Konsep Pendidikan Karakter Akhlak Menurut K.H Hasyim Asy’ari
Konsep Pendidikan Karakter Akhlak Menurut K.H Hasyim Asy’ari
Andika
Institut Agama Islam Negeri Metro
Jl, Ki Hajar Dewantara 15a Iringmulyo, Kota Metro, Lampung, Indonesia,
34112
E-mail : Marifatulqolbi49@gmail.com
Abstrak
Guru/pendidik adalah orang yang pertama
kali berjuang dan berusaha memberikan contoh yang patut ditiru untuk
murid-muridnya, baik dari akhlaknya, cara berpakaianya, bahkan sampai rambut
harus rapi. tetapi masih banyak peserta didik yang belum meniru akhlak guru
tersebut. Akhlak guru sangat lah berpengaruh terhadap para peserta didiknya,
karena guru adalah di gugu dan ditiru. Sebagai peserta didik alangkah baiknya
apabila memperhatikan beberapa hal yang harus dipersiapkan., salah satunya
adalah dengan niat dan tujuan yang baik
dan hanya karena allah. bukan hanya karena lainnya, akan tetapi seorang peserta
didik harus mempunyai adab/akhlak yang baik terhadap gurunya. salah satu contoh
: Menghormati Ilmunya, ahlinya ilmu dan akhlak terhadap sesama manusia. Maka
dengan demikian peserta didik insya allah akan mendapat barokah dan manfaat
dari ilmu nya .
Etika merupakan baik dan buruknya tingkah
laku seseorang yang sesuai dengan akal dan fikiran. Etika seorang murid atau
peserta didik merupakan perilaku atau perbuatan tingkah laku baik dan burung
sesorang yang sedang mencari ilmu dengan tujuan untuk memenuhi mematuhi
peraturan yang sudah ditentukan didalam lingkungan sekolah. Sedangkan, seorang murid harus mempunyai
etika terhadap gurunya, salah satu etika terhadap gurunya adalah perilaku dan
watak ( tingkah laku orang yang mencari ilmu kepada orang yang mendidiknya,
yaitu seorang Guru ( pendidik ).
Kata Kunci : Pendidikan, Akhlak, Hasyim Asy’ari
Pendahuluan
Banyak sekali kasus-kasus yang terjadi di
bangsa ini, terutama tentang dunia pendidikan. Banyak sekali kejadian kejadian
peristawa, seperti kasus nya gayus tambunan, nazaruddin, makam periok, dan yang
lebih parah lagi antara mahasiswa/pelajar sampai tawuran dengan alasan yang
belum jelas. Hal seperti itulah yang menjadikan runtuhnya generasi bangsa
Indonesia. Bahkan para pelajar mulai memakai narkoba dan barang-barang yang
dilarang oleh aturan-aturan Negara. Melihat kejadian yang sudah dipaparkan
merupakan salah satu wujud kerusakan bangsa, baik dari segi moral dan karakter
yang dimana karakter tersebut menunjukkan bahwa kegagalan di dunia pendidikan
sangatlah memprihatinkan.[1]
Ilmu merupakan cara dan sarana bagi setiap
manusia yang berfungsi untuk memperoleh kebahagian dan akhirnya memperoleh kesejahteraan
didunia dan akhirat, karena orang yang hidup tanpa ilmu, maka hidupnya akan
sesat bahkan menyesatkan untuk dirinya dan orang lain, oleh karena itu hukum
menuntut ilmu adalah wajib ( fardhu ‘ain ). Dengan ilmu, orang bisa saja
menjadi mulya dan dimulyakan oleh orang lain. Karena betapa mulyanya ilmu.
Maka, sebagai insan yang sempurna maka hendaklah menuntut ilmu sampai kapan pun
dan dimanapun sesuai dengan yang diperintahkan nabi bahkan sampai kenegeri
cina, selalu memikirkan dirinya, karena, dengan ilmu manusia akan bisa
membedakan mana yang terbaik untuknya dan mana yang tidak baik untuk dirinya
baik urusan di dunia maupun akhirat. sebagai manusia berpandai-pandailah dalam
menjalankan sesuatu yang dimana sesuatu itu dapat menyelamatkan dirinya
masing-masing, terutama urusan dunia dan akhirnya urusan akhiratpun juga harus
difikirkan.
Semua kegiatan yang dimana kegiatan itu
bersifat kegamaan, dalam dalam segi dhohiriyah maupun bathiniyah, secara ucapan
ataupun perbuatan, semua itu dianggap bukanlah sebagai amal, bisa disebut amal
kecuali perbuatan itu dibarengi dengan budi pakerti yang luhur ( baik ), dan
sifat yang terpuji dan sifat yang mulia. Karena dizaman sekarang melakukan
perbuatan yang dibarengi ( dihiasi ) dengan budi pakerti yang baik mnerupakan
salah satu tanda diterimanya amal insya allah ( kelak di akhir nanti, disamping
budi pakerti yang baik, yang dimana sangat dibutuhkan oleh kalangan pelajar (
murid ), seorang guru juga harus memiliki uswatun hasanah bagi para peserta
didik nya dalam proses belajar mengajar.
Pembahasan
Pengertian Akhlak
Kata akhlak berasal dari bahasa arab yaitu akhlaqo
dari jamak taksir kholaqo, dan sudah diartikan didalam bahasa
Indonesia yang artinya adalah kesopanan dan perangai. Akhlak menurut istilah agama
yaitu digunakan untuk menilai aktifitas yang dilakukan oleh setiap orang, yang
dimana dinilai dari baik dan buruknya tingkah laku tersebut. Akhlak adalah
perilaku yang mengarahkan antara makhluk kepada Allah SWT. Pada dasarnya akhlat
itu sudah tertanam pada diri seseorang, yang sudah menyatu dalam sikap dan
perbuatan manusia tersebut, apabila apa yang dilakukan orang tersebut baik,
maka buahnya juga akan ikut baik, begitupun sebaliknya.[2]
Akhlak
menurut Abu Hamid Algazali adalah “ sifat yang tertanam didalam jiwa setiap
individu dan terlahir perbuatan-perbuatan yang dimana ketika melakukan
perbuatan tersebut tanpa merenungkan hal positif dan negatifya. Sedangkan
menurut Muhammad Ali Asy-Syarif Al-Jurjanji Akhlak adalah “ sifat yang baik dimana
tertanam didalam jiwa individu yang dimana terlahir perbuatan-perbuatan yang
mudah tanpa harus menanggung resikonya. Dan menurut Ahmad Bin Mustofa Akhlak
adalah “ilmu yang bisa membedakan jenis jenis keutamaan dengan cara terwujudnya
tiga keseimbangan kekuatan yaitu;
kekuatan untuk berfikir, menahan amarah dan kekuatan hawa nafsu. Menurut Ibnu
Maskawih : akhlak adalah sifat yang terpatri dalam jiwa dan mendorong seseorang
untuk melakukan perbuatan yang dimana tanpa harus merenungi dan mempertimbangkan
dari perbuatan tersebut. Akhlak juga
dibagi menjadi dua, yaitu akhlak terpuji dan akhlak tercela, akhlak terpuji
dinamakan akhlak mahnudah dan akhlak tercela dinamakan akhlak mazmumah. Orang
bisa saja dipengaruhi oleh kedua akhlak tersebut karena kedua akhlak tersebut
sudah ada dihati setiap manusia, lebih jelasnya bisa dikatakan sebagai akhlak
tersebut karena berdasarkan dari hati nurani manusia bukan karena akal,
pengalaman, adat, dan sebagainya. Dari penjelasan diatas, dapat dikatakan
akhlak adalah memiliki makna yang sangat luas dan mendalam. Adapun perbuatan
baik dan buruk seseorang dalam ilmu akhlak sesuai dengan ajaran agama islam
yaitu alquran dan hadist bukan dari teori filsafat dan akal.[3]
Pada
hakikatnya menurut beberapa pendapat diatas bisa diartikan bahwasanya tidak ada
perbedaan yang sangat kuat atau mendasar mengenai akhlak, dan dikembalikan
kepada kebiasaan atau kehendak seseorang. Dan kehendak atau kebiasaan itulah
yang dinamakan dengan akhlak. Sebagai contoh : seperti kehendak membiasakan
makanan kepada orang lain, maka disebut dengan orang yang dermawan. Sedangkan
budi merupakan sifat seseorang yang tidak Nampak oleh panca indra ( mata ), dan
akhlak adalah perbuatan yang dimana perbuatan tersebut Nampak oleh mata dan
disebut dengan muammalah, perbuatan adalah cara membuktikan dengan gambaran
bahwa akhlak itu ada.[4]
Pengertian Akhlak Dan Etika Menurut K.H Hasyim Asy’ari
Secara istilah etika itu menurut para ahli sangat
berbeda-beda sesuai dengan pandangan nya masing masing. Menurut ulama etika
adalah ilmu yang bisa membedakan baik dan buruknya suatu perbuatan, menjelaskan
apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang manusia itu sendiri, dan menunntun
manusia untuk melakukan suatu perbuatan yang dikehendakinya. Dengan demikian etika
dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu : pertama, etika adalah watak
dari setiap individu, orang yang beretika termasuk golongan orang yang bai, kedua,
etika adalah keputusan ( hukum ), etika yang mengontrol dan mengondisikan
perbuatan orang tersebut.[5] Etika bisa diartikan sebagai dasar dan hal
yan sangat penting dalam kehidupan manusia dan umat. Dan etika adalah sebagai
tolak ukur mental manusia, sebagai kepribadian manusia, dan bahkan sebagai
perilaku manusia, dan bisa menjadi sebagai ciri khas ( istimewa ) dan yang bisa
membedakan antara manusia dan makhluk-makhluk lainnya.[6]
Akhlak adalah suatu ilmu yang mengajarkan
tata cara untuk berbuat baik terhadap sesama manusia dan memanusiakan manusia,
dan ilmu yang mengajarkan tujuan yang harus dicapai oleh setiap manusia itu
sendiri, ilmu yang menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya
dihadapi. Akhlak merupakan susuna dasar islam yang bagian ketiga dengan berisi
tentan “ ajaran tentang cara berperilaku yang baik dan sopan santun terhadap
sesame, bisa disebut dengan akhlak adalah sebagai dasar manusia untuk mengatur
cara berperilakunya kepada sesame manusia. Lebih jelasnya, akhlak merupakan
segala sesuatu yang bisa membedakan antara baik dan buruknya pribadi manusia,
baik dari segi prilaku, ucapan dan fikiran berdasarkan akal dan fikiran manusia
itu sendiri, ataupun norma-norma hukum yang sudah ditetapkan.[7]
Pendidikan Karakter Menurut K.H Hasyim
Asy’ari
K.H Hasyim Asy’ari adalah seseorang ilmuan
dalam pendidikan yang berjuang tidak hanya dalam pendidikan, tetapi juga orang
yang mengembangkan pendidikan sebagai unsur yang sangat penting. ( Mukani, 2016 ). Sebelum Negara menentukan
pendidikan karakter, ternyata K.H Hasyim Asy’ari sudah membahas terlebih dahulu
tentang pendidikan karakter dalam materi dan karya yang sudah dibuatnya,
seperti yang sudah djelaskan dalam kitab Ta’limul muta’allim dan risalah lain
yang menjelaskan tentang pendidikan risalah aswaja. Pendidikan yang dijelaskan
k.h hasyim asy’ari hendaknya juga membentuk sebagai manusia yang sempurna, yang
tercermin pada panutan umat islam yaitu nabi Muhammad SAW, yang tidak lain
hanyalah dengan tujuan mendekatkan diri kepada AlL\lah SWT, dengan harapan bisa
mendapatkan kebahagian didunia dan akhirat.
Sesuai dengan penjelasan K.H Hasyim Asy’ari
yang sudah dipaparkan diatas, sepertinya tidak ada kesinambungan antara
kenyataan yang sedang ada dimasyarakat umumnya dan dunia pendidikan di
Indonesia, diindonesia lebih mengedepankan aspek kognitif disbanding yang
lain-lainnya, semenjak beberapa tahun yang lalu sistem pendidikan karakter
sudah dibentuk atau sudah ada aturannya, bahkan dengan dasar Perpres PKK ( penguatan
pendidikan karakter ).[8]
Pada dasarnya pendidikan adalah sumber dari
semua sumber pendidikan dan sumber pokok ajaran islam dengan berpedoman
alquran, dan sebagai pedoman bagi umat yang mengikutinya. Sesuai firman allah
dalam Q.S Al—Mujadalah : 11 yang artinya “ hai orang-orang yang beriman apabila
dikatatakan kepadamu, berlapang-lapanglah dalam majelis, maka lapangkanlah,
niscaya allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan berdirilah
kamu, maka berdirilah, niscaya allah akan meninggikan orang-orang yang beriman
diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan
allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Oleh sebab itu, membentuk karakter tanpa
pendidikan tidaklah mungkin bisa, karena pendidikan tidaklah mengajarkan cerdas
bagi para peserta didiknya, namun pendidika juga mengajarkan bagaimana peserta
didik mempunyai karakter yang baik, dan berakhlak yang baik. Dengan itu
membentuk karakter harus melalui pendidikan yang berbasis kurikulum sekolah.[9] Dalam bidang pendidikan K.H Hasyim Asy’ari berfikir bahwa
pendidikan merupakan perhatian yang sangat menarik dan perlu untuk dikaji. Baik
secara langsung maupun tidak langsung.
·
Konsep Manusia
Manusia merupakan makhluk yang sempurna dan sosok yang
sosok yang mempunyai kelebihan ( fitrah ) yang sudah tertulis dilauhul mahfudz
setelah dilahirkan didunia ini. Dengan segala akal dan cara “keunikan” yang
dimiliki manusia, itulah yang membuat manusia banyak mempunyai keahlian dan
dapat mengungkap misteri didalam dunia tersebut sampai saat ini. Meskipun
demikian proses yang seperti itu manusia tetap menjalaninya, yaitu manusia
ketika dilahirkan mempunyai fitrah yang sama. K.H Hasyim Asy’ari membagi tiga
dalam pendidikan. Petama, yaitu ilmu yang mnjelaskan tetntang tujuan
manusia diciptakan dimuka bumi ini, yaitu tidaklah lain hanya sebagai hamba dan
menyembah allah. Kedua, yaitu ilmu yang menjelaskan bagaimana isi dalam
ayat alquran ( tafsir ). Karena alquran merupakan dasar utama bagi umat muslim
unutk belajar. Ketiga, yaitu ilmu yang menjelaskan tentang hadist “ ilmu
yang dijadikan patokan setelah alquran”.
·
Memperkenalkan Pendidikan
Orientasi pendidikan seperti inilah yang sangat
penting, karena pserta didik mampu mendekatkan diri kepada tuhannya ketika
dalam keadaan proses pembelajaran. Oleh karena itulah apabila seorang peserta
didik melakukan sebuah kesalahan, seorang guru harus mempunyai rasa tanggung
jawab yang besar. Guru harus mengoreksi kesalahan kesalahan yang telah
dilakukan oleh peserta didiknya. Dengan landasan inilah K.H Hasyim Asy’ari
menggunakan kata murobbi betapa pentingnya pendidikan itu.
·
Memberikan Materi Pembelajaran
Seperti yang sudah dijelaskan diatas, bahwasanya
pendidikan itu sangat penting dan mendidik manusia agar menjadi teladan juga
baik juga sangatlah sulit, oleh sebab itu ketika memberikan materi pelajaran
kepada peserta didik hendaklah memberikan arahan yang dimana arahan itu
menunjukkan contoh sikap yang patut untuk ditiru, seperti tokoh-tokoh ulama
klasik yang memberikan tauladan yang baik dan pantas untuk ditiru, cara ini
tidaklah hanya untuk tokoh-tokoh yang sudah meninggalkan, akan tetapi
tokoh-tokoh yang masih berjuang membela agama ini.
·
Lingkungan pendidikan
Mbah hasyim asy’ari sangatlah menghormati
lingkungannya, bahkan rasa cinta beliau kepada lingkungannya sangatlah besar,
karena beliau sadar, lingkungan merupakan faktor yang lebih dominan daripada
nasab ( keturunan ) dalam dunia pendidikan.[10]
Karakter adalah dasar, yang berasal dari bahasa latin
yang artinya diasah, artinya hidup ini sama halnya dengan pedang, yang dimana
apabila pisau itu selalu diasah maka dia akan semakin tajam, begitupun dengan
karakter seorang anak, apabila selalu diajari dengan hal hal yang bersifat
baik, maka anak tersebut akan memiliki kebiasaan/watak yang baik pula. Karakter
adalah hasil dan buah mental dari seorang anak. Karakter seorang anak harus
disesuaikan dengan dunia yang dialami oleh seorang anak, dan menyesuaikan
dengan pertumbuhan dan perkembangan seorang anak, dengan demikian maka seorang
anak tidak akan kehilangan haknya sebagai anak.[11]
Adapun karakter seorang murid terhadap guru dalam
kitab ta’limul muta’allim adalah sebagai berikut: bersikap tawadhu’, maksud
dari tawadhu adalah rendah hati, tidak merasa dirinya paling unggul
dibandingkan yang lainnya, dan selalu merasa dirinya penuh dengan kekurangan,
hal ini lah yang harus dimiliki oleh setiap peserta didik. Oleh sebab itu
sebagai murid tidak baik jika mempunyai sifat yang sombong, walaupu murid
tersebut sudah memahami apa yang usdah disampaikan oleh gurunya, dalam keadaan
apapun murid harus menyerahan segala urusannya kepada gurunya, layaknya seperti
orang yang sedang sakit. Dan selalu mempunyai sifat hormat dan patuh dan berkhidmah
untuk mencari pahala dari sifat hormatnya. Menghormati guru, sebagai seorang
murid kh K.H Hasyim Asy’ari selalu menganjurkan agar sebagai murid untuk selalu
mempunyai rasa hormat kepada gurunya, misalnya dalam berbicara, murid harus
mempunyai etika dan adab dalam berbicara dengan guru, mulai dari bahasa samapi
tingkah laku murid sangatlah penting kertika berinteraksi dengan seorang guru,
murid tidak sopan ketika memanggil nama gurunya dengan nama aslinya, sebaiknya
dengan bahasa yang sopan “ wahai ustadz dan wahai bapak”, tidak boleh mempunyai
fikiran bahwa murid lebih menguasi materi daripada gurunya, dan usahakan
sebagai murid mempunyai keyaqinan bahwa seorang guru mempunyai derajat keilmuan
yang sangat tinggi, anak-anak guru juga harus dihormati, dan murid tidak boleh
minta materi yang lain kepada guru tanpa ada kehadiran murid yang lainnya.
Berperilaku sabar, belajar adalah hal yang perlu
difahami oleh seorang murid, karena dalam proses belajar bersaba sangatlah
penting sekali. Karena orang yang mencari ilmu akan mendapat suatu cobaan dari
allah swt, baik cobaan itu secara fisik maupun dari ekonomi keluarga, dan itu
pasti akan terjadi dalam proses mencari ilmu. Karean syarat mencari ilmu harus
mempunyai mental yang kuat dan mempunyai bekal yang mencukupi. Karena kesabaran
dalam mencari ilmu merupakan modal yang sangat penting, tapi hal tersebut
sedikit orang yang melakukannya. Oleh karena itu K.H Hasyim Asy’ari Menyarankan
agar selalu mempunyai sifat sabar dalam mencari ilmu, baik bersabar dalam menyikapi
cara guru memperlakukannya, ketika guru berbuat diluar pemikiran murid, maka
murid harus menafsirkan apa yang telah dilakukan guru kepadanya, karena belum
tentu apa yang dilakukan guru itu disukai oleh setiap muridnya.
Etika Peserta didik ( Murid ) Terhadap
Pendidik ( Guru )
Awal penjelasan K.H Hasyim Asy’ari dalam
kitab Ta’limul Muta’allim sudah jelas sesuai dengan alquran dan hadist, yang
kemudian dijabarkan sejelas-jelas mungkin yang mudah untuk difahami. Sebagai
contoh adalah tujuan orang yang mempunyai ilmu adalah mengamalkan ilmu
tersebut. Karena ilmu tanpa dimalkan bagaikan pohon yang tidak berbuah dan ilmu
yang tidak diamalkan tidak akan bermanfaat bagi orang yang mempunyai ilmu, dan
manfaat dari mengamalkan ilmu tersebut tidaklah lain sebagai bekal untuk menuju
akhirat kelak. Karena ilmu sangatlah penting maka sangatlah wajib untuk mencari
ilmu. Dengan demikian ilmu tidak akan memberikan manfaatnya jika seorang yang
berilmu tidak menghormati gurunya. Ada pepetah “banyak orang yang berhasil, karena
menghormati ilmu dan ahli ilmu ( guru ), dan banyak orang yang tidak berhasil,
karena tidak menghormati ilmu dan ahli ilmu ( guru ).
Didalam kitab Ta’limul Muta’llim K.H Hasyim
Asy’ari menerangkan banyak hal tentang akhlak dan etika seorang peserta didik
terhadap pendidiknya, sebagai berikut :
1. Sebelum memilih siapakah yang akan membimbing dan mengarahkan, peserta
didik harus yaqin siapakah yang akan menjadi gurunya nanti, apabila sudah
menentukan siapakah yang dijadikan sebagai pendidik maka langkah selanjutnya
bagi seorang peserta didik adalah dengan cara beretika dan berakhlak yang baik
terhadap pendidiknya. Dalam arti peserta didik harus berhati hati dalam memilih
dan meyaqini bahwa pendidiknya benar-benar mempunyai keahlian dan mahir dalam
membibingnya, mempunyai jiwa sebagai pendidik, berwibawa dan mempunyai harga
diri yang sangat tinggi dan sangat terjaga bahkan disegani banyak orang karena
ilmunya tersebut, selain itu dari cara mengajarnya pun juga harus difikirkan,
tentang sistem dan aturan aturan yang sudah dibuatnya sehingga peseta didik dapat dengan cepat dan mudah
untuk memahaminya.
2. Sebagai peserta didik harus bersungguh-sungguh dalam menentukkan
siapakah calon pendidiknya dan yang harus benar-benar memahami menguasai ilmu
syari’at dengan sangat sempurna, lebih-lebih pendidik tersebut sering bergaul
dengan para alim ulama.
3. Murid hendaknya memahami karakter seorang guru, dan menilai gurunya
sebagai orang yang ahli dan menguasi ilmu dan menghormatinya, karena hal
tersebut akan membawa manfaat untuk kebaikan murid.
4. Seorang peserta didik harus sabar dalam menghadapi perilaku yang
dilakukan oleh pendidik, jangan sampai dengan sifat yang seperti itu peserta
didik mempunyai keyainan bahwa gurunya tersebut tidak sempurna ilmunya. Syekh
Al-Zarnuji menjelaskan dalam kitabnya “ perlu engkau ketahui, sesungguhnya
sabar dan tabah merupakan pokok besar dari semua urusan”.
5. Peserta didik supaya tidak boleh memasuki mengikuti pengajian/berguru (
selain pengajuan umum) sebelum meminta izin kepada pendidiknya baik dalam keadaan sendiri ataupun dengan
temannya.
6. Sebaiknya peserta didik tidak bertanya atau berkata dengan pertanyaan
kenapa “ contoh: kenapa saya tidak bisa menerima dan kata kata lain yang mirip
dengan kalimat tersebut.
7. Dalam keadaan apapun peserta didik hendaklah serius dalam menaggapi apa
yang telah disampaikan oleh pendidiknya, baik berbentuk dali ataupun syair,
yang dimana peserta didik tersebut dalam keadaan hafal kalimat tersebut.
8. Jangan sekali kali peseta didik mengungkapkan argumennya sebelum
pendidik menyuruh untuk berbicara, walapun sudah memahami, dan tetaplah
bersikap seolah belum mengerti masalah tersebut, apabila seorang peserta didik
mnerima pemberian dari pendidik, terimah dengan tangan kanan, dan apabila yang
diberikan guru itu sebuah surat maka jangan sekali-kali membuka isi surat
tersebut tanpa sepengetahuan guru.[12]
Etika Murid Ketika Berinteraksi Dengan Pendidik ( Guru
)
Yang Pertama, Imam An-nawawi mengungkapkan
tentang etika seorang murid hendaknya selalu menghormati pendidiknya ( jangan
bermain-main ) maupun bercanda gurau dihadapan pendidiknya maupun dihadapan
teman-temannya, ketika pendidik memberikan materi jangan pernah memalingkan
muka, akan tetapi pandang dan simaklah pendidik dengan penuh keseriusan ketika
pendidik memerikan materi. Belajar yang bersungguh-sungguh sangatlah penting,
maka ketika pembelajaran dikelas sudah dimulai, alangkah baiknya seorang
peserta didik benar-benar fokus terhadapa materi yang sedang diberikan oleh
guru ataupun dosen. Karena dengan belajar yang sungguh-sungguh nantinya akan
mempermudah peserta didik untuk menjawab soal-soal ketika menghadapi ujian
maupun kuis. Dengan belajar yang sungguh-sungguh tentunya siswa/mahasiswa
ketika mendapatkan tugas tidak ada yang namanya kerja kebut semalam ( lembur ).
Karena belajar itu tidak hanya dikelas, diluar kelas pun juga termasuk belajar.
Kedua, seorang peserta didik hendaknya menunggu
instruksi dari pendidiknya, jika didalam pemebejaran mendapatkan suatu masalah
terkait mata pelajaran, jangan meminta guru untuk memintakan materi yang dimana
materi tersebut menyinggung hati seorang pendidik, jangan meminta pendidik
untuk menjelaskan materi, yang dimana materi tersebut seorang pendidik tidak
menyukainya ( tidak nyaman ), jangan memaksa pendidik untuk menjawab pertanyaan
yang diberikan oleh murudnya.
Ketiga, ketika bertanya, maka memakailah tutur kata
yang lemah lembut, sopan sehingga hati guru dapat menerima dengan baik, jangan
sampi peseta didik malu ketika didalam hatinya mendapat keganjalan terhadap
materi yang telah disampaikan, mintalah kepada pendidik pejelasan materi yang
diberikan dengan sejelas jelasnya, karena jika materi tersebut tidak faham dan
siswa tidak mau bertanya maka efeknya sangat besar, orang malu akan sesat
dijalan, sebagai peserta didik tampakkan sifat bodhmu dan kekuranganmu
dihadapan guru dan orang lain.
Keempat, apabila pembelajaran sudah selesai dan
pendidik bertanya terkait materi yang sudah disampaikan, hendaknya peserta
didik jangan menjawab dengan jawaban “ iya “ karena orang yang malu dan
membohngi diri nya sendiri tentu orang tersebut telah mendustai dirinya
sendiri. Oleh karena itu seorang peserta didik jangan pernah malu ketika
mengucapkan kata “ saya tidak paham “ karena ucapan ini cepat atau lambat akan
memberikan pemahaman kepada siswa, terbebas dari sifat yang meninmbulkan nifaq
dan menguasi dengan apa yang seharusnya peserta didik tidak menguasai.
Kelima, peserta didik harus yakin terhadap gurunya,
materi yang disampaikannya, karena guru adalah orang yang ikhlas dalam
menyampaikan materi kepada murid-muridnya. Guru juga orang yang patut untuk
dituru, mulai dari cara berpakaian bahkan sampai tutur katanya. Iman Nawawi
mengutip pendapat ini dari Khalil Ibnu Ahmad yang mengatakan “ bahwasanya
kebodohan itu bukan karena watak, akan tetapi kebodohan itu karena malu dan
sombong”.
Keenam, seyogyanya apabila seorang guru
menceritakan sebuah kisah atau permasalahan seorang murid dalam keadaan sudah
hafal/faham, mendengarkan terlebih dahulu, dan apaila pendidik menyurug
menghafal maka peserta didik berusaha untuk menghafal. Karena mendengarkan
materi yang sedang disampaikan pendidik merupakan sumber informasi yang didapat
murid sebagai bahan refrensi. Peserta didik harus pandai mengatur panca
indranya, apabila pendidik meminta mendengarkan maka peserta didik jangan
sampai menulis bahkan menghafal, karena kebanyakan murid apabila penjelasan
yang sedang disampaikan oleh penddik tidak membuat tertarik, maka siswa
cenderung mengobrol sama teman-temannya bahkan melakukan aktifitas yang lain.
Ketujuh, sebagai peserta didik harus pintar dalam
mengartur waktu, ketika diberi tugas, hendaknya semaksimal mungkin untuk
mengerjakannya baik itu waktu pagi maupun malam hari. Musafir ataupun mukim,
jangan menyia-nyiakan waktu yang ada kecuali menggunakan waktu untuk kebutuhan
sehari-hari seperti kebutuhan makan, istrirahat. Dan itupun tidak berlebihan ( secukupnya ),
terlebih supaya tidak sampai berlebihan. Istirahat sebentar agar badan dan
fikiran kembali fit lagi.
Kedelapanan, mempunyai sifat sabar dalam menghadapi
sikap pendidiknya, kalaupun pendidik tersebut ada etika yang tidak sesuai,
jangan sekali-kali berpaling belajar darinya meskipun pendidik mempunyai sikap
yang tidak sesuai, tetap yakinlah kesempurnaan ilmunya, selalu berprasangka
yang baik terhadap apapun yang telah dilakukan oleh seorang pendidik.
Kesembilan, salah satu etika seorang murid adalah
dengan beretika yang baik serta bersikap santun dan bercita-cita yang tinggi.
Jangan merasa puas terhadapa ilmu yang sudah didapat karena dengan belajar lebih
giat lagi akan mendapatkan lebih banyak lagi, jangan pernah menunda-nunda tugas
yang diberikan guru, jangan sampai meninggalkan hal yang bersifat positif, dan manfaatkan waktu dengan semaksimal
mungkin walaupun dalam waktu satu jam. Karena menunda-nunda sesuatu yang baik
berarti kehilagan kesempatan yang baik juga karena kesempatan tidak datang
untuk yang kedua kalinya.
Kesepuluh, apabila seorang peserta didik sudah hadir
serta duduk dan pendidiknya belum datang, hendaklah murid menunggu sampai guru datang
dikelas, jangan sampai meninggalkan kelas sebelum guru menyuruh untuk
meninggalkan kelas, menggunakan waktu yang ada, dengan cara membaca buku yang
terkait dengan materi pada hari itu, diskusi dengan teman sekelasnya.[13]
Implementasi Pendidikan Karakter Akhlak
Menurut K.H Hasyim Asy’ari
Menurut K.H Hasyim Asy’ari Al-Quran adalah
sumber nya ilmu, bisa dikataka sebagai induk ilmu dan bahkan ilmu yang paling
penting dari sekian banyak ilmu. Karena, semua ilmu itu asal mulanya dari
alquran, bahkan sebelum ilmu ada didalam alquran sudah menjelaskan kejadian
kejadian dialam semesta ini. Dan dari setiap macam macam bidang studi yang
dipelajari sampai dibuat dalam bentuk rangkuman itupun sudah dihubungkan dengan
alquran.
Dan K.H Hasyim Asy’ari sudah menerangkan
pentingnya tujuannya ilmu pendidikan islam yang sesuai didalam kitab yang
diterjemahkan oleh Tholut, dan isi kitab itu adalah “tujuan akhir dari sebuah
ilmu adalah pengamalannya, karena buah dari sebuah ilmu adalah dengan cara
mengamalkannya. Disamping itu tujuan dari ilmu adalah sebagai tujuan untuk
kebahagian hidup dan bekal untuk menujuk akhirat kelak. Dan siapa yang yang
terlepas dari ilmu/mempelajari sebuah ilmu maka niscaya akan merugi”. Tujusn
merupakan cita cita yang dari individu ( cita-cita ), dalam arti apapun yang
diharapkan dapat terwujud ( suasana ideal), didalam tujuan pendidikan suasana
ideal merupakan akhir dari sebuah tujuan, tujuan akhir biasanya seringkali
dikatakan dengan secara instan dan singkat, seperti halnya “ setiap muslim mempunyai
kepribadian dan terbentuklah kepribadian dari seorang muslim”.
Didalam pembelajaran tentunya peserta didik
memiliki variasi yang berbeda-beda, karena apa, karena hal ini terjadi
dikarenakan perbedaan dari setiap individual, yang diakibatkan dengan adanya
perkembangan yang semakin maju dan banyaknya faktor-faktor yang selalu
mempengaruhi dalam proses perkembangannya. Sebagai pendidik alngkah baiknya
mengetahui perbedaan-perbedaan yang dimilik oleh setiap individual dan akhirnya
peserta didik sangat dengan mudah untuk mencapai tujuan pendidikan yang sudah
dirumuskan oleh pendidiknya. Berikut ini adalah usaha usaha yang dilakukan oleh
K.H Hasyim Asy’ari tentang bagaimana adab dan etika seorang peserta didik dalam
menuntut ilmu dalam kitab Adabul ‘alim
wal muta’allim Yang diterjemahkan oleh M. Tholut Mughi:
1. Menata niat dan tujuan, dengan cara , meluruskan niat dan membersihkan
bujukan, menjauhi sifat iri, dengki, hasud, tama, dan menghindari dari
perbuatan tercela.
2. Mendekatkan diri kepada Allah SWT, melestarikat syari’at-syari’at islam,
dan mengamalkan apa yang sudah diperoleh.
3. Selalu mempunyai semangat dalam menuntut ilmu tanpa adanya rasa malas
yang tumbuh dari hati, bahkan belajar mulai dari kecil dan selalu belajar
samapi akhir hayat.
4. Mempunyai sifat menerima ( qona’ah) dalam segi pakaian makanan dan
tempat.
5. Menyisakan waktu/membagi waktu baik siang maupun malam dengan pas, dan
memanfaatkan waktu yang sedang dijalani dalam kebaikan.
6. Makan dan minum dengan secukupnya, karena jika dalam menuntut ilmu makan
dan minum banyak makan hal itu akan memberatkan untuk berbuat kebaikan ( ibadah
serasa berat dan badan akan berat ).
7. Menjauhi sifat wara’, dan selalu berhati-hati dalam bersikap dan ketika
melakukan perbuatan.
8. Mengurangi makanan yang dimana makanan tersebut menyebahkan lemahnya
fikiran, seperti memakan buah apel yang masih muda ( asam ) kacang, dan minum
cuka.
9. Mengatur waktu tidur, mengurangi tidur yang berlebihan kecuali ada
dhodurat, jangan sampai menambah jam tidur selam delapan jam ful sehari
semalam.
10. Menjauhi pergaulan bebas, karena seorang peseta didik apabila didalam
proses menuntu ilmu mencari teman hanya sebatas teman maka efeknya sangat
besar, maka dari itu sebagai peserta didik hendaknya bergaul dengan orang orang
yang memberi motivasi dalam proses belajarnya.[14]
Kesimpulan
Etika dan akhlak merupakan antar perbuatan baik dan
buruk yang dilakukan manusia sesuai dengan akal fikir. Etika orang yang mencari
ilmu adalah perikaku baik dan buruk seorang pelajar yang mencari ilmu dan
mematuhi peraturan-peraturan yang sudah ditetapkan dilingkungan sekolah dan
didalam kelas, baik terhadap guru maupun kepada orang tua. Dan etika seorang
murid merupakan tingkah laku dan watak. Adapun kaitan antara seorang pelajar
dan pendidikan karakter terhadap guru yaitu dengan cara sebagai seorang pelajar
hendaknya selalu mempunyai rasa hormat kepada gurunya, karena seorang murid
jika sudah terbiasa dengan sifat menghormati gurunya, lama kelamaan sifat
tersebut akan tertanam didalam diri seorang pelajar dan akan menjadi karakter
dalam dirinya, dan menjadika kepribadian dirinya sebagai karakter yang bagus. Menurut
K.H Hasyim Asy’ari Pelajar/murid adalah sesorang yang harus memiliki rasa
tanggung jawab dan komitmen dalam mengikuti proses belajar yang sedang
dilaluinya, memiliki etika yang baik dan mempunyai banyak hal yang dimana hal
ersebut dapat menjadi motivasi bagi dirinya. Sehingga seorang pelajar tidak akan
terpegaruh oleh aliran aliran yang dapat merubah cara berfikirnya.
Daftar Pustaka
Amin Nurbaedi. “Pendidikan Karakter
Menurut Hasyim Asy’ari ( Perspektif Filosofis ).” Fitrah Jurnal Kajian
Ilmu-Ilmu Keislaman 4, no. 1 (Juni 2018): 209.
Anisa Nandya.
“Etika Murid Terhadap Guru ( Analisis Kitab Ta’lim Muta’allim Karangan Syaikh
Az-Zarnuji ).” Mudarrisa 2, no. 1 (Juni 2010): 171.
Erik
Suwandinata, Achyar. “Etika Peserta Didik Dan Pendidik Menurut Muhammad Nawawi
Al-Jawi ( 1230-1314 / 1813-1897 M ).” Hijri Jurnal Manajemen Pendidikan Dan
Keislaman 6, no. 2 (Desember 2017): 3.
Lukmanul Hakim.
“Konsep Pendidikan Karakter Perspektif K.H Hasyim Asy’ari Studi Kitab Abdul
’Alim Wal Muta’allim.” Jurnal Dikdas 1, no. 1 (t.t.): 4.
Mohammad Kholil.
“Kode Etik Guru Dalam Pemikiran K.H Hasyim Asy’ari.” Risalah Jurnal
Pendidikan Dan Studi Islam 1, no. 1 (Desember 2015): 31.
Muhammad Faiz
Amiruddin. “Konsep Pendidikan Islam Menurut K.H Hasyim Asy’ari.” Jurnal
Dirasah 1, no. 1 (Februari 2018): 20.
Mukani.
“Pendidikan Karakter Perspektif K.H Hasyim Asy’ari.” Madinah Jurnal Studi
Islam 1, no. 1 (Juni 2014): 38.
Nailul Fitria
Afifah, Sania Rofi’ah. “Akhlak Pelajar Ditinjau Dari Kitab Adab Al-Alim Wa
Al-Muta’allim.” Ta’dibuna Jurnal Pendidikan Agama Islam 2 (Mei 2019):
53–54.
Reksiana.
“Kerancuan Istilah Karakter, Akhlak, Moral, Dan Etika.” Thaqafyyat 19,
no. 1 (Juni 2018): 9.
Rifqoh Khasanah.
“Telaah Pemikiran Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari Tentang Pendidikan
Karakter Dalam Kitab Adab Al-Alim Wa Al-Muta’allim Dan Relevansinya Dengan
Sistem Pendidikan Nasional.” Oasis: Jurnal Islam Kajian Islam 3, no. 1
(Agustus 2018): 25.
Salminawati.
“Etika Peserta Didik Perspektif Islam.” Jurnal Tarbiyah 22, no. 1 (Juni
2014): 12–14.
Sulhan, Mohammad
Muchlis Solichin. “Etika Peserta Didik Dalam Pembelajaran Perspektif K.H Hasyim
Asy’ari ( Telaah Kitab Adab Al-’A’alim Wal Muta’allim.” Tadris Jurnal
Pendidikan Islam 8, no. 2 (Desember 2013): 193–95.
Syarif Agustin
Nugraha. “Konsep Dasar Pendidikan Karakter.” Al-Munawwarah Jurnal Pendidikan
Islam 8, no. 2 (September 2016): 87.
Syarif Habibah.
“Akhlak Dan Etika Dalam Islam.” Jurnal Pesona Dasar 1, no. 4 (Oktober
2015): 73.
[1] Syarif Agustin Nugraha, “Konsep Dasar Pendidikan Karakter,” Al-Munawwarah
Jurnal Pendidikan Islam 8, no. 2 (September 2016): 87.
[2] Syarif Habibah, “Akhlak Dan Etika Dalam Islam,” Jurnal Pesona
Dasar 1, no. 4 (Oktober 2015): 73.
[3] Reksiana, “Kerancuan Istilah Karakter, Akhlak, Moral, Dan Etika,” Thaqafyyat
19, no. 1 (Juni 2018): 9.
[4] Sania Rofi’ah Nailul Fitria Afifah, “Akhlak Pelajar Ditinjau Dari
Kitab Adab Al-Alim Wa Al-Muta’allim,” Ta’dibuna Jurnal Pendidikan Agama
Islam 2 (Mei 2019): 53–54.
[5] Anisa Nandya, “Etika Murid Terhadap Guru ( Analisis Kitab Ta’lim
Muta’allim Karangan Syaikh Az-Zarnuji ),” Mudarrisa 2, no. 1 (Juni
2010): 171.
[6] Mohammad Kholil, “Kode Etik Guru Dalam Pemikiran K.H Hasyim
Asy’ari,” Risalah Jurnal Pendidikan Dan Studi Islam 1, no. 1 (Desember
2015): 31.
[7] Achyar Erik Suwandinata, “Etika Peserta Didik Dan Pendidik Menurut
Muhammad Nawawi Al-Jawi ( 1230-1314 / 1813-1897 M ),” Hijri Jurnal Manajemen
Pendidikan Dan Keislaman 6, no. 2 (Desember 2017): 3.
[8] Rifqoh Khasanah, “Telaah Pemikiran Hadratussyaikh KH. M. Hasyim
Asy’ari Tentang Pendidikan Karakter Dalam Kitab Adab Al-Alim Wa Al-Muta’allim
Dan Relevansinya Dengan Sistem Pendidikan Nasional,” Oasis: Jurnal Islam
Kajian Islam 3, no. 1 (Agustus 2018): 25.
[9] Lukmanul Hakim, “Konsep Pendidikan Karakter Perspektif K.H Hasyim
Asy’ari Studi Kitab Abdul ’Alim Wal Muta’allim,” Jurnal Dikdas 1, no. 1
(t.t.): 4.
[10] Mukani, “Pendidikan Karakter Perspektif K.H Hasyim Asy’ari,” Madinah
Jurnal Studi Islam 1, no. 1 (Juni 2014): 38.
[11] Amin Nurbaedi, “Pendidikan Karakter Menurut Hasyim Asy’ari (
Perspektif Filosofis ),” Fitrah Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu Keislaman 4, no.
1 (Juni 2018): 209.
[12] Mohammad Muchlis Solichin Sulhan, “Etika Peserta Didik Dalam
Pembelajaran Perspektif K.H Hasyim Asy’ari ( Telaah Kitab Adab Al-’A’alim Wal
Muta’allim,” Tadris Jurnal Pendidikan Islam 8, no. 2 (Desember 2013):
193–95.
[13] Salminawati, “Etika Peserta Didik Perspektif Islam,” Jurnal
Tarbiyah 22, no. 1 (Juni 2014): 12–14.
[14] Muhammad Faiz Amiruddin, “Konsep Pendidikan Islam Menurut K.H
Hasyim Asy’ari,” Jurnal Dirasah 1, no. 1 (Februari 2018): 20–22.
Comments
Post a Comment