Hukum Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual
Hukum Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual
Asih Fauziah
Institut Agama Islam Negeri Metro
Jl. Ki Hajar Dewantara 15a Iringmulya, Kota
Metro, Lampung, Indonesia, 34112
E-mail: asihfauziahhh@gmail.com
Abstract: Intellectual Property Rights in Islamic Economics
Perspective. Intellectual property
rights in Indonesia is regulated comprehensively, whereas Islamic
texts do not explain it in a specific way. Rights in Islam are a
divine gift as guidance in determining the laws of sharia. Every person is obliged
to respect the rights of others, and it is obviously forbidden to destroy
or trample these rights. Moreover, the owner of the rights should use
it properly without causing harm to others. In economic perspective, a
person is prohibited trading a thing that is not belonging to
him/her, causing violation of copyright laws. Intellectual works of a person is
regarded as the intellectual property. Islam appreciate these rights in qualifying
the rights attached to its owner.
Abstrak: Kekayaan Intelektual dalam Perspektif Ekonomi Islam. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di
Indonesia sudah diatur sedemikian rupa padahal
teks-teks Islam tidak mengatur secara spesifik. Hak dalam Islam adalah
karunia ilahi sebagai sandaran dalam menentukan hukum-hukum syariat.
Untuk itu manusia memiliki kewajiban menghormati hak orang lain, dan
tidak ada wewenang untuk menghancurkan atau menginjak-injaknya. Sebaliknya,
pemilik menggunakan hak-hak tersebut dengan baik tanpa menimbulkan
kerugian bagi orang lain. Dalam hal ekonomi seseorang dilarang
memperdagangkan sesuatu yang bukan miliknya karena melanggar hukum
hak cipta. Karya seseorang yang merupakan karya intelektual dianggap
sebagai properti. Islam menghargai hal itu dengan membuat hak yang
melekat pada pemiliknya.
A. Pendahuluan
Berbicara tentang hak kekayaan intelektual, hal yang
pertama yang perlu difahami adalah bahwa pada hakikatnya maanusia sebagai
makhluk Allah Swt, dibekali potensi yang membedakan dengan makhluk lainnya
yakni potensi akal untuk menalar. Melalui akarnya, manusia mengatasi kebutuhan
hidupnya, memeknai hidupnya bahkan memenuhi keinginan-keinginannya dengan
cara-cara yang lebih praktis, efektif, efesien, dan berkembang.[1]
Islam sebagai agama yang mempunyai nilai
universal sangat menghargai manusia sebagai individu dan masyarakat.
Karakteristik universal tersebut menunjukkan bahwa syariat mencakup berbagai
sistem hukum fan perundang-undangn yang mengatur diberbagai segi pembentukan,
pembinaan, dan reformasi sekaligus menata seluruh aspek kehidupan msayarakat,
baik yang berkaitan dengan masalah kaidah, ibadah maupun muamalah yang termasuk
didalamnya ekonomi, hukum perdata, hubungan internasional, taupun tatanan
nasional. Salah satu perkembangan dalam dunia Perekonomian Indonesia adalah
munculnya isu hak atas kekayaan intelektual (HAKI). Hal itu bahkan sudah bukan
isu lagi, karena sudah menjadi sebuah peraturan yang baku dan ada
undang-undangnya. Dengan demikian, pembahasan terhadap hal ini sangatlah
penting, kreana kebutuhan akan perlindungan terhadap HAKI itu sebenarnya timbul
dari kebutuhan masyarakat itu sendiri.
Hak Kekayaan Intelektual merupakan hak yang berasal dari
karya, karsa, dan daya cipta kemampuan intelektualitas manusia yang memiliki
manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia dan mempunyai nilai
ekonomi. Bentuk nyata dari hasil karya, karsa, dan daya intelektualitas manusia
tersebut dapat berupa ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan sastra. Inovasi
atau hasil kreasi dari suatu pekerjaan dengan memakai kemampuan intelektualnya
adalah wajar bila penemu ataupun pencipta memperoleh imbalan. Imbalan tersebut dapat
berupa kekayaan intelektual dengan menggunakan instrume-instrumen hukum yang
ada, yakni Hak Cipta, Paten, Merek dan Indikasi Geografis, Rahasia Dagang,
Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, dan Perlindungan Verietas
Tanaman.
Hak yang diberikan kepada seorang pencipta ( dibidang
ilmu pengetahuan, seni dan sastra, ataupun inventor dibidang teknologi baru
yang mengandung langkah inventif, merupakan wujud dari pemberian suatu
penghargaan dan pengakuan atas keberhasilan manusia dalam melahirkan
karya-karya inovatifnya. Konsekuensi hukumnya maka kepada penemu dan pencipta
harus diberikan perlindungan hukum. Dengan demikian, kepada mereka yang
melakukan kreatifitas dengan mengarahkan segala kemampuan itu seharusnya
dianugrahi hak eksklusif untuk mengeksplorasi HAKI tersebut sebagai imbalan
atas jerih payahnya itu. Dengan adanya perlindunganterhadap Hak Kekayaan
Intelektual, maka ada jaminan kepada masyarakat untuk menghargai hak inisiatif
dan reaksi serta memberikan perlindungan akan hasil karya ciptanya. Semakin
tinggi penghargaan negara terhadap HKI, maka masa depan suatu bangsa akan menjadi
lebih baik.
Insentif diberikan sebagai upaya untuk merangsang
kreatifitas dalam upaya menciptakan karya-karya baru dibidang teknologi. Hal
ini juga sejalan dengan prinsip bahwa HAKI merupaka suatu alat untuk meraih dan
mengembangkan teknologi. Oleh karena itu, sebagai insentif dan imbalan kepada
inventor harus diberikan hak khusus (exclusive) untuk dalam jangka waktu
tertentu menguasai dan melakukan eksploitasi atas penemuannya itu.[2]
B. Definisi
1. Hak Kekayaan Intelektual dalam Perspektif Sejarah
Hak Kekayaan Intelektual bermula dari hak
cipta. Konsep hak cipta merupakan terjemahan dari konsep copyright dalam bahasa
inggris. Secara harfiyah artinya “hak Salin”. Copyrigjt ini diciptakan dengan
seiringnya dengan penemuan mesin cetak oleh Guntenberg. Sebelumnya, proses
untuk membuat salinan dari sebuah karya tulisan memerlukan tenaga dan biaya
yang hampir sama dengan proses pembuatan karya aslinya.
Awalnya hak monopoli tersebut diberikan
langsung kepada penerbit untuk menjual karya cetak. Ketika peraturan hukum
tentang copyright mulai diundangkan pada tahun 1710 dengan Statue of Anne di
Inggris, hak tersebut diberikan ke pengarang, bukan penerbit. Peraturan
tersebut juga mencakup perlindungan kepada konsumen yang menjamin bahwa
penerbit tidak dapat mengatur penggunaan karya cetak tersebut setelah transaksi
jual beli berlangsung. Selain itu, peraturan tersebut juga mengatur masa
berlaku yang eksklusif bagi peegang copyright, yaitu selama 28 tahun.
Konvensi Bern tentang perlindungan Karya seni
dan Sastra pada tahun 1886 adalah pertama kali mengatur masalah copyright
antara negara-negara berdaulat. Dalam konvensi ini, copyright diberikan secara
otomatis kepada karya cipta.[3]
2. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual
Kata hak
berasal dari bahasa Arab haqq yang memiliki makna ketetapan atau
kewajiban atau kepastian. Hal ini bisa dipahami dari firman Allah dalam surah Yâsîn
ayat 7, al-Anfâl ayat 8, serta Yûnus ayat 35, dan al-Baqarah ayat 241. Sedangkan secara istilah, hak
mempunyai beberapa arti. ‘Alî Khafîf mengemukakan
bahwa hak adalah sebuah kemaslahatan yang boleh dimiliki secara syar‘î.
Musthafâ Ahmad al-Zarqâ mengartikan hak sebagai sebuah keistimewaan yang
dengannya syarak menetapkan sebuah kewenangan (otoritas) atau sebuah beban.
Dari beberapa pendapat tersebut disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan hak
adalah sebuah kekhususan atau keistimewaan yang mengandung maslahat dan
terlindungi serta dengannya syarak menetapkan sebuah kewenangan atau kekuasaan
atasnya. Ulama fikih mengemukan bahwa sebuah
hak haruslah
memenuhi rukun hak, yaitu pemilik hak dan objek hak. Dalam
ajaran Islam, hak merupakan pemberian ilahi yang disandarkan pada
sumber-sumber yang dijadikan dalam menentukan hukum-hukum syarak. Maka
dari itu sumber dari hak adalah kehendak atau ketentuan hukum syarak. Kalau dirunut secara hakiki
maka sebenarnya tiada sumber hak kecuali Allah, karena tiada hakim (pembuat
keputusan) selain Dia dan tidak ada yang berhak mensyariatkan sesuatu kecuali
Allah. Untuk itu manusia memiliki kewajiban untuk
menghormati hak orang lain, dan tidak ada kewenangan untuk merusak atau
menginjak-injaknya.4 Pemilik hak harus mempergunakan haknya secara proporsional
dan sesuai dengan porsinya serta pada tempatnya. Dengan demikian,
hal itu tidak menimbulkan kemudaratan bagi yang lain, seperti halnya dalam
hal ekonomi seseorang dilarang memperjualbelikan sesuatu yang bukan hak
miliknya karena menyalahi hukum hak. Ada beberapa akibat hukum yang terkait
dengan adanya hak. Pertama, menyangkut pelaksanaan dan penuntutan hak, yakni
para pemilik hak dalam menunaikan hak-haknya haruslah sesuai dengan apa saja
yang telah disyariahkan Allah. Kedua,
menyangkut pemeliharaan hak, yakni setiap orang agar memelihara
dan menjaga haknya dari segala bentuk kesewenangan orang lain, baik
yang berkaitan dengan pidana maupun perdata. Seperti apabila dicuri hartanya,
dia bisa menuntut dari segi pidana agar pencuri ditahan atau dipotong tangan
sesuai dengan hukum yang berlaku. Sedangkan dari segi perdata, dia dapat
meminta supaya hasil curiannya dikembalikan jika masih ada dan
menggantinya bila sudah habis.
Ketiga, menyangkut penggunaan hak, yakni dalam mempergunakan haknya
seseorang haruslah sesuai dengan syarak dan tidak boleh merugikan atau
mengakibatkan mudarat baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain, serta tidak
boleh secara berlebihan atau mubazir.
Hak Kekayaan Intelektual adalah pengakuan hukum yang memberikan
pemegang hak (atas) kekayaan intelektual (HaKI) untuk mengatur penggunaan
gagasan-gagasan dan ekpresi yang diciptakannya untuk jangka waktu tertentu.
Istilah kekayaan intelektual mencerminkan bahwa hal tersebut merupakan hasil
pikiran atau intelektualitas dan bahwa hak kekayaan intelektual dapat
dilindungi oleh hukum sebagaimana bentuk hak milik lainnya. Dapat dikatakan
bahwa karya intelektual mewakili hasil suatu pemikiran dan kecerdasab manusia,
yang dapat berbentuk penemuan, desain, seni, karya tulis, atau penerapan
praktis suatu ide yang mengandung nilai ekonomis. Kekayaan intelektual mencakup
ha cipta dan hak kekayaan industri, yang terdiri atas paten, merk, dan
industri, desain tata letak, sirkuit terpadu, rahasia dagang, dan verietes
tanaman.
Dalam undang-undang no. 19 pasal 1 tahun 2002
disebutkan pengertian hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau
penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan
izin untuk dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya
mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak
mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau teknil yang mungkin terwujud
atau terwakili didalam ciptaan tersebut.
3. Hak Kekayaan Intelektual dalam Islam
Hak kekayaan intelektual adalah hak kebendaan, yakni hak atas sesuatu benda
yang bersumber dari hasil kerja otak atau hasil kerja rasio yang menalar. Otak dalam
hal ini bukanlah seperti tumpukan daging yang enak digulai, yang beratnya
kurang lebih 2% dari total berat tubuh, tetapi lebih sebagai otak yang berperan
sebagai pusat pengaturan segala kegiatan fisik dan psikologis yang terbagi
menjadi dua belahan, yaitu kiri dan kanan. Sedangkan hak cipta adalah hak
khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan. Dengan hak khusus
dari pencipta dimaksudkan bahwa tidak ada orang
lain yang boleh
melakukan hak itu selain yang bersangkutan atau kecuali dengan
izin pencipta,
baik hak menjual, hak menggandakan, hak mendapatkan manfaat
dari hasil
karya pencipta tersebut ataupun hak-hak lainnya selama penciptanya tidak
memberikan izin dan atau batasan.
Hak (al-haq) secara etimologi adalah milik,
ketetapan dan kepastian, meburut terminologi, ada beberapa pengertian hak yang
dikemukakan oleh ulama fikih. Sebagian ulama generasi belakangan hak adalah
suatu hukum yang ditempatkan dalam suatu syara’. Seorang ahli fikih Yordania
yang berasal dari surya, mendefinisikan al-haq adalah suatu kekhususan yang
padanya ditetapkan suatu kekuasaan oleh syara’. Lebih singkat lagi, Ibnu
Nujaim(w. 970 H/1563 M) ahli fikih mazhab Hanafi mendefinisikannya sebagai
suatu kekhususan yang terlindung (Ensiklopedi Hukum Islam, 1994: 486).
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shidieqy membagi
pengertian hak menjadi dua bagian, yaitu pengertian secara khusus dan secara
umum. Hak secara khusus didefinisikan sebagai sekumpulan kaidah dan nas yang
mengatur dasar-dasar yang harus ditaati dalam hubungan sesama manusia, baik
mengenai individu (orang), maupun mengenai harta. Secara umum, hak diartikan
sebagai suatu ketentuan yang dengannya syara’ menetapkan suatu kekuasaan atau
suatu beban hukum.
C. Cakupan Hak Kekayaan Intelektual
Kekayaan intelektual merupakan istilah yang
mengacu pada kreasi dari pikiran manusia seperti penemuan, sastra dan karya
seni, dan simbol, nama, gambar dan desain yang digunakan dalam perdagangan. Kekayaan
intelektual dibagi menjadi dua kategori: kekayaan industri yang mencakup
penemuan (paten), merek dagang, desain industri, indikasi geografis sumber, dan
hak cipta, yang meliputi karya-karya sastra dan artistik seperti novel, puisi,
drama, film, karya musik, dan karya-karya artistik seperti gambaran ,lukisan,
foto, dan patung, dan desain arsitektur. Hak yang berhubungan dengan hak cipta
termasuk orang-orang yang menjadi seniman dalam pertunjukkan, produser rekaman
suara direkaman mereka, dan para penyiar di radio dan program televisi.hak
kekayaan intelektual yang dilindungi oleh aturan perundang undangandan hukum
islam mencakup.
1. Hak Paten
Istilah Paten
yang dipakai sekarang dalam peraturan Hukum Indonesia adalah
berasal dari bahasa Belanda octrooi , dan octrooi berasal
dari bahasa Latin dari kata auctor/auctorizare yang artinya dibuka.
Maksudnya yaitu bahwa suatu penemuan yang mendapatkan
paten menjadi terbuka dan untuk diketahui umum. Dari definisi
dapat kita lihat unsur penting dari paten yaitu bahwa Hak
Paten adalah hak yang diberikan pemerintah dan bersifat
eksklusif. Hak eksklusif dari pemegang hak paten adalah produksi
dari barang yang dipatenkan (manucfacturing) penggunaan
(using) dan Penjualan (selling) dari barang tersebut dan
perbuatan-perbuatan yang berkaitan dengan penjualan barang seperti
mengimpor dan menyimpan (stocking). Untuk mendapatkan
paten suatu penemuan harus memilki syarat substantif
tertentu yaitu : kebaharuan (novelty), bisa dipraktekkan dan
perindustrian (industrial applicability) mempunyai langkah inventif dan mempunyai syarat
normal. Paten dalam pengertian hukum adalah hak
khusus yang diberikan berdasarka Undang-undang oleh
pemerintah kepada orang atau badan hukum yang mendapatkan
suatu penemuan dibidang teknologi. Masa berlakunya paten pada setiap negara berbeda-beda
tergnatung pada ketentuan Undang-Undang yang
berlaku dinegara yang bersangkutan.
Ada yang memberikan perlindungan paten 5 tahun, 10 tahun, 15 tahun sampai 20 tahun
tergantung kondisi perekonomian dan peraturan yang berlaku. Di Indonesia menurut ketentuan
Umdang- Un[4]dang
Nomer 14 Tahun 2001 tentang paten jangka pasal 8 ayat (1) waktu perlindungannya selama 20 tahun
sejak tanggal penerimaan dan tidak
bisa diperpanjang. Dan pasal 9 mengatur jangka waktu perlindungan untuk paten sederhana
selama 10 (sepuluh ) tahun
dan tidak dapat diperpanjang.
2. Hak Rahasia Dagang
Hak Rahasia Dagang adalah hak atas
informasi yang ridak diketahui oleh umum dibidang teknologi dan bisnis,
mempunyai nilai ekonomis karena berguna dalam kegiatan usaha dan dijaga
kerahasiannya oleh pemilik rahasia dagang. Pemilik rahasia dagang berhak
menggunakan bahasa sendiri rahasia dagang yang dimilikinya atau memberikan
lisensi kepada atau melarang pihak lain untuk menggunakan rahasia dagang atau
mengungkapkan rahasia dagang itu kepada pihak ketiga untuk kepentingan yang
bersifat komersial. (Undang-undang no. 30 tahun 2000 tentang rahasia dagang,
pasal , 2, dan pasal 4).[5]
Karakteristik hukum rahasia dagang yakni:
1. Merupakan informasi yang tidak
diketahui umum
2. Informasi itu meliputi bidang
teknologi atau bisnis
3. Mempunyai nilai ekonomis yang berguna
dalam kegiatan usaha
4. Dijaga kerahasiaannya oleh pemilik-nya
3. Hak Atas Merek
Menurut Pasal 1 UU No. 15 Tahun 2001, merek adalah tanda
yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi
dari unsur-umsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam
kegiatan perdagangan barang atau jasa. Berdasarkan
ketentuan diatas, terlihat jelas bahwa fungsi utama merek adalah untuk membedakan
barang atau jasa produksi perusahaan lain yang
sejenis.
4. Hak Cipta
Hak cipta adalah bagian dari sekumpulan hak yang dinamakan hak atas kekayaan intelektual yang pengaturannya terdapat dalam ilmu hukum dan dinamakan hukum hak kekayaan intelektual. Hak eksklusif
bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak atau
memperbanyak ciptaannya atau memeberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku
(Undang-undang No. 19 tahun 2002).
5.
Hak Desain Industri
Perlindungan suatu
Undang-undang No. 31 tahun 2000 memberiakan perlindungn hukum terhadap desain
industriyang baru desain industri yang didaftarkan dengan iktikad baik.
D. Studi Kasus Hak Kekayaan Intelektual
1.
Desa Wukirsari sebagai Sentra Batik Imogiri
Desa Wukirsari merupakan salah satu desa di
Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,
Indonesia. Desa ini terletak di sebelah selatan Kota Yogyakarta dan memiliki
luas wilayah lebih kurang 15 km persegi. Masyarakat desa Wukirsari adalah
masyarakat yang bersifat komunal, sebagaimana
masyarakat desa di Jawa umumnya, yang mengutamakan kebersamaan
dalam menjalani kehidupan sehari-hari, diliputi oleh rasa guyub, yang
sudah mengintegrasi dalam setiap warga.
Desa Wukirsari terkenal sebagai salah satu sentra
batik tulis tradisional di Indonesia, karena sudah memproduksi batik sejak
beratus tahun yang lalu. Batik tulis yang diproduksi oleh para pembatik desa
Wukirsari lebih dikenal sebagai batik Imogiri. Asal usul batik Imogiri
berawal dengan keberadaan makam raja-raja di Imogiri yang terletak
di bukit Merak pada tahun 1654. Cakupan HKI
yang bisa melindungi karya-karya perempuan perajin batik Imogiri di
antaranya adalah:
a. Hak cipta untuk desain
motif batik yang baru, yang tidak merupakan modifikasi
motif lama. Hal ini mengacu pada ketentuan Pasal 12 ayat 1 huruf i UU
No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dengan berbagai peraturan
pelaksanaannya. Kreasikreasi dan ciptaan perajin batik dapat dilindungi oleh
hak cipta, mengingat salah satu lingkup perlindungan hak cipta, di
antaranya adalah seni batik. Dengan dilindunginya karya/ motif batik
Imogiri tersebut, akan muncul hak eksklusif bagi perajin/ pencipta untuk
mempublikasikan atau memperbanyak sendiri motif batik baru yang
menjadi ciptaannya
atau memberi ijin kepada pihak lain untuk itu.
Sebetulnya perlindungan suatu ciptaan timbul secara otomatis sejak ciptaan
diwujudkan dalam bentuk yang nyata, yakni berupa
motif batik baru yang merupakan kreasi dari
perajin dan tidak sekedar sebagai hasil memodifikasi unsur motif batik
lama, karena pendaftaran suatu kewajiban. Namun demikian, pendaftaran
motif batik tersebut tetap dibutuhkan, agar perajin batik sebagai pencipta
memperoleh “surat pendaftaran ciptaan” yang sangat urgen apabila
perajin bermaksud untuk membuat perjanjian lisensi atau perjanjian
pengalihan hak cipta kepada orang lain. Surat pendaftaran ciptaan juga
dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa
dikemudian hari atas motif batik tersebut. Untuk mempermudah
proses pendaftaran, sebaiknya memang para perajin tersebut
mendokumentasikan semua motif batik rancangannya dalam bentuk soft copy, ataupun dalam bentuk hard copy;
b. Hak paten sederhana,
terutama kreasi
dalam pencelupan dan pewarnaan batik. Ini dikarenakan proses
pembuatan pencelupan dan pewarnaan batik terutama dengan bahan-bahan
pewarna alami walaupun dilakukan dengan menggunakan teknologi
sederhana, namun mempunyai nilai tinggi dan menghasilkan tata warna yang
unik dan khas yang juga merupakan lingkup perlindungan paten. Agar
dapat dilindungi dengan hak paten, harus dibuat suatu formula khusus
proses pewarnaan batik alam yang akurat dan konsisten, mengingat
takaran-takaran yang dipergunakan perajin batik Imogiri dalam mencampur
bahan pewarna alam, menggunakan ukuran-ukuran yang kurang terjamin
tingkat akurasinya, misal: dengan memakai ukuran “segenggam”,
“seikat”, “sesendok”, dan sebagainya. Agar dapat diterapkan dalam suatu proses
industri, para perajin dengan pendampingan dapat menyusun
langkah-langkah pewarnaan secara detail dan mempergunakan takaran-takaran
yang akurat,
misalnya: dengan memakai
dacin,
timbangan, gelas ukur, dan sebagainya;
c. Hak merek
Hak merek juga dapat diberikan pada hasil
karya para perajin batik Imogiri. Merek ini merupakan suatu “tanda” yang
berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka angka, susunan
warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda
dan digunakan dalam kegiatan perdagangan. Fungsi merek, yaitu sebagai: tanda
pengenal untuk membedakan hasil produksi yang dihasilkan
seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum
dengan produksi orang lain atau badan hukum lainnya; alat promosi, sehingga
mempromosikan hasil produksinya cukup dengan menyebut
mereknya; jaminan atas mutu barangnya; penunjuk asal barang/jasa
yang dihasilkannya, inilah yang sering dikenal dengan indikasi
geografis. Kreasi perajin batik Imogiri bisa dilindungi oleh hak merek,
yakni merek dagang, apabila mereka mendaftarkan kreasinya itu ke Ditjen HKI
dengan menggunakan merek tertentu. Namun demikian, karena
keterbatasan pengetahuan dan kesederhanaan berpikir, mereka membuat tanda
pengenal yang selanjutnya difungsikan sebagai “merek dagang”
terhadap produksi batik Imogiri sesuai dengan nama paguyuban/
kelompok perajin
tempat mereka
bergabung dan menjadi anggota. Penggunaan “Wahyu Tumurun”,
“Sidomukti”, dan motif batik lainnya sebagai merek dagang akan ditolak oleh
Ditjen HKI, karena nama-nama tersebut telah menjadi milik umum,
yakni merupakan motif batik tradisional yang sudah dimiliki secara turun
temurun dan oleh UNESCO telah dinyatakan sebagai warisan batik
Indonesia. Oleh karena itu, agar batik Imogiri dapat dilindungi dengan
merek dagang tertentu, harus dipilih nama lain dan bukan mempergunakan
motif batik sebagai merek dagang.
d. Hak indikasi geografis
Karena pada kreasi-kreasi mereka dapat menunjukkan
ciri-ciri tertentu yang hanya dipunyai dan hanya ada pada batik Imogiri.
Hak atas Indikasi geografis
adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang yang
karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia,
atau kombinasi
dari kedua
faktor tersebut memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang
dihasilkannya. Sebagai contoh, motif batik berwarna biru kehitaman yang
ditimbulkan dari pewarna wedel pada kain berdasar putih,
merupakan warna khas batik Imogiri. Demikian juga batik dengan motif-motif
gentong, gapura makam raja-raja, atau batik dengan motif anak tangga
pada kompleks makam raja-raja yang dimodifikasi sedemikian rupa
sehingga menjadi motif batik yang artistik, menunjukkan Imogiri sebagai daerah
asal atau indikasi geografis dari kreasi batik tersebut sehingga untuk motif-motif
batik tertentu
yang sangat “khas Imogiri” dapat didaftarkan ke Ditjen HKI untuk memperoleh perlindungan hak atas indikasi
geografis.[6]
Simpulan
Hak Kekayaan Intelektual merupakan hak yang berasal dari
karya, karsa, dan daya cipta kemampuan intelektualitas manusia yang memiliki
manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia dan mempunyai nilai
ekonomi. Bentuk nyata dari hasil karya, karsa, dan daya intelektualitas manusia
tersebut dapat berupa ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan sastra. Inovasi
atau hasil kreasi dari suatu pekerjaan dengan memakai kemampuan intelektualnya
adalah wajar bila penemu ataupun pencipta memperoleh imbalan. Imbalan tersebut
dapat berupa kekayaan intelektual dengan menggunakan instrume-instrumen hukum
yang ada, yakni Hak Cipta, Paten, Merek dan Indikasi Geografis, Rahasia Dagang,
Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, dan Perlindungan Verietas
Tanaman.
Adapun cakupan dalam hak kekayaan intelektual:
·
Hak paten
·
Hak rahasia dagang
·
Hak cipta
·
Hak desain grafis
·
Hak marek
Referensi
Mujahid Quraisy,
“Hak Kekayaan Intelektual,” , jurnal Muqtasid. vol. 2. No.
1. 2011.
Mastur, “Perlindungan Hukum Hak
Kekayaan Intelektual Dibidang Paten,” jurnal ilmiah ilmu hukum qisti, vol. 6. No. 1.
Haedah Faradz, “Perlkindungan Hak Atas
Merek,” jurnal dinamika hukum. vol. 8. no. 1. 1
januari..2018.
setiati
widiastuti, “Kajian Hak Kekayaan Intelektual Karya Perajin Batik Studi Kasus
Didesa Wukirsari Imogiri Bantul,” jurnal penelitian humaira. vol 18. no. 2. oktober 2013.
[2] Mastur, “Perlindungan Hukum Hak
Kekayaan Intelektual Dibidang Paten,” jurnal ilmiah ilmu hukum qisti, vol. 6. No. 1. hal 65.
[4] Haedah Faradz, “Perlkindungan Hak Atas
Merek,” jurnal dinamika hukum. vol. 8. no. 1. 1
januari. 2018.
hal 26–27.
[5] yoga maharditha, “Perlindungan Hukum Hak
Kekeyaan Intelektual Melalalui Mekanisme,” jurnal ilmiah ilmu
hukum qisie. vol.11. no. 1. 1 mei 2018. hal.12–14.
[6] setiati widiastuti, “Kajian Hak Kekayaan
Intelektual Karya Perajin Batik Studi Kasus Didesa Wukirsari Imogiri Bantul,” jurnal penelitian humaira. vol 18. no. 2. oktober 2013 hal. 67–69.
Comments
Post a Comment