga hukum yang bergerak dibidang KI
untuk dapat menjalankan amanat undang-undang untuk melindungi KI dari
pengambilan KI yang dilakukan pihak lain. Selaku negara hukum, disamping
memiliki aturan tersendiri terkait dengan KI, Indonesia juga terikat pada perjanjian-perjanjian
internasional terkait dengan KI, dimana Indonesia sebagai salah satu anggotanya
seperti Marakesh Treaty maupun TRIPs Agreement.
Perlindungan atas KI dalam kaitannya dengan peran negara adalah
bagaimana negara mewujudkan cita hukum, yang lebih lanjut dirumuskan dalam cita
perlindungan dengan konsep tanggung jawab pemerintah untuk melindungi seluruh
rakyatnya, hal ini telah diatur secara eksplisit dalam Undang-Undang Dasar 1945
yang telah memberikan pengaturan yang bersifat perlindungan dan promosi
terhadap kesejahteraan rakyat. Peran pemerintah dalam melaksanakan implementasi
kepada masyarakat merupakan bentuk perlindungan yang diberikan negara untuk
mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat atas KInya.[6]
Secara bertahap dan berkesinambungan telah
diupayakan sosialisasi mengenai peran hak kekayaan intelektual di berbagai
aspek dalam kehidupan sehari-hari seperti : kegiatan perindustrian dan
perdagangan, investasi, kegiatan penelitian dan pengembangan, dan sebagainya.
Berbagai lapisan masyarakat pun telah dilibatkan dalam kegiatan ini.
Tumbuhnya berbagai sentra hak kekayaan intelektual,
klinik hak kekayaan intelektual, dan pusat hak kekayaan intelektual lain, baik
yang dimotori oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departemen
Pendidikan Nasional, Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi,
Perguruan-perguruan Tinggi dan cukup banyaknya permintaan dari masyarakat yang
diajukan kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual menunjukan telah
tumbuhnya kesadaran masyarakat di bidang hak kekayaan intelektual. Di samping
itu, apresiasi yang positif dari anggota masyarakat juga terlihat dalam wujud
pendaftran karya-karya intelektual mereka, seperti terekam dalam jumlah
pendaftaran yang sudah disinggung di atas.
Yang termasuk
kedalam hak cipta dan hak-hak yang terkait dengan hak cipta:
1. Karya seni dan Sastra
2. Gambar
3. Film
4. Puisi
5. Novel
6. Fotografi
7. Ukiran
8. Software komputer
9. Data base
10. Desai arsitektur
11. Performers
12. Broadcasting organaiszation
13. Producets of Phonograms
C.
Hukum
Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual Dalam perspektif Ulama
Di antara para pemikir Islam, DR. Wahbah Zuhayli merupakan salah satu tokoh
Islam yang membahas masalah hak cipta. DR. Wahbah Zuhayli menyebut istilah HAKI
dengan istilah haqqul Ibdā‘ atau haqqul Ibtikār. Maknanya
adalah hak milik permulaan yang tidak berbentuk nyata dan memiliki nilai
keunggulan, keaslian dan permulaan. Hak ini didapat berdasarkan pemikiran dan
karya manusia. Misalnya adalah hak cipta karya tulis, hak merek dagang, dan
lain sebagainya. Hak ini bersifat maknawi yang dapat dirasakan manfaatnya.
Secara
eksplisit, Quran dan Sunnah sebagai dua sumber hukum utama dalam Islam memang
tidak menjelaskan tentang hak cipta. Namun, ajaran yang terkandung dalam kedua
sumber hukum tersebut tentu telah mengatur ketentuan mengenai hak cipta karena
kita meyakini bahwa kedua sumber tersebut merupakan panduan solusioner pada
semua zaman. Jika merujuk kembali pada definisi hak cipta menurut UUHC yakni
hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak yang untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya atau memberi izin untuk tidak mengurangi pembatasan- pembatasan
menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku, agaknya hal ini bisa
dipersamakan dengan istilah haq-ul-ibtikar dalam khazanah ekonomi Islam
modern. Haq-ul-Ibtikar merupakan sebuah rangkaian kata yang terdiri dari
kata “Haq” dan “al-Ibtikar”. “Haq” dapat diartikan
sebagai kekhususan yang dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang atau
sesuatu karya cipta yang baru diciptakan (al-Ibtikar). Sementara Ibtikar
mempunyai makna menciptakan. Dengan demikian Haqul-Ibtikar dapat
diartikan sebagai hak istimewa atas suatu ciptaan yang pertama kali diciptakan.[7]
Point penting dari fatwa tersebut sesuai dengan kesepakatan dari kalangan ulama
kontemporer dalam keputusan akhir dari lembaga pengkajian fikih Islam yang
lahir dari organisasi konferensi Islam pada pertengahan kelima di Kuwait tahun
1409 H/1988 M. Keputusan tersebut menerangkan bahwa hak-hak cipta harus
dilindungi oleh hukum Islam. Dengan demikian, para pemilik hak cipta bebas
memperlakukan hak cipta itu sekehendak mereka dan tidak seorang pun yang berhak
melanggarnya. Namun, karena Islam selalu menganut kebebasan yang terbatas.
Maka, kebebasan tersebut pun disertai dengan syarat, yakni karyakarya tersebut
tidak melanggar syariat Islam Tampak bahwa Rasulullah s.a.w. tidak melakukan
pembatasan informasi pengetahuan teknis pemanfaatan alam bagi kehidupan
manusia. Beliau juga pernah mengutus sahabatnya untuk belajar pabrikasi senjata
ke daerah Yaman. Beliau pun mengadopsi sistem stempel pada pengiriman setiap
surat negara kepada raja-raja di Persia. Habsyah dan Romawi. Jikalau saja
setiap teknis yang dipakai seseorang kemudian menjadi sebuah ‘komoditi
perdagangan’ tentu Rasulullah s.a.w. tidak akan melakukan transfer ilmu pengetahuan
pada para sahabat beliau.
Maka
dalam hal ini posisi kesepakatan-kesepakatan di dalam memahami hak milik publik
dan hak milik pribadi bahkan untuk tujuan komersil amatlah penting. Kesepakatan
yang dalam bahasa Alquran disebut ‘musyawarah’ merupakan ketetapan Allah untuk
menjamin berlangsungnya kehidupan yang seimbang. Nampaknya hak kekayaan
intelektual tidak dapat dicegah untuk menjadi hak milik pribadi apalagi
telah didukung oleh mayoritas ulama
dalam fatwa-fatwanya. Beberapa pandangan yang melihat Maka dalam hal ini posisi
kesepakatan-kesepakatan di dalam memahami hak milik publik dan hak milik
pribadi bahkan untuk tujuan komersil amatlah penting. Kesepakatan yang dalam
bahasa Alquran disebut ‘musyawarah’ merupakan ketetapan Allah untuk menjamin
berlangsungnya kehidupan yang seimbang. Nampaknya hak kekayaan intelektual
tidak dapat dicegah untuk menjadi hak milik pribadi apalagi telah didukung oleh
mayoritas ulama dalam fatwa-fatwanya.[8]
Hukum
dalam bidang kekayaan intelektual ini meliputi hak komunal dan hak personal.
Perlindungan
yang dilakukan pada kedua hak tersebut masih banyak mengalami kendala. Hal
tersebut perlu adanya perhatian yang serius dari pemerintah beserta para
pemangku kepentingan dan harus ada solusi nyata yang harus dilakukan untuk
menyambut pasar bebas ASEAN ke depan. Perlu adanya terobosan dalam bidang hokum
untuk dapat memproteksi perekonomian Indonesia yang salah satunya melalui
perlindungan
kekayaan intelektual dan persaingan usaha yang sehat. Hukum dalam bidang
kekayaan intelektual dengan hukum persaingan usaha ini merupakan komplementer,
melengkapi atau saling mengisi. Perkembangan pasar bebas tanpa disadari secara
langsung telah memberikan peluang dan kesempatan bagi seluruh anggota
masyarakat di dalam maupun di luar negeri. Peluang itu adalah peluang untuk
berlomba-lomba memperdagangkan barang dan jasa yang dihasilkan, melampaui batas
wilayah suatu negara secara lebih cepat, lebih mudah, dan dengan harga yang
sangat murah. Sehingga dapat menghasilkan aktivitas ekonomi dan social masyarakat
secara signifikan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan banyaknya produk luar
negeri yang membanjiri pasar dalam negeri.[9]
Beberapa ahli fiqih juga menolak penetapan adanya hak cipta, seperti Imam
Al-Qarafi seorang pakar fiqh Maliki yang berpendapat bahwa sekalipun haq
al-ibtikar hak cipta) adalah milik pemikir (pencipta)nya, namun hak ini
tidak bersifat harta, bahkan ia sama sekali tidak terikat sekali dengan harta,
karena itu ia tidak boleh di transaksikan, alasannya bahwa yang menjadi sumber
hak ini adalah akal dan hasil akal yang berbentuk pemikiran tidak bersifat
material yang boleh diwariskan, diwasiatkan dan ditransaksikan.
D.
Hukum
Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual Dalam Perspektif Hukum Islam
Apabila menelusuri dalil- dalil yang
terkandung dalam al-Qur’an maupun al-Hadist, masalah hak cipta belum mempunyai
dalil atau landasan nas yang eksplisit. Hal ini karena gagasan
pengakuan atas hak cipta itu sendiri merupakan masalah baru yang belum dikenal
sebelumnya. Hak Cipta ( Haq al- ibtikar) merupakan bagian dari
macam- macam hak dalam Islam. Hak cipta juga bisa dipandang sebagai harta,
karena itu perlu perlindungan hukum. Perlindungan ini diberikan, karena Islam
sangat menghargai upaya seseorang dalam berkarya, seperti hasil karya tulis
yang bermanfaat untuk kepentingan masyarakat dan agama. Atau penemuan- penemuan
lain yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, dan berguna bagi
pengembangan ilmu pengetahuan. Hak cipta dan karya cipta merupakan haq al-
syakhshi (hak pribadi), oleh karena itu Islam melarang seseorang
melanggarnya. Islam dengan tegas melarang seseorang memakan harta orang lain
dengan secara tidak benar dan aniaya, kecuali atas persetujuan pemiliknya, atau
dengan cara yang halal, seperti yang dikemukakan dalam nas.[10]
Dunia Islam mengalami kemandekan intelektual yang cukup parah saat dunia Eropa
begitu pesatnya mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Akibatnya, selama
1 abad lebih dunia Islam dijajah oleh negeri-negeri Eropa. Meskipun kini dunia
Islam telah terlepas dari penjajahan (politik), namun sisa-sisa penjajahan
kapitalisme masih berakar kuat di dunia muslim. Akibat lemahnya ekonomi dunia
Islam, sebagai akibat dari lemahnya IPTEK, akhirnya secara tidak langsung
politikpun masih terjajah.
Manusia
adalah khalifah bumi sebagaimana dalam surat al-Baqarah ayat 30-33 dan surat
al-Anbiya ayat 107 yang menjelaskan bahwa manusia diciptakan Allah untuk
menjadi khalifah karena memiliki kemampuan berpikir dan bandingkan dengan
makhluk ciptaan Allah lainnya, misal malaikat. Manusia sebagai khalifah bumi
tentunya harus mampu menghadapi segala permasalahan kebutuhan yang harus
dipenuhinya. IPTEK adalah salah satu kebutuhan manusia yang harus menjadi
perhatian bagi umat Islam. Penguasaan IPTEK bagi muslim adalah mutlak adanya.
Negara Islam atau Negara dengan mayoritas muslim jangan hanya sebagai konsumen
teknologi bagi Negara Barat (mayoritas non muslim), namun harus mampu bangkit
bersaing dengan mereka dan tidak hanya mengurusi politik dan
perbedaan-perbedaan keyakinan ritual seperti antara kelompok sunni dan syiah,
hal ini akan mengakibatkan umat muslim terpuruk dan tidak menjadi pelopor
peradaban dunia sebagaimana Islam pernah pada kejayaannya pada masa Abbasiyah.
Adapun kemajuan yang dicapai umat Islam pada masa Dinasti Abbasiyah dalam bidang
ilmu Pengetahuan, sains dan teknologi.[11]
Islam
sebagai agama sekaligus sebagai wadah pedoman bagi pemeluknya tentu mempunyai
ketentuan khusus dalam masalah hak cipta ini. Terutama yang berkaitan dengan
ekonomi, karena didalam Islam ekonomi mempunyai peran besar dalam kesejahteraan
pemeluk dan agama tersebut. Alasan tersebutlah yang membuat penulis menyajikan
artikel yang berjudul “Hak Cipta dalam Ekonomi Islam” dengan tujuan untuk
mengetahui hak cipta dari sudut pandang Islam serta pengaruh hak cipta dalam
ekonomi Islam.
Hak
cipta sebagai hasil cipta karsa yang lahir melalui olah pikir yang bersifat originality
dan individuality. Hak cipta merupakan benda bergerak tidak
berwujud, dengan demikian hak cipta dapat beralih atau dialihkan baik seluruh
maupun sebagian. Peralihan hak cipta terjadi karena pewarisan, hibah, wakaf,
wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab lain yang dibenarkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Pihak lain selain pencipta melalui
hubungan hukum pengalihan seluruhnya atau sebagian berkedudukan sebagai
pemegang hak cipta. Dengan demikian pemegang hak cipta ikut berhak untuk
mengatur penggunaan hasil karya atau hasil olah gagasan atau informasi tertentu
sesuai dengan yang telah diterimanya. Hak cipta memungkinkan
pemegang
hak, membatasi pemanfaatan dan mencegah pemanfaatan secara tidak sah. Hak cipta
bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk
mencegah orang lain melakukan pemanfaatan kecuali dengan memperoleh izin. Hak
ekonomi atas suatu ciptaan tetap berada di tangan pencipta atau pemegang hak
cipta selama pencipta atau pemegang hak cipta tidak mengalihkan seluruh hak
ekonomi kepada pihak lain. Hak ekslusif yang mengandung nilai ekonomi dibatasi
untuk jangka waktu tertentu. Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 butir 4 UU
Hak Cipta; “Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, pihak
yang menerima hak tersebut secara sah dari pencipta, atau pihak lain yang
menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah.”
Dengan demikian maka yang dapat mengambil manfaat ekonomi dengan
mengkomersialkan hasil karya dari ciptaan adalah pencipta, pemegang hak cipta
maupun pihak yang menerima pengalihan lebih lanjut yang menerima secara sah.
Pada hakikatnya, penciptalah yang mempunyai hak untuk mengeksploitasi dengann
berbagai cara atas karya cipta yang dihasilkan.[12]
Point
penting dari fatwa tersebut sesuai dengan kesepakatan dari kalangan ulama
kontemporer dalam keputusan akhir dari lembaga pengkajian fikih Islam yang lahir
dari organisasi konferensi Islam pada pertengahan kelima di Kuwait tahun 1409
H/1988 M. Keputusan tersebut menerangkan bahwa hak-hak cipta harus dilindungi
oleh hukum Islam. Dengan demikian, para pemilik hak cipta bebas memperlakukan
hak cipta itu sekehendak
mereka
dan tidak seorang pun yang berhak melanggarnya. Namun, karena Islam selalu
menganut kebebasan yang terbatas. Maka, kebebasan tersebut pun disertai dengan
syarat, yakni karya-karya tersebut tidak melanggar syariat Islam.
E.
Sikap
Kita dalam menanggapi Hukum Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual
Hak Atas Kekayaan Intelektual atau
yang kerap disingkat HAKI merupakan sebuah perlindungan hukum yang diberikan
sebuah negara tertentu kepada seseorang atau sekelompok individu yang telah
menuangkan gagasannya dalam wujud sebuah karya. Hukum ini bersifat teritorial
kenegaraan. Artinya, sebuah karya hanya akan dilindungi hak-haknya di negara
tempat karya tersebut didaftarkan untuk memperoleh HAKI. Sebagaimana yang
tertuang di dalam Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, Hak Atas
Kekayaan Intelektual adalah hak eksklusif yang diberikan suatu peraturan kepada
seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya. Adapun karya yang
dilindungi adalah dalam bentuk benda tak berwujud seperti hak cipta, paten, dan
merek dagang dan benda yang berwujud berupa informasi, teknologi, sastra, seni,
keterampilan, ilmu pengetahuan, dan sebagainya. Hal ini sangat berkaitan dengan kehidupan
dalam aspek sosial dan ekonomi. Pasalnya, seseorang yang menghasilkan sebuah
karya boleh jadi berpotensi untuk menghasilkan pundi-pundi rupiah hingga
triliunan. Hal ini tentu akan menjadi sebuah kerugian yang sangat disayangkan
bilamana pihak lain yang tidak terlibat dalam proses kelahiran karya tersebut
melakukan penjiplakan dan pembajakan sehingga menghalangi hak-hak ekonomi si
pencipta (seseorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau
bersama-sama menghasilan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi—pasal 1
UU Hak Cipta). Hak Cipta Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak
Cipta, Hak Cipta didefinisikan sebagai hak eksklusif pencipta yang timbul
secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan
dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Hak Cipta juga merupakan bagian dari kekayaan intelektual
di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang mempunyai peranan strategis
dalam mendukung pembangunan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum sebagaimana
diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sikap
kita dalam menanggapi Hukum Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual dengan lebih
bijaksana lagi dalam menghadapi arus globalisasi. Khusunya dalam hal hak cipta
dan hak kekayaan industri. Apabila kita sudah memiliki suatu produk yang kita
hasilkan sendri sebaikan nya langsung di daftarkan untuk memilikiki hak
cipta. manfaat dari mendaftarkan hak cipta dan merek dagang ke
DKJI adalah fungsi ekonomis. Bilamana ada pihak lain ingin menggunakan merek
yang telah terdaftar hak cipta atau dagangnya untuk kepentingan tertentu
seperti pemasaran, maka pihak tesebut harus lebih dulu meminta izin kepada
pencipta. Pencipta pun memiiki otoritas untuk menolak atau mengiyakan dengan
kerja sama tertentu seperti adanya sejumlah uang yang harus dibayarkan atau
sebagainya. Agar tidak terjadi kasus yang hak cipta kemilikan barang kita
diambil atau salah digunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
F.
Simpulan
Berdasarkan
pengamatan selama melakukan tahapan kegiatan pengabdian ini, maka tim
pengabdian mengambil kesimpulan bahwa para peserta kegiatan menaruh perhatian
yang cukup besar terhadap sosialisasi dan Pemahaman Ilegal Download
Sebagai Bentuk Pelanggaran Hak Cipta Bagi SMK Ash Shodiqiyyah Kota Semarang.
hal ini dapat dilihat dari antusias Siswar selama mengikuti sosialisasi. Selama
berlangsungnya sosialisasi terdapat banyaknya pertanyaan mengenai pengetahuan
Apabila menelusuri dalil- dalil yang terkandung dalam al-Qur’an maupun
al-Hadist, masalah hak cipta belum mempunyai dalil atau landasan nas yang
eksplisit. Hal ini karena gagasan pengakuan atas hak cipta itu sendiri
merupakan masalah baru yang belum dikenal sebelumnya. Hak Cipta ( Haq
al- ibtikar) merupakan bagian dari macam- macam hak dalam Islam. Hak cipta
juga bisa dipandang sebagai harta, karena itu perlu perlindungan hukum.
Perlindungan ini diberikan, karena Islam sangat menghargai upaya seseorang
dalam berkarya, seperti hasil karya tulis yang bermanfaat untuk kepentingan
masyarakat dan agama. Atau penemuan- penemuan lain yang sangat bermanfaat bagi
kehidupan manusia, dan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Hak cipta
dan karya cipta merupakan haq al- syakhshi (hak pribadi), oleh karena
itu Islam melarang seseorang melanggarnya. Kebijakan pelindungan HKI terhadap
produk ekraf telah dilakukan oleh pemerintah dengan membentuk berbagai
peraturan perundang-undangan di bidang HKI berikut peraturan pelaksanaannya.
Pada tingkat daerah, khususnya Kota Surakarta dan Denpasar sebagai daerah yang
diteliti, semua kebijakan daerah terkait pelindungan HKI untuk produk ekraf
mengacu pada kebijakan tingkat nasional, khususnya di bidang regulasi.
Pelindungan yang bersifat preventif diberikan melalui undang-undang di bidang
HKI khususnya berupa manfaat ekonomi bagi pelaku ekraf yang mendaftarkan
HKInya. Pelindungan hukum terhadap merek pada dasarnya ditujukan untuk mencegah
terjadinya unfair competition berupa mencegah atau melarang orang lain
atau pihak lain untuk melakukan pelanggarang merek berupa pemanfaatan atau pemboncengan
merek milik orang lain. Pelaku ekraf yang pada sebagian besar adalah UMKM
memiliki berbagai kendala untuk mendaftarkan mereknya. UMKM termasuk pelaku
usaha yang rawan mengalami tindakan unfair competition dari pelaku usaha
lain yang memiliki kekuatan lebih, utamanya kekuatan finansial dan pemahaman
tentang HKI.
G.
Referensi
Agus
Mardiyanto, Weda Kupita, Noor Asyik, dan Rahadi Wai Bintoro. “Implementasi
Perlindungan Hukum Terhadap Hak Kekayaan Intelektual Masyarakat Asli/
Tradisional di Kabupaten Purbalingga.” Jurnal Dinamika Hukum 13 (t.t.):
26.
Dina
Widyaputri Kariodimerdjo. “Perlindungan Hak Cipta, Hak terkait, dan desain
Industri.” Mimbar Hukum 22 (2010).
Fajar
Alamsyah Akbar. “Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Menurut Pasal 12
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Di Indonesia.” JOM
Fakultas Hukum III (2016): 2.
Ferol
Mailangkay. “Kajian Hukum Tentang Hak Moral Pencipta dan Pengguna Menurut
Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.” Lex Privatum V
(2017): 138.
Khoirul
Hidayah. “Perlindungan Hak Paten Dalam
Kajian Hukum Islam dan Peran Umat Islam Dalam Bidang IPTEK.” Jurnal Syariah
dan Hukum 4 (2012): 85–86.
Maria
Alfons. “Implementasi Hak Kekayaan Intelektual dalam Perspektif Negara Hukum.” Jurnal
Legislasi Indonesia 14 (t.t.): 367–68.
Mujahid
Quraisy. “Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) dalam Perspektif Hukum Islam.” Jurnal
Muqtasid 2 (2011): 15–16.
Ni
Wayan Indrawati. “Perlindungan Hak Cipta Terhadap Patung Bali sebagai Karya
Tradisional Masyarakat Adat Bali.” Jurnal Ilmu Legal, Opinion 3 (2015).
Sigit
Nugroho. “Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual
dalam upaya peningkatan Pembangunan Ekonomi Di Era Pasar Bebas” 24 (2015): 4.
Sufiarina.
“Shift of Criminal Acts of Copyrights to the Direction of Civil Dispute (Review
of Article 95 Paragraph (4) of Law Number 28 Year 2014 on Copyright).” Jurnal
Cita Hukum 5 (2017): 114.
Umi
Cholifah. “Hak Cipta Dalam Ekonomi Islam.” Jurnal Studi Agama 4 (2016): 9–10.
[1] Ferol
Mailangkay, “Kajian Hukum Tentang Hak Moral Pencipta dan Pengguna Menurut
Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta,” Lex Privatum V
(2017): 138.
[2] Fajar
Alamsyah Akbar, “Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Menurut Pasal 12
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Di Indonesia,” JOM
Fakultas Hukum III (2016): 2.
[3] Agus Mardiyanto dkk., “Implementasi Perlindungan Hukum Terhadap Hak
Kekayaan Intelektual Masyarakat Asli/ Tradisional di Kabupaten Purbalingga,” Jurnal
Dinamika Hukum 13 (t.t.): 26.
[4] Ni
Wayan Indrawati, “Perlindungan Hak Cipta Terhadap Patung Bali sebagai Karya
Tradisional Masyarakat Adat Bali,” Jurnal Ilmu Legal, Opinion 3 (2015).
[5] Dina
Widyaputri Kariodimerdjo, “Perlindungan Hak Cipta, Hak terkait, dan desain
Industri,” Mimbar Hukum 22 (2010).
[6] Maria
Alfons, “Implementasi Hak Kekayaan Intelektual dalam Perspektif Negara Hukum,” Jurnal
Legislasi Indonesia 14 (t.t.): 367–68.
[8] Mujahid
Quraisy, “Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) dalam Perspektif Hukum Islam,” Jurnal
Muqtasid 2 (2011): 155–16.
[9] Sigit
Nugroho, “Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual
dalam upaya peningkatan Pembangunan Ekonomi Di Era Pasar Bebas” 24 (2015): 4.
[11] Khoirul
Hidayah, “Perlindungan Hak Paten Dalam
Kajian Hukum Islam dan Peran Umat Islam Dalam Bidang IPTEK,” Jurnal Syariah
dan Hukum 4 (2012): 85–86.
[12] Sufiarina,
“Shift of Criminal Acts of Copyrights to the Direction of Civil Dispute (Review
of Article 95 Paragraph (4) of Law Number 28 Year 2014 on Copyright),” Jurnal
Cita Hukum 5 (2017): 114.
Comments
Post a Comment